Geisz Chalifah
TAK kurang 400 ekor kucing diberi makan setiap pagi di Ancol. Kegiatan yang nampak sederhana tapi sungguh tak sederhana. Fifi dan Fiona tiap hari bangun jam 3 pagi, mereka langsung bersiap, menyiapkan makanan untuk kucing-kucing, meraciknya, lalu mengitari seputar komplek rumah.
Jam 6.30 mereka memasuki kawasan Ancol di mana ratusan kucing sudah menunggu para malaikat bumi itu hadir.
Ancol ditutup tak ada restoran yang buka, tak ada manusia lalu lalang.
Kucing-kucing itu pastilah kelaparan.
Namun Allah SWT menggerakkan hati mereka untuk menjadi penyelamat kehidupan para mahluk bumi.
Awalnya para perempuan itu datang ke kantor saya, meminta akses untuk masuk Ancol selama ditutup. Tentu saja ada birokrasi yang harus dilalui, dan orang-orang di gerbang yang ditemui tak berani memberi ijin.
Cukup satu kali telepon ke GM Taman Impian Jaya Ancol, lalu kemudian wajah mereka menjadi tiket masuk ke kawasan wisata untuk memberi makan kucing di setiap pagi hari.
Beritanya terus bergulir hingga para kepala Dinas DKI terkait yang mengetahui kegiatan itu menyempatkan diri untuk hadir melihat secara langsung. Komunikasi terjadi lalu kolaborasi berlangsung.
Saya tak berperan sedikitpun, hanya sekadar menggunakan otoritas agar kebaikan itu berlangsung dengan mudah tanpa hambatan.
Lalu cerita tentang 400 kucing liar di Ancol menjadi percakapan publik.
Kekuasaan itu intinya sederhana: Gunakan untuk kemanfaatan orang banyak termasuk mahluk hidup lainnya; maka satu sama lain akan bertemu dalam kebaikan lalu menjadikan hidup lebih bermakna.
Suatu saat mereka bertanya apakah Gubernur DKI care dengan kucing-kucing liar?
Saya katakan: Tentu saja bahwa Gubernur memelihara kucing yang cacat di rumahnya dan dirawat dengan baik.
Para perempuan itu yang selama ini memiliki preferensi politik berbeda dan selalu mendapat berita negatif tentang Gubernur Anies Baswedan bertanya: Bisakah kami bertemu Gubernur DKI?
Saya janjikan bisa tapi ada syaratnya.
Mereka bertanya secara langsung: Apa saratnya?
Saya katakan dengan lugas namun dengan tertawa: Jangan Jatuh Cinta.
Tentu saja mereka mengenye’ pernyataan saya tersebut.
Lalu di sebuah sore di Balaikota Jakarta Gubernur menemui mereka, berbicara tentang program Jakarta menyangkut hewan-hewan liar dan taman-taman di DKI yang memperhatikan jarak tempuh burung.
Selesai dialog sore hari itu para penyayang kucing liar yang dalam tanda kutip “anti” dengan Gubernur DKI tersebut mengucapkan terimakasih atas waktu yang diberikan.
Sang Gubernur menjawab: Kami yang berseragam ini yang harus berterimakasih, kami yang memiliki kewajiban konstitusional. Keberadaan dan yang teman-teman lakukan ini sangat membantu Pemprov DKI
Selesai acara belum lagi meninggalkan Balaikota, berbagai komentar
yang bisa dikatakan cukupan berisik. Saling berceloteh: Kita gak nyangka Pak Anies humble sekali, ternyata pak Gubernur baik sekali. Pembicaraan mereka semakin ramai lalu saya menukas.
Apa gue bilang. syaratnya satu jangan jatuh cinta ternyata benerkan.
Dan sampai hari ini setiap bicara ada berita negatif tentang Gubernur DKI yang selalu disebarkan oleh para BuzzerRp, para mantan Ahoker itu berkata: Udah gak usah fitnah deh, Pak Anies gak seperti yang kalian katakan.
Kebenaran bagaimanapun dihambat selalu menemukan jalannya sendiri.
Kesadaran dan hati nurani manusia tak bisa dihambat hanya dengan bermodal meme berisi fitnah.
Sumber video lengkap:
Komentar