Elektabilitas Parpol

Ludiro Prajoko
(Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa)

Voxpopuli Research Center  merilis hasil survei elektabilitas Parpol. Survei dimaksud dilakukan pada kurun 10-20 Agustus 2021, melalui sambungan telepon kepada 1.200 responden secara acak, di seluruh Indonesia. Margin of error dimaklumkan sekitar 2,9 persen, dengan tingkat kepercayaan 95 persen (Antaranews, 26 Agustus 2021). Artinya, sangat bisa dipercaya.

Hasilnya, empat Parpol papan atas: PDIP (15,8 persen) perolehan tertinggi. Disusul Gerindra (13,5 persen), Demokrat (11,2 persen) mengungguli Golkar (8,8 persen). Parpol papan tengah, berurutan: PKB, PSI, PKS, NasDem, dan PPP, dengan rentang perolehan 6,1 persen sampai 2,0 persen. Selebihnya Parpol papan bawah dengan perolehan antara satu koma sampai nol koma.

Menarik, pada papan bawah ini, Partai Umat memeroleh 1,5 persen, menggungguli PAN (1,3 persen). Tapi, PAN sudah bergerak cepat, merapat ke blok koalisi-kekuasaan. Tentu dengan pemikiran manuver itu bakal menyelamatkan, baik dari kehilangan kursi maupun kutukan politik.

Elektabilitas PDIP, Gerindra, dan Golkar: trio pendukung utama koalisi-kekuasaan, dianggap cukup mencengangkan. Karena menunjukkan rundungan korupsi ‘terbukti’ tidak mengubah sikap dan pilihan rakyat pada umumnya. PDIP juga menempati posisi teratas sesuai hasil survei Spektrum Politika yang dilakukan sebelumnya.

BACA JUGA :  Gagal Atasi Covid-19, Kenapa Pemerintah Cari Kambing Hitam?

Bagaimana bisa begitu?
Ubaidillah Badrun, pengamat politik (UNJ), menjelaskan: masyarakat yang terjaring sample survei kemungkinan apolitik. Masyarakat secara umum belum mampu mencerna dan mengambil sikap untuk memberi hukuman bagi partai yang melakukan korupsi paling jahat sepanjang sejarah republik, menggambarkan rakyat dan partai sama-sama berwatak koruptif. (hajinews.id, 25/08/2021)

Menilai Parpol pendukung utama kekuasaan, paling gamblang memang melalui aktivitas korupsi yang dilakukan aparatusnya. Isu-isu pokok dalam pengelolaan negara: hutang luar negeri, penegakan hukum dan HAM, praksis demokrasi, penanganan pandemi, produksi hukum-legislasi, … ,maupun isu-isu yang lebih ringan tetapi menyakiti hari rakyat: TKA, vaksin, Pantai Indah Kapuk yang bebas dari merah-putih, penanganan para penoda agama, ……. tentu saja juga menjadi tanggungjawab mereka, tetapi lebih rumit untuk dicerna rakyat.

Hasil survei Voxpopuli menjadi peringatan dini: Indonesia belum akan berubah, setidaknya sampai 2029. Boleh jadi akan semakin parah. Bagaimana bisa memercayai-mengharap Indonesia akan berubah, bila pemenang Pemilu nanti Parpol papan atas sesuai hasil survei itu?

BACA JUGA :  Upaya Kudeta Partai Demokrat, AHY: Tidak Terkait dengan Jokowi

Tapi, boleh jadi hasil survei itu tidak mencerminkan realitas yang sebenarnya. Ada kemungkinan, kata Badrun, survei yang dilakukan adalah survei bayaran, surveiRp yang menggadaikan prinsip-prinsip kebenaran ilmiah.

Terlepas dari kemungkinan itu. Hasil survey itu amat penting, paling tidak untuk, pertama: memberikan dasar pembenaran akrobat Situng KPU pada saatnya nanti. Pengalaman lalu, menunjukkan bahwa KPU menyerupai lembaga matematika politik. Kedua: membangunkan masyarakat sipil yang berkomitmen menegakkan demokrasi, agar segera malakukan upaya sitematis mengedukasi rakyat, dan bersama-sama menyelamatkan Indonesia. Ketiga: memikirkan cara guna mengubah skenario jalannya demokrasi prosedural. Mungkin tak perlu Pemilu 2024 nanti. Sebagai gantinya: amandemen konstitusi. Bila tak sepakat dengan cara itu, tentu bisa dilakukan cara lain.

Mengawali tahun 1997, kebanyakan rakyat belum membayangkan bakal terjadi gerakan reformasi yang berhasil memaksa P. Harto berhenti pada bulan Mei 1998. Sejarah menunjukkan, dalam politik, selalu tersedia cara …… . Hanya saja, jarang dijajaki melalui survei.

Cara-cara itu seringkali mewujud sebagai letusan-letusan kecil. Tapi, adakalanya dahsyad!

BACA JUGA :  MENYINGKAP ‘PARAS’ ILAHI

Komentar