by Geisz Chalifah
SEBUAH bioskop berada di Jalan Keramat Raya, dulu namanya Keramat Theater kemudian berubah menjadi Grand Theater.
Bagi sebagian besar anak Jakarta angkatan 80-an ke bawah memiliki banyak kenangan dengan bioskop itu.
Di seputaran Senen ada lima bioskop yaitu: Senen/Rex, Grand/Keramat, Mulia Agung, Gitabahari dan Rivoli Theater. Namun yang paling legendaris dan menyimpan banyak memory adalah Grand Theater. Di depan situ maupun di sampingnya dulu dipenuhi lapak pedagang buku atau majalah bekas. Anak2 muda yang uang jajannya nanggung memilih untuk menonton di bioskop itu.
Bioskop Keramat/Grand Theater menjadi saksi bisu sejarah panjang kota ini. Romantisme kaum kelas menengah bawah Ibukota diwakili oleh keberadaan Grand Theater. Ratapan Anak Tiri, Benhur, The Ten Commandmends adalah film-film yang pernah diputar di situ dengan antrian yang panjang.
Bioskop itu telah lama tidak beroperasi, namun gedungnya masih berdiri kokoh walau nampak telah kumuh. Gedung itu seperti mengatakan: Aku Masih Ada Untuk Mengingatkan Siapa Kamu Dulu.W
Setiap melewatinya maka beragam peristiwa dimasa lalu kembali menarik ingatan yang bila dibukukan mungkin bisa menjadi satu buku utuh.
Oleh karena itu menjadi agak aneh bila *Si SMA NYA DI MANA & PARA LIBERAL UDIK* berbicara sok tau tentang Jakarta yang mereka tak ngerti sejarah kota ini, gak faham sosiologis masyarakat Jakarta. Lalu ngoceh macam-macam di akun mereka yang hanya menampakkan kedunguan mereka sendiri.
Demonstrasi penolakan UU Omnibus Law terjadi di mana-mana juga di Jakarta, namun anehnya fasilitas-fasilitas publik menjadi incaran entah siapa mereka yang melakukan itu. Nampak dari rekaman video orang yang melakukannya berbadan tegap dan terlatih. Demikian pula halte bus di jalan Keramat Bundar Senen mengalami nasib yang sama, apesnya Bioskop KERAMAT tempat berjuta cerita ikut dibakar.
Melihat gedung itu menghitam ada kesedihan mendalam ada cerita masa lalu seperti terkoyak.
Melihat posisinya yang berada di pinggiran jalan antara Keramat Bundar dan Keramat Raya, rasa-rasanya sulit untuk gedung itu difungsikan kembali apa lagi untuk menjadi bioskop.
Saya tidak tahu apakah infonya benar atau tidak: bahwa bioskop keramat tersebut merupakan lahan yang dimiliki oleh Pemrov DKI.
Bila gedung itu benar milik Pemrov maka kedepan sebaiknya dialih fungsikan menjadi taman publik yang akan menambah hijau wilayah Senen. Tentu saja akan menjadi lebih berarti ketimbang mendiamkan (meratapi) gedung yang telah menghitam.
Ruang publik berupa taman kota dengan replika bioskop Grand Theater di tengahnya akan menambah keindahan Jakarta dan semakin melenyapkan kesan angkernya daerah Senen yang selama ini dikenal dengan sebutan: Nerakanya Jakarta.
Komentar