Feri Amsari: Keputusan MK Paling Netral adalah Pemilu Ulang

TILIK.ID — Pakar hukum tata negara Universitas Andalas, Feri Amsari, menilai bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) paling netral atau moderat dalam menyelesaikan sengketa Pilpres 2024 adalah menyelenggarakan pemilu ulang.

Feri Amsari mengatakan hal tersebut usai diskusi bertajuk ‘Dalil Kecurangan Pemohon PHPU Pilpres 2024 di MK: Mungkinkah Dibuktikan?’ di Rumah Belajar ICW, Jakarta Selatan, Jumat (29/3).

“Mereka, kan, kalau mengatakan ini curang, mereka, kan, tidak mungkin dalam ruang tertentu. Pilihan paling netral adalah pemilu ulang,” ujarnya.

“Misalnya ini suaranya curang segini untuk pasangan 02, mau dipindahkan ke 01 atau 03 langsung, kan, tidak juga bagus,” jelas dia.

Dalam konteks itu, Feri menyebut kecuali jika data yang ditemukan terkait kecurangan perolehan suara pada paslon tertentu itu valid.

“Kecuali dia ada data valid bahwa itu memang suara milik kubu lain. Tapi kalau dia tidak punya data valid ya ulang pemilunya,” ungkapnya.

Feri pun yakin MK dapat menghasilkan keputusan yang bisa mendorong pelaksanaan pemilu ulang.

BACA JUGA :  Rakyat Melawan dan Langit Mengabulkan, Bismillah AMIN

“Kalau saya melihat sepanjang hakim terpanggil hati nuraninya dengan berbagai peristiwa, sangat terbuka saya yakin pemilu ini diperbaiki melalui keputusan MK, salah satunya pemilu ulang,” ucapnya.

Peneliti Perludem, Fadli Ramadhanil juga berpendapat sama. Menurutnya, ada peluang permohonan kubu paslon 01 Anies-Muhaimin dan kubu 03 Ganjar-Mahfud MD dikabulkan oleh MK.

“Menurut saya peluangnya [mengabulkan permohonan para pihak] ada,” jelas Fadli dalam diskusi itu.

“Variabel yang mendukung itu ada konfigurasi hakim yang berubah. Ada dalil-dalil kecurangan yang disampaikan bukan hanya di ruang persidangan saja, sudah banyak praktik kecurangan itu yang dilaporkan ke Bawaslu,” imbuhnya.

Lebih jauh, ia pun menilai Bawaslu justru melakukan pembiaran terhadap pelanggaran-pelanggaran yang muncul selama proses pemilu.

“Banyak sekali pelanggaran-pelanggaran itu kemudian disetop hanya dengan sebutan tidak memenuhi unsur formil dan materiil,” katanya.

“Kalau kurang ya cari lagi dong, kan, punya aparatur sampai ke level TPS. Nah, ini yang menurut saya ruangnya mesti diuji ke MK,” tandas Fadli. |••

BACA JUGA :  Dipenjara karena Menolak UU Ciptaker, Syahganda Minta Jokowi Merehabilitasi Namanya

Komentar