Identitas Sejarah

by: Ludiro Prajoko

Untuk Mahasiswa (Kepada siapa bangsa ini menggantungkan setangkai asa

BERSYUKURLAH kalian yang saat ini berstatus mahasiswa. Kalian tentu berumur kisaran 20-an awal. Bila bangsa dan Negara ini ditakdirkan awet, masih eksis dan berfungsi sampai ulang tahunnya ke-100. Kalian akan meniti perjalanan 25 tahun menuju masa depan. Ketika itu, kelak, kalian akan sampai pada umur kisaran 40 – 50-an tahun. Mentereng sebagai generasi, lapisan efektif yang mengelola bangsa dan Negara ini. Semoga kalian sehat lahir, akal, dan batin.

Tentu kalian generasi canggih. Tumbuh kembang dalam asuhan teknologi dan asupan digital. Hari ini kalian dijuluki Generasi Milenial. Julukan mewah yang mengecoh. Julukan itu tak memiliki nuansa ideologis. Julukan yang terdengar lebih cocok untuk urusan pelesir atau kuliner. Jelas, julukan itu tak mengandung muatan pokok untuk membentuk identitas sejarah sebuah generasi.

Mengapa perlu identitas sejarah? Karena dalam identitas itulah nilai, komitmen, semangat sebuah generasi mengkristal. Dan, melalui identitas itulah sebuah generasi layak dititipi harapan, juga didamba.

BACA JUGA :  Menteri yang Diborgol, Persaingan Pilpres pun Menajam, Mengeras

Bagaimana identitas sejarah itu diciptakan? Bergerak! Dan, selalu hanya dengan bergerak di jalan-jalan, berteriak, sembari mengibarkan bendera, menjulangkan umbul-umbul: Melawan segala ketidak adilan, penindasan. Memuliakan kepentingan rakyat, membuka jalan agar bangsa ini meluruskan langkahnya.

Dinamika politik Indonesia, melembagakan kebutuhan akan identitas sejarah itu melalui keharusan munculnya sebuah Angkatan. Hal yang, sejauh ini, tak terelakkan dalam sejarah politik dan kekuasaan di Indonesia. Tidak ada perubahan kekuasaan zonder Angkatan. Sejarah mencatat, yang paling gres: Angkatan 98. Namun sayang, ibarat barang elektronik, Angkatan 98 terlalu cepat menjadi barang jadul dan jorok, yang harus segera disingkirkan.

Tetap dan selalu seperti Zou Rong yang berteriak lantang: “Perancis tiga kali menyelenggarakan revolusi. Orang Amerika meraih kemerdekaan setelah perang tujuh tahun. Seperti itu atau tidak, kalian mesti membikin revolusi di China”. Dan, benar, Zou dan mahasiswa China waktu itu besar sumbangsihnya dalam revolusi 1911.

Memang, tugas generasi sekarang jauh lebih berat ketimbang anak-anak reformasi. Karena, Angkatan 98 sekadar menyingkirkan setan. Tapi, kali ini, generasi hari ini harus menyingkirkan iblis. Namun demikian, harus disadari sepenuh hati, penunaian tugas itu sangat elementer guna memenuhi persyaratan wajib: identitas sejarah yang akan menjadi basis legitimasi dan inventasi moral yang mengabsahkan kiprah 25 tahun yang akan datang.

BACA JUGA :  Respons KAHMI Menyikapi Omnibus Law UU Cipta Kerja

Paripurna DPR dengan gelagat dan tata laku mengendap-endap di malam hari, telah mengetokkan palu. RUU Omnibus Law Cipta Kerja (O Cilaka) resmi menjadi UU. Rejim bersikukuh O Cilaka itu benar, baik, tepat, dibutuhkan agar ekonomi segera meroket, Indonesia segera maju, rakyat segera sejahtera. Tapi, berbagai kalangan meyakini O Cilaka itu bertentangan dengan UUD, ngawur, bakal menyengsarakan rakyat, dan menjadi alat untuk menjual Negara.

Selanjutnya, buruh, mahasiswa bergerak. Aksi protes merebak dimana-mana. Musim semi telah kembali. Jalan mencipta identitas sejarah telah terbuka. Akankah aksi itu berakhir sekadar keriuhan menjelang akhir tahun?

Semoga kali ini, aksi itu menjadi sejenis puputan. Namun, bila hari-hari kedepan tak juga melahirkan dengan gagah berani Angkatan 20, setidaknya masih tersisa waktu untuk melahirkan Angkatan 22. Kecuali, bila kalian, generasi hari ini, hendak dicatat sebagai generasi yang tampil dengan cara yang nyaris seperti barang yang dipungut di jalan-jalan.

Komentar