Ludiro Prajoko
(Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa)
MAHASISWA kembali bergolak! Pergolakan mahasiswa selalu menyampaikan pesan berlapis: geliat kebangkitan sebuah bangsa yang tengah di ambang kehancuran, pemenuhan tanggung jawab moral kaum terdidik, keparahan kondisi sosial, politik, ekonomi yang sudah tak dapat ditoleransi, ….
Pergolakan mahasiswa dan tumbangnya presiden, menampakkan resiprokalitas khas perubahan politik Indonesia. Sukarno dan Suharto, dua presiden hebat, tumbang setelah mahasiswa bergolak. Tentu bukan semata karena pergolakan itu. Pergolakan mahasiswa membuka, mendorong, mengakselerasi, ….. kontak antar kuasa, sedemikian rupa, sehingga sang presiden jatuh.
Segera setelah aksi penduhuluan digelar, akhir bulan lalu, susul menyusul aksi mahasiswa diberbagai kota. Mereka berteriak: revolusi! Eskalasi yang tak sabar menunggu. Kali ini, warga masyarakat secara umum cenderung memberikan dukungan, memaklumi akibat yang timbul dari aksi itu: kemacetan, ….. .
Berbagai elemen masyarakat (Emak-emak, Buruh, Sopir, Pelajar, …..) antusias turut serta ber-aksi. Forum Purnawirawan Pejuang telah bersurat, siap bergabung dalam aksi mahasiswa. Amat logis, karena sebagaian terbesar anggota masyarakat memang merasakan derita akibat malpraktik pengelolaan urusan bernegara.
Kejengkelan umum juga membuncah, lantaran akal-akalan yang merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa-bernegara: tiga periode jabatan presiden, pemindahan IKN, radikalisme – terorisme,..
Tentu semakin panoramik bila gerakan mahasiswa kali ini, memberikan efek rangsang terhadap komunitas 212 yang semestinya mengelola ruang aruh tokoh sekelas IB HRS dalam perubahan politik yang niscaya ini.
Eskalasi gerakan Mahasiswa selalu berkait dengan dinamika pusat-pusat pengaruh dalam blok penguasa. Dekonsolidasi blok penguasa, pada titik tertentu, memang selalu terjadi. Mahasiswa tentu mencermati pertemuan Jenderal Andika dengan La Nyala Mattaliti, Ketua DPD.
Telah bulat disiapkan aksi mahasiswa serentak disebanyak mungkin kota di Indonesia, utamanya di Jakarta, pada 11 April nanti. Menghadapi perkemabangan itu, pihak istana merespon serius. Segera presiden, dengan bumbu marah-marah, menyeru kepada para menterinya agar berhenti omong soal tiga periode. Padahal, belum lama berselang, dengan enteng presiden omong hak masyarakat untuk usul perpanjangan masa jabatan atau tiga periode, karena negara ini menganut demokrasi.
Cuti lebaran telah diumumkan. Tampaknya belum waktunya ditambahkan pesan membawa oleh-oleh makanan khas daerah, semisal: bipang.
BLT Migor juga segera dikucurkan, 100.000/bulan dibayar tunai untuk 3 bulan sekaligus. Dengan pesan dan harapan benar-benar dibelanjakan migor. BLT ini membawa kegembiraan bagi penerimanya. Juga bagi penyelenggara negara kesejahteraan berbasis kartu. Selebinya: tipuan. Layaknya terapi aspirin guna meredakan demam penderita infeksi akut organ dalam.
Kabar dari Istana itu tampaknya tak cukup mempan meredakan gejolak masyarakat. Mahasiswa juga tak hendak surut. Isu telah mengerucut: lebaran tak punya baju baru tak apa. Asal, kita punya presiden baru. Jakarta tutup sampai Jokowi mundur, dengan tagar goodbye Jokowi. Seru mahasiswa.
Maka, dapat dimengerti bila penguasa: meretas moda komunikasi, mengintimidasi, meneror, para tokoh mahasiswa penggerak aksi. Juga kentara upaya pembelahan mahasiswa. Produksi lembaga tembakan memang menggejala belakangan ini. Lalu, muncul di istana, BEM Nusantara, bertemu Wiranto.
BEM Nusantara, boleh jadi, bermarkas di bumi perkemahan IKN, menyatakan tak bakal ikut aksi. Tentu saja. Bagi mereka memang sebaiknya makan-makan. Sebelumnya muncul Apdesi (abal-abal), layaknya kesetanan, bersorak gembira 3 periode.
Mahasiswa, juga bangsa ini, memang semakin nampak kategorinya: pembela rakyat-penjilat penguasa. Orasi menjadi pembedanya. Mahasiswa dan elemen bangsa yang bakal beraksi 11 April nanti, sebagai pembela rakyat, bermodal orasi: rangkaian kata yang otentik, menyuarakan gemuruh batin dan penderitaan rakyat. Getaran jiwa sebuah bangsa yang ditindas. Bangsa yang kemanusiaannya dicabuli oleh kekuasaan yang tak pernah berhenti merasa digdaya. Bangsa yang tak henti digarong harta dan kehormatannya.
Orasi para pembela rakyat selalu setala orasi Zou Rong, seorang tokoh mahasiswa patriotik China, yang gencar menggelorakan revolusi kaum nasionalis guna menyingkirkan dinasti Qing:
“Adalah keharusan untuk melakukan revolusi agar bangsa ini memiliki daya untuk hidup lagi. Perancis tiga kali menyelenggarakan revolusi. Orang Amerika meraih kemerdekaan setelah perang tujuh tahun. Seperti itu atau tidak, kalian mesti membikin revolusi …..”
“There is only revolution!” pekik Zou. Dan, revolusi kaum nasionalis China sukses menggulingkan dinasti Qing tahun 1911.
Tahun 2022, 111 tahun setelah revolusi China, Mahasiswa Indonesia, dimana-mana, kembali memekik: Revolusi, …. Revolusi! Bangsa ini, memang harus merevisi total tatanan hasil reformasi.
Selamat berjuang mahasiswa Indonesia!
Komentar