TILIK.id, Jakarta — Berbagai organisasi dan lembaga di Indonesia seperti berlomba menolak Rancangan UU Haluan Ideologi Pancasila (HIP). Selain Majelis Ulama Indonesia (MUI), Pengurus Pusat Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (PII) dan Forum Alumni Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar juga menolak keras RUU HIP tersebut.
MUI Pusat dan daerah dalam maklumatnya yang diterima TILIK.id Jumat malam (12/6/2020) menyatakan menolak RUU HIP yang sudah masuk pembahasan DPR RI. MUI pun meminta kepada Fraksi-Fraksi di DPR RI untuk tetap mengingat sejarah yang memilukan dan terkutuk yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) terutama peristiwa sadis dan tak berperikemanusiaan yang mereka lakukan pada Tahun 1948 dan Tahun 1965 khususnya.
Dalam maklumatnya yang diteken Wakil Ketua Umum MUI, KH Muhyiddin Junaedi itu menyebut bahwa pasca reformasi,
para aktivis dan simpatisan PKI telah melakukan berbagai upaya untuk menghapus citra buruknya dimasa lalu dengan memutarabalikan fakta sejarah dan ingin kembali masuk dalam panggung kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Kebedaraan RUU HIP patut dibaca sebagai bagian dari agenda itu, sehingga Wajib RUUP HIP ini ditolak dengan tegas tanpa kompromi apapun,” kata Wakil Ketua Umum MUI, KH Muhyiddin Junaedi, Jumat (12/6/2020).
Dikatakan, jika maklumat ini diabaikan oleh Pemerintah, maka Pimpinan MUI Pusat dan segenap Pimpinan MUI Provinsi se-Indonesia menghimbau Umat Islam Indonesia agar bangkit bersatu dengan segenap upaya konstitusional untuk menjadi garda terdepan dalam menolak faham komunisme dan berbagai upaya licik yang dilakukannya, demi terjaga dan terkawalnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Penolakan serupa disampaikan Pimpinan Pusat Keluarga Besar PII. Mereka menyatakan, secara konseptual RUU HIP ini memiliki banyak kelemahan dan ketidakjelasan secara paradigmatic dan filosofis. Pancasila yang seharusnya menjadi Norma Dasar (Ground Norm) dalam pembentukan semua undang-undang, serta Pancasila juga sebagai dasar filsafat (Philosofisch Grondslag) yang mengandung pikiran, filsafat yang sedalam dalamnya bagi pendirian negara Indonesia, ketika menjadi sebuah undang-undang, maka Pancasila menjadi turun derajatnya (downgrade) menjadi norma biasa sebagaimana norma umum lainnya.
Pancasila tidak lagi menjadi sumber dari segala sumber hukum bagi semua produk hukum yang ada. Penghapusan sendi pokok Ketuhanan Yang Maha Esa dalam RUU HIP dan menggantikannya dengan Keadilan Sosial, berpotensi memarginalisasi peran agama dalam pembangunan nasional.
Menurut KB PII, RUU HIP memandang agama sebagai sumber masalah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Jika hal ini terjadi, maka wajah pembangunan nasional akan semakin jauh dari nilai nilai agama (sekuler) yang selama ini berperan membentuk Manusia Indonesia Beriman dan Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
RUU HIP menurunkan derajat (downgrade) Pancasila dari norma dasar (ground norm) menjadi norma biasa (common norm) serta menjadikan RUU HIP setara, bahkan menjad tandingan dengan konstitusi UUD 1945.
Padahal penafsiran paling autentik dari Pancasila adalah UUD 1945 mulai dari pembukaan hingga keseluruhan isi batang tubuhnya. Oleh sebab itu RUU HIP berpotensi memisahkan Pancasila dengan UUD 1945.
Atas dasar itu, dengan ini KBPII menyatakan sikap terkait Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yaitu:
1. KBPII keberatan dengan keseluruhan isi (bab, pasal dan ayat) dalam RUU HIP dan meminta DPR untuk tidak melanjutkan pembahasan RUU HIP.
2. RUU HIP bertentangan dengan konstitusi UUD 1945, dan apabila disahkan akan merusak dan mengacaukan aturan hukum bernegara.
3. Mendesak kepada Presiden untuk tidak mengeluarkan Surat Presiden (Surpres) pengiriman wakil pemerintah dalam pembahasan RUU HIP dan menolak membahasnya.
4. Mengajak kepada semua ormas keagamaan, organisasi profesi, kampus, LSM, media massa, dan komunitas masyarakat lainnya untuk bersama-sama mengkritisi dan menolak keberadaan RUU HIP karena akan merugikan kehidupan berbangsa dan bernegara.
5. Bangsa Indonesia sekarang ini tidak membutuhkan UU HIP, tapi lebih membutuhkan keseriusan pemerintah untuk mewujudkan tujuan nasional sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Demikian pernyataan sikap KBPII yang ditandatangani Ketua Umum
Nasrullah Larada, S.IP., M.Si dan Sekretaris Jenderal Ir. Asep Efendi.
Kemudian penolakan RUU HIP juga dikeluarkan oleh Forum Alumni Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar. Dalam pernyataannya yang disampaikan Ketua Forum Alumni UMI Dr H Iriyanyo Andi Baso Ence SH MH dan Sekretaris Syahrir Lantoni, mereka dengan tegas menolak RUU HIP inisiatif DPR RI tersebut.
Forum Alumni UMI menuntut agar segala upaya legislasi yang dilakukan baik perumusan, pembahasan dan pengesahannya untuk segera dihentikam.
Menuntut Pimpinan dan peripurna Sidang DPR RI utk membatalak proses legislasi RUU HIP yang berpotensi merombak, mengkerdilkan dan mendegradasi Pancasila yang merupakan dasar negara sekaligus sumber dari segala sumber hukum di NKRI.
“Menuntut pemerintah dalam hal ini presiden RI utk tidak mengesahkan RUU HIP yang berpotensi menyebabkan bangsa ini jatuh kedalam perpecahan, serta mengusut tuntas inisiatornya yang amat dimungkinakan membawah misi yang mengancam keutuhan NKRI,” kata Iriyanto dalam pernyataan sikap Forum Alumni UMI Makassar, Jumat.
Kemudian, menyerukan kepada seluruh rakyat, ulama dan cendkiawan, tokoh masyarakat serta seluruh aktivis yang peduli kepada keutuhan NKRI untuk mewaspadai bangkitnya gerakan komunis, gaya baru Marxisme dan Leninisme dalam kamufalse RUU HIP.
“Meminta dengan hormat kepada garda terdepan bangsa yaitu TNI, Polri dan segenap lapisan masrakat yang masih punya kepedulian terhadap negeri ini untuk segera melakukan tindakan masif terhadap setiap propaganda yang berbau komunisme, Marxisme dan Leninisme yang beredar di masyarakat sebagai bentuk tanggung jawab kepada Negeri ini,” katanya.
Sebelumnya sejumlah tokoh, pakar dan praktisi serta aktivis sudah mengeluarkan pernyataan terkait RUU HIP. Pengacara dan mantan anggota DPR RI Acmad Yani misalnya, sudah “berteriak” menyuarakan penolakan terhadap RUU HIP tersebut.
Hal sama juga dikemukakan pengamat dan pakar Hukum Tata Negara Dr Refly Harun SH MH. Bahwa RUU HIP tidak diperlukan. Pancasila sudah selesai dan tidak perlu didowngrade dalam sebuah undang-undang. (lms)
Komentar