TILIK.ID — Seorang alumnus Himpunan Mahasiswa Islam yang banyak terlibat di pengkaderan HMI, MHR Shikka Songge, menulis seruab terbuka kepada Presidium Majelis Nasional Korps Alumni HMI. Seruan yang beredar sejak Jumat pekan lalu itu viral di medsos-medsos keluarga besar HMI-KAHMI.
Apa isi seruan terbuka Shikka Songge tersebut? Rupanya seruan itu ingin menggugah nurani kawan-kawan dan sahabat-sahabatnya yang duduk sebagai presidium KAHMI nasional.
“Jangan sampai kelalaian Anda semua, menyebabkan segenap alumni HMI dituduh sebagai pengkhianat umat, bangsa dan negara!!,” begitu salah satu paragrap seruannya.
Berikut narasi-narasi seruan terbuka Shikka Songge yang dipantau TILIK.id dari grup-grup medsos keluarga besar HMI:
Seruan Terbuka untuk Mengetuk Nurani dan Intelektual Para Presidium MN KAHMI
”Jangan sampai kelalaian Anda semua, menyebabkan segenap alumni HMI dituduh sebagai pengkhianat umat, bangsa dan negara !!”
SAYA sangat berharap kepada saudaraku Presidium Majelis Nasional KAHMI segera melayangkan pernyataan moral sebagai bentuk kepedulian dan tanggung jawabnya pada umat dan bangsa. Setidak-tidaknya pernyataan keprihatinan bahwa negeri ini sedang dilanda demoralitas yang bisa meruntuhkan sendi-sendi bernegara, jika tidak dicegah oleh kaum intelektual yang memiliki nurani dan moral kebangsaan.
KITA sadar bahwa sendi-sendi kebernegaraan kita kian hari kian terkikis dan terus merapuh seiring dengan makin merapuhnya moralitas penyelenggara negara.
Betapa tidak mengkhawatirkan, Presiden Joko Widodo telah bertindak seolah-seolah dialah sebagai pemilik negara. Tindakan yang mengabaikan hakekat konstitusi dan rakyat pemilik kedaulatan negara. Ia memaksakan kehendak pribadinya melampaui hak dan kewenangannya sebagai Presiden dan Kepala Negara.
Keterlibatan Joko Widodo mengurus Pencalonan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden, serta berusaha dengan berbagai langkah kebijakan seperti mengelontorkan sembako dan BLT, mobilisasi aparat Polri, TNI, dan ASN untuk memenangkan Paslon 02: Prabowo dan Gibran adalah catatan buruk dan contoh buruk dalam sejarah demokrasi di Tanah Air.
Apa yang dilakukan oleh Joko Widodo dalam kapasitasnya sebagai presiden juga merupakan bentuk penghinaan terhadap Konstitusi Negara dan Kedaulatan Rakyat.
Moralitas KPU sebagai penyelenggara Pemilu (Pilpres dan Pileg) mendapat sorotan tajam publik atas berbagai indikasi kecurangan yang terjadi. Apalagi Ketua KPU Hasyim Asyari sudah sekian kali mendapat peringatan keras atas berbagai pelanggaran etik. Tentunya, pada Hasyim yang cacat moral itu sudah tidak bisa diharapkan, apalagi dipercaya untuk memutuskan hasil Pemilu terutama Pilpres dengan adil.
Proses penghitungan suara sistem sirekap dianggap bermasalah. Rakyat sudah mencium gelagat kecurangan KPU dari sekian anomali yang terjadi. Pertanyaannya, apakah kita sebagai kelompok insan akademik, masyarakat muslim terdidik dan terpelajar yang terhimpun dalam KAHMI ini, mau mengakui dan menerima begitu saja putusan Pilpres yang jelas-jelas bermasalah? Maukah kita memberikan kepada negara hasil-hasil yang dimanipulasi terstruktur, sistemik, dan masive?
Begitupula halnya dengan MK tidak lagi bisa dipercaya sebagai lembaga negara untuk mengadili sengketa Pemilu. MK tampaknya sudah bukan lagi tempat terakhir publik mencari keadilan.
Tonggak MK sebagai tiang pengokoh tegaknya keadilan hukum, tempat rakyat mencari keadilan, telah runtuh seiring dengan kasus MK meloloskan Gibran putra kandung Presiden Joko Widodo menjadi Cawapres sebagaimana tertuang dalam Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang lalu itu. Hal yang demikian itu sudah merupakan warning bahwa MK tidak akan bisa tegak lurus dalam memutuskan sengketa Pilpres setelah KPU membacakan putusan Pilpres pada 20 Maret 2024 nanti.
Satu hal lagi yang patut disoroti oleh MN KAHMI adalah kenapa MK dan KPU meloloskan Gibran maju sebagai Cawapres. Di sisi lain Gibran tidak memenuhi syarat kualitas dan konstitusional untuk menjadi pemimpin bagi jutaan rakyat Indonesia. Di mana letaknya akal sehat kehambaan seorang alumnus HMI di hadapan Allah? Sementara setiap kita telah mengangkat sumpah kepada Allah;
“Inna sholati wanusuki wamahyaya wamamati lillahi robbil alamin”
Semua bentuk ibadah kita merupakan manivestasi kehambaan kita kepada Allah. Kenapa kita mendiamkan sesuatu yang tidak pantas, berkualitas buruk diberikan untuk memimpin rakyat.
Bukankah kita kaum intelektual, kaum terdidik alumnus HMI adalah sebaik-baik kelompok yang hadir untuk memobilisasi lahirnya kebaikan bernegara dan mendekonstruksi atau mencegah lahirnya kemungkaran bernegara?
KEPADA Saudaraku anggota Presidium, Anda semua telah mengeluarkan biaya yang besar untuk merebut posisi menjadi Presidium Memimpin MN KAHMI. Rumah besar KAHMI tempat berhimpun kaum cerdik pandai anak-anak umat dan bangsa. Tetapi kenapa Anda semua diam, terpasung di saat para intelektual, para ilmuwan, Guru Besar, dan Doktor sudah turun gunung menyerukan gerakan moral. Mereka kaum terdidik, bagai resi dengan suara lantang menggelorakan dan menggemuruhkan buruknya sistem demokrasi, dominasi cengkraman oligarki, dan rusaknya sistem tata kelola bernegara, demoralisasi bernegara, rakyatpun tak berdaya menghadapi kekuasaan. Mana Suara KAHMI?!!??
Jangan sampai cinta kalian pada kekuasaan melebih cinta kalian pada kebenaran!
Jangan sampai cinta kalian pada kekuasaan melebih cinta kalian pada umat dan bangsa yang sedang tercederai!
Sehingga Anda semua mengabaikan hakikat kebenaran berbangsa dan bernegara!
Jangan sampai kelalaian Anda semua, menyebabkan segenap alumni HMI, kita semua dituduh alumni HMI hanya berorientasi pada kekuasaan politik dan ekonomi, tetapi di sisi lain nengkhianati perjuangan umat, bangsa dan negara!*
Ciputat,
Jumat, 15 Maret 2024
MHR. Shikka Songge
Komentar