Geisz Chalifah
BIMBO dalam satu lagunya liriknya berbunyi:
Melati dari Jayagiri
Kuterawang keindahan kenangan
Hari-hari lalu di mataku
Tatapan yang lembut dan penuh kasih..
Lagu itu bagi angkatan 80-an sangat familiar terutama bagi para pecinta alam (pendaki gunung).
Di tengah malam ketika angin dingin menusuk, hangat api unggun di malam hari untuk mengusir udara dingin di puncak gunung, dengan petikan gitar, lagu itu acap kali dibawakan. Di antara tenda tenda yang tersebar, baik ketika jambore ataupun sekedar kemping satu komunitas.
Tapi Suzi Marsitawati bukan Melati dari Jayagiri, melainkan Melati dari Bulungan, istilah yang diperuntukkan bagi alumni SMA 6 Kebayoran Baru Jakarta Selatan.
Dia tak hanya pandai membuat konsep tentang pertamanan yang disesuaikan dengan ruas jalan yang ada. Tapi juga pandai mengeksekusi program Pemprov DKI yang sejak dia menjabat dan sampai hari ini, entah sudah berapa puluh taman-taman kota dibenahi.
Sepanjang Sudirman Thamrin, bila Anda melewati daerah situ, paduan warna bunga warna-warni dan tampilan taman baik di trotoar mapun di antara ruas jalan tak lepas dari sentuhan pemikirannnya.
Puluhan taman bermain lainnya di setiap kecamatan mengalami revitalisasi, disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat di wilayah sekitar.
Melati dari Bulungan ini berfikir dengan jernih. Bahwa kota ini tak hanya untuk manusia tapi juga untuk hewan-hewan yang hidup di sekitar kita. Maka tak heran bila kupu-kupu dan capung kini hidup dan berterbangan kembali di setiap taman rimbun yang telah dibuatnya dengan cantik dan asri.
Sepanjang Keramat Raya hingga Matraman, belum lagi kolong jembatan flyover di sepanjang Jalan Satrio, taman-taman kota di berbagai wilayah DKI Jakarta ditata dengan asri.
Di tahun ini Suzi Marsitawati menargetkan ada 12 taman baru akan bisa dinikmati oleh warga Jakarta.
Jakarta yang dulunya terkesan keras dengan pembatas jalan yang hanya mengandalkan beton (dusaspun) dan sebagainya. Tak ada sentuhan keibuan di jalan-jalan raya Jakarta. Kini berubah total. Ada feminisme di jalan raya ibu kota.
Melati dari Bulungan merubah warna Jakarta yang tadinya hanya berwajah semen dan pasir yang diolah menjadi beton, kemudian menjadi pemandangan hari-hari kita di jalan. Dulu sama sekali bukan saja tidak indah tapi juga jauh dari rasa nyaman, kini berubah wajah, ribuan pohon dan semak yang bukan saja menyejukkan tapi juga mengajak pada kita semua warga Jakarta, untuk menikmati jalan kaki di pedestrian sambil menikmati keindahan dan hijaunya Jakarta.
Melati dari Bulungan ini, telah mengubah wajah Ibukota yang katanya kejam menjadi feminin. karena ada sentuhan pekerjaan yang dilakukan bukan sekadar selesai dan tuntas sebatas sesuai dengan fungsinya. Tapi estetikanya juga harus selalu terjaga.
Komentar