TILIK.ID — Dosen FISIP Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Dr. Drs. Teguh Yuwono, M.Pol menyebut penundaan Pemilu 2024 yang otomatis perpanjangan jabatan presiden adalah pelanggaran konstitusi.
Oleh karena itu, kata dia, agar kita semua tidak melanggar konstitusi, maka pada Oktober 2024 harus ada pergantian presiden dan wakil presiden hasil Pemilu 2024.
“Penundaan Pemilu 2024 melanggar konstitusi karena mekanisme siklus 5 tahunan diatur dalam tata kelola perundang-undangan,” kata Dr Teguh Yuwono, M.Pol.Admin dikutip dari Antara, Senin (17/1/2022).
Pernyataan Wakil Dekam FISIP Undip itu mengatakan hal tersebut menanggapi wacana penundaan Pemilu 2024, sebagaimana yang dilontarkan
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia.
Bahlil melempar wacana bahwa para pelaku usaha di Indonesia ingin agar Pemilu 2024 diundur karena situasi dunia usaha mulai kembali bangkit setelah terpuruk akibat pandemi Covid-19 dalam 2 tahun terakhir.
“Jadi, tidak bisa menunda pemilu dengan alasan pandemik Covid-19. Bahkan, negara-negara lain juga menyelenggarakan pemilu,” ujarnya.
Alumnus Flinders University Australia ini lantas mencontohkan Pilpres Amerika Serikat 2020 yang pelaksanaannya di awal wabah virus corona melanda dunia. Pemilihan langsung di Negara Paman Sam ini tetap berlangsung namun tidak ada masalah.
Menurut dia, kalau siklus 5 tahunan itu kemudian dengan alasan ini itu ditunda, justru berpeluang menjadi kaos (chaos) atau keadaan kacau balau.
Oleh karena itu, Presiden RI Joko Widodo selaku Kepala Negara harus memastikan tidak melanggar Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945.
“Justru harusnya pemerintah mempersiapkan segala kemungkinan terkait dengan pelaksanaan pemilu dan pemilihan kepala daerah pada tahun yang sama dengan kondisi seperti ini,” kata Teguh Yuwono.
Dia pun berharap media massa melalui pemberitaannya selalu mengingatkan para pihak, khususnya pemerintah, bahwa wacana penundaan pemilu inkonstitusional, bahkan bisa menimbulkan banyak persoalan.
“Apalagi, tidak ada aturan mengenai perpanjangan waktu dalam konstitusi,” kata Teguh. (ber)
Komentar