Jangan Cengeng Lu!

Retno Purwaningsih
(Litigation Lawyer)

SUSAH menggambarkan pria yang satu ini. Mungkin bagi saya lebih mudah membuat surat somasi atau surat gugatan dibanding mendeskripsikan sosok pria satu ini.

Dimana setiap teman pria yang datang ke saya dalam sisi yang romantis dan manis tutur kata, dia hadir dalam sosok mulut tajam yang selalu siap membuat saya menangis dengan kata-kata pedasnya yang tajam penuh logika disaat saya sedang butuh-butuhnya disupport.

Tajam seperti silet.. kadang sadis.. tapi di dalamnya ada kebenaran, doa dan segudang pengharapan.

Saat itu pada waktu-waktu sulit saya, saya datang ke markas Tebet yang selalu menyambut saya seperti “home” yang sesungguhnya. Lalu dengan santainya saya dan Geisz Chalifah hanya membahas tentang film yang saat itu sedang diputar di ruang kerjanya.. serendipity.. saya ingat dia selalu bilang bahwa dia suka film itu.. Di situ saya sadar sebenarnya ada sosok lembut dan syahdu di dalam dirinya.

Kadang ketika bertemu dengannya sejuta kata resah dihati dan kepala jadi tidak terungkap.. karena selanjutnya pasti kami akan membahas hal lain yang lebih menarik.. filosofi, seni, musik, film dan segala hal yang sedang susah menjadi terlupakan

BACA JUGA :  ANAK DALAM POLITIK

Yang saya ingat dari Geisz Chalifah, beliau semacam ahli membaca keadaan dan masa depan.. Dalam keterpurukan saya ketika harus keluar dari Jaya Ancol, beliau yang slalu menyemangati dengan kata-kata: “Jangan cengeng lu.. Jangan nangis melulu.. Dunia ini luas untuk elu arungi.. Jadilah perempuan hebat yang diakui di dunia luas.. Jangan hanya di scope yang kecil.. Kapasitas elu itu lebih untuk dibuktikan di luar. Dan Allah kasih ini saatnya..dan jangan lupa maafkanlah semuanya..maafkan apa yang sudah terjadi supaya langkah lu ringan”.

Saya pamit pergi dari Ancol dengan motivasi kuat dan segudang harapan dari Geisz Chalifah supaya tidak usah takut dengn langkah ke depan, dan ternyata tidak perlu waktu lama untuk pembuktiannya.

Saya keluar dari Ancol Januari 2019, dan langsung diterima di salah satu law firm terbaik 15 terbesar Indonesia di kawasan elite SCBD Sudirman. Suatu hal yang bagi saya bagai mimpi setelah 17 tahun berbakti di lingkup Jakarta Utara. Tidak cuma itu, tidak lama setelah itu saya diangkat menjadi direktur di salah satu BUMD pertambangan minyak di Blok Cepu Jawa Timur sambil terus tetap berprofesi sebagai lawyer litigasi di Jakarta.

BACA JUGA :  Prof Mahfud, Riwayatnya Kini

Tidak lama setelah pengngkatan saya menjadi direktur, kemudian saya bertemu untuk reuni dengan Geisz Chalifah di Paul Lafayette. Satu kata yang terucap dari saya pertama kali.

“Pak, kita sudah sama. Saya sekarang direktur. Boleh saya traktir bapak kopi…”

Setelah itu tidak banyak kalimat yang terucap karena saya yakin Geisz Chalifah tahu sejuta terimakasih yang tidak bisa terucap dari bibir saya terhadap beliau. Seperti saya tahu kebanggaannya terhadap saya yang tersirat dari sorot matanya seiring dengan lantunan lagu  The Way it Used to Be dari Engelbert Humperdick.

Komentar