TILIK.id, Jakarta — Rekrutmen kepemimpinan di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dikukan secara transparan.
Sabanyak delapan calon letua umum Korps HMI Wati (KOHATI) menjalani fit and proper test.
Fit and Proper dilakukan untuk mendapatkan gambaran calon-calon ketua umum KOHATI yang akan dipilih pada Kongres ke-31 HMI di Kota Pahlawan Surabaya, bulan Maret depan.
Dari 30-an calon ketua umum KOHATI, ada 8 yang lolos seleksi. Kedelapan calon inilah yang saat ini menjalani fit and proper test secara daring sejak kemarin (20/2/2021).
Kedelapan calon itu adalah Dewi Puspa Lamondong asal HMI Cabang Makassar Timur, Imayati Kalean asal dari HMI Cabang Malang, Novi Rismawati dari Cabang Merauke, Nurjannah dari Cabang Gowa Raya, Nurmaida Sanaa dari Cabang Kendari, Octyavriani dari Bengkulu, Susanti dari Cabang Palembang, dan Umyroh Fauziah dari Cabang Kota Banjar.
Dalam fit and proper test tampil sebagai penguji antara lain, Koordinator Presidium Majelis Nasional Forum Alumni HMI Wati (FORHATI) Hj Hanifah Husein, Presidium MN KAHMI Prof Dr Siti Zuhro, Prof Nurhayari Djamas, Dr Ummi Azizah, Betty Epsilon Idroos, Dewita Hayu Shinta, dan Endah Cahya Immawati.
Saat menguji, Korpres MN FORHATI Hj Hanifah Husein mempertanyakan kepada semua calon ketua umum KOHATI pola dan cara efektif dalam meningkatkan kualitas kader-kader HMI Wati.
“Di tengah pandemi ini, kita tidak tau kapan covid 19 berakhir, di saat yang sama KOHATI dituntut meningkatkan kualitas kader dan kuantitas kader KOHATI. Apa yang harus dilakukan?” tanya Hanifah Husein.
Dia mengatakan, HMI adalah organisasi kader, di dalamnya ada HMI Wati. Lalu apa program yang bisa memenuhi tuntutan pengkaderan organisasi ini?
“Saya khawatir jika tidak ada lagi pengkaderan dan rukretmen anggota, bisa jadi KOHATi tidak ada lagi. Nah ini harus dipikirkan oleh calon pemimpin KOHATI. Tidak perlu banyak program, cukup fokus pada pangkaderan,” kata Hanifah Husein.
Menurut Hanifah, tidak perlu membuat banyak program. Yang penting bagaimana melaksanakan pengkaderan dan menambah kader. Data-data dari medsosnya HMI dan KOHATI berapa cabang dari sekian ratus itu yang mellaksanakan pengkaderan. Kemudian berapa KOHATI yang ikut terlihat sangat minim sekali.
“Kita tidak tau pandemi ini sampai kapan membatasi aktivitas pengkaderan. Karena itu, saya ingin meng-inline-kan dengan teknologi dan lain-lain supaya kualitas kader dan jumlah kader terus bertambah,” beber Hanifah.
Belum lagi, kata Hanifah, seberapa besar keterkaitan mahasiswi untuk masuk ke organisasi mahasiswa seperti HMI ini. Kita juga tidak bisa menutup mata dan ini kenyataannya bahwa organisasi HMI cukup seksi, genit, untuk dimasuki mahasiswa karena banyak hal bisa didapatkan.
Prof De Siti Zuhro juga dalam pengujiannya mempertanyakan pandangan calon ketua umum KOHATI tentang isu krusial kebangsaan dan keummatan. Hal ini penting bagi HMI dan KOHATI untuk merumuskan langkah perannya.
Kandidat dari cabang Palembang Susanti yang ditanya apa isu krusial kebangsaan dan keummatan, seperti tidak bisa mengindentifikasi masalah kebangsaan dan keummatan ini. Susanti hanya fokus pada masalah terorisme.
Pertanyaan itu dijawab sendiri oleh Siti Zuhro. Bahwa isu krusial saat ini adalah terpinggirkannya umat Islam, termasuk ajaran Islam berupa Islamphobia. Ini yang terjadi dan harus disiapkan jawabannya.
Kepada kandidat atas nama Imayati asal Cabang Malang, Prof Siti Zuhro memberikan impresi yang cukup baik. Namun Siti Zuhro mengusulkan Imayati sebaiknya melamar masuk FORHATI. Alasannya, Imayati sudah berusia 32 tahun dan tengah mengikuti jenjang program doktoral (S3).
“Saya memberi impresi pada Ima. Cukup bagus dalam dalam memberi jawaban. Sekali tanya langsung tune. Misalnya soal kedaerahan, padahal tidak ada materi kedaerahan di sini. Yang ada adalah kebangsaan,” kata Siti Zuhro.
Imayati dalam daftar peserta memang telah berusia 32 tahun dan tengah menjalani studi S3. Karena itu, menurut Siti Zuhro, tidak pas lagi jika menjadi ketua KOHATI. “Ketua PB itu cukup S1,” kata Prof Siti Zuhro.
Dari delapan calon Ketua Umum KOHATI dalam memaparkan pandangannya, semua berkutat pada isu-isu kesetaraan gender, pengkaderan, dan kepemimpinan organisasi.
Masalah krusial kebangsaan sedikit terabaikan karena banyaknya masalah internal KOHATI itu sendiri. Yang sedikit baru adalah munculnya pandangan dan perhatian besar memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan kualitas kader. (lms)
Komentar