Nahdiana, Paolo Freire dari Cikoko

Oleh Geisz Chalifah

 

PEMPROV DKI dan warga Jakarta terutama kaum miskin, beruntung bukan saja memiliki Gubernur yang tahu persis bagaimana gagasan keadilan sosial di implementasikan, tapi juga memiliki seorang kepala dinas pendidikan yang faham dan punya nyali untuk melaksanakannya.Telah lama sekolah-sekolah negeri pavorit di Jakarta hanya menjadi miliknya kaum kelas menengah.

Dengan prasarat ranking dan sebagainya itu, kaum miskin selamanya tertinggal kalau tidak mau dikatakan terlindas oleh sistim yang tak berpihak.

Imanuel Kant menyatakan: Manusia hanya dapat menjadi manusia karena pendidikan.

Namun dalam pendidikan yang kita kenal bukan saja mengalami ekploitasi sebagaimana dikritisi oleh Ivan Ilich.
Ivan Ilich menulis secara tajam tentang eksploitasi dalam bidang pendidikan dalam bukunya: Deschooling Society.

Demikian pula Paolo Freire: Pedagogy of Freedom. Paolo Freire mengkritisi dengan menulis beragam buku salah satunya Pendidikan Pembebasan.

Model pendidikan pembebasan Paulo Freire adalah model  pendidikan  konsientisasi, terhadap masalah dan humanisasi. Humanisasi merupakan model pendidikan yang memandang Pendidik juga menjadi peserta didik dan peserta didik sebagai pendidik dalam proses pembelajaran. Murid tidak dijadkan celengan kosong yang kemudian guru mentransfer ilmu pengetahuan.

BACA JUGA :  Ketika Agustin Ramli Bernyanyi Theme Song Dunia Fantasi

Paolo Freire berkesimpulan hal yang demikian akan menghilangkan kritisme ada semacam banking education.

Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta bernama Nahdiana biasa dipanggil Ibu Nana, dia berawal dari seorang guru lalu menjadi kepala sekolah dan kemudian menjadi kepala Dinas Pendidikan.

Nana adalah anak Betawi yang lahir dan besar di Cikoko Jakarta Selatan, alumni SMA 28 Pasar Minggu Jakarta.

Dia bukan saja faham ketidakadilan yang berlangsung selama ini terkait pola penerimaan murid baru, tapi juga faham membuat solusi dan punya nyali untuk menghadapi gempuran kaum kelas menengah yamg selama ini menikmati sistem yang berpihak pada mereka.

Nahdiana melakukan terobosan; bahwa faktor ranking (prestasi) menjadi kriteria tapi juga zonasi dan umur juga layak disertakan. Agar keadilan bagi warga (terutama kaum miskin) bisa memasuki sekolah yang selama ini dianggap pavorit.

Keadilan sosial harus hadir di semua lini kehidupan terlebih dalam pendidikan yang merupakan amanat UUD.

Menurut ibu Nana, semua sekolah negeri di Jakarta biayanya sama alokasi anggaran juga sama, mengapa harus ada perbedaan yang tajam antar sekolah negeri satu sama lain.

BACA JUGA :  Pasca Ariza Patria Wagub, Adakah Perubahan Politik?

Bukan saja mempersempit jarak mutu antar sekolah (semuanya harus sama-sama meningkat). Perempuan bermental petarung ini mengatakan: Pemprov DKI juga membantu anak-anak miskin yang bersekolah di sekolah swasta dengan menanggung beban pembiayaan mereka.

Ibu Nahdiana bukan saja berteori tentang pendidikan pembebasan, tapi juga melakukan kebijakan agar “penindasan” pada kaum miskin melalui sistem yang tak berfihak bisa segera diakhiri.

Ya, Ibu Nahdiana Paolo Freire dari Cikoko.

Komentar