Kekuasaan Politik Mendominasi Penegakan Hukum

TILIK.id, Jakarta — Setiap hari masyarakat disuguhkan informasi terkait fakta dan peristiwa hukum dan politik. Salah satu
simpulan yang bisa ditarik adalah karakter produk hukum di Indonesia telah mengalami dominasi yang sangat kental.

Dominasi itu membuat konsentrasi energi hukum selalu kalah kuat dibanding energi politik atau kekuasaan.

Demikian pendapat yang dikemukakan pratisi hukum Chandra Purna Irawan SH MH dalam opininya yang diterima TILIK.id, Jumat (2/4/2021).

Ketua LBH Pelita Umat itu mengatakan,
konfigurasi kekuasaan atau politik yang terjadi terhadap perkembangan karakter produk hukum di indonesia telah mengalami dominasi yang sangat kental.

“Kentalnya konfigurasi politik terhadap perkembangan produk hukum dan implementasi telah mendegradasi penegakan hukum, sehingga hukum dapat disandera untuk dijadikan alat kekuasaan atau politik,” kata Chandra Purna Irawan.

Dia menambahkan, politik memiliki peluang yang sangat besar untuk melakukan intervensi dalam menciptakan produk hukum dan intervensi penegakan hukum.

“Intervensi politik dalam penegakan hukum sebetulnya tidak akan berjalan baik apabila tidak terdapat oknum penegak hukum yang dengan sengaja sukarela mendekat kepada kekuasan, tentu dengan beragam alasan,” katanya.

BACA JUGA :  Mencari Keadilan

Kedekatan pada kekuasaan bisa menjadi perselingkuhan dan berpotensi terjadinya penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dengan mengatasnamakan kepentingan dan kesejahteraan umum (public welfare) atau mengatasnamakan peraturan hukum sering kali terjadi dalam suatu pemerintahan.

“Hukum sering kali digunakan sebagai alat untuk mencapai maksud dan tujuan penguasa yang sulit dipertanggungjawabkan secara konstitusional,” kata Chandra.

Lebih jauh, Ketua LBH Pelita Umat ini mengatakan, agar tidak terjadi carut-marut hukum dalam tataran implementasi praktis, seharusnya dibangun di atas asas dan prosedur hukum yang diterapkan secara egaliter, menyeluruh, tidak tebang pilih dan tidak pilih tebang.

“Juga tidak menyimpang dari norma dan asas-asas hukum serta tidak menjadikan hukum sebagai dalih dan legitimasi untuk melakukan kebijakan politik kekuasaan.
Adanya persamaan kedudukan setiap orang dalam hukum dan pemerintahan, yang diakui secara normatif dan dilaksanakan secara empirik,” tambahnya.

Dengan demikian, kata Chandra, jika bepegang pada asas equality before the law (sama kedudukan dalam hukum dan pemerintahan), seharusnya tidak ada yang mendapat perlakukan istimewa antara satu dengan yang lainnya. (lms)

BACA JUGA :  HRS Dijerat Pasal Karet

Komentar