Membangun Kesalehan Sosial Anak

Oleh: Wirdanengsih
(Dosen FIS Universitas Negeri Padang)

ADA beberapa kegiatan anak di saat bulan Ramadhan ini. Tidak hanya ibadah ritual juga ibadah sosialnya. Anak tidak hanya melaksanakan kesalehan dalam menjalankan ibadah puasa secara hukum syariah, namun ada ibadah sosial yang lebih bermakna. Ibadah yang meningkatkan ketaqwaan kepada Allah juga membangun hubungan sosial manusia lebih bermakna.

Kita mulai dari ibadah shaumnya. Ibadah puasa atau shaum pada bulan Ramadhan ini hendaklah tidak dimaknai hanya dalam rangka melaksanakan kewajiban ritual saja, akan tetapi perilaku keseharian dalam menjalankan ibadah ini sebagaimana seorang muslim yang utuh.

Suatu fenomena hari ini, ada manusia yang memiliki kesalehan ritual yang tinggi seperti rajin sholat, rajin puasa dan umrah berulangkali, akan tetapi tidak peduli dengan tingkat kemiskinan masyarakat yang tinggi. Atau dengan kata lain, bisa dikatakan seolah-olah ada suatu mati rasa atas penderitaan orang lain.

​Hari ini banyak orang hidup mewah tapi di lain pihak tidak sedikit pula manusia tersebut tidak peduli atas kehidupan sesama. Disebabkan oleh kesibukan, baik kesibukan untuk menata diri secara internal maupun sibuk dalam urusan eksternal, seperti perebutan kekuasaan dan sebagainya.

​Sebenarnya ajaran Islam memiliki respon tinggi atas kesalehan sosial sesama manusia melalui zakat dan ibadah puasa di bulan Rsmadhan. Ibadah puasa memiliki nilai untuk mengembalikan mentalitas, bahwa manusia harus memiliki rasa kasih sayang, empati, sabar, jujur, dermawan dan senang menolong sesama serta membangun hidup dengan kesederhanaan. Termasuk juga menahan hawa nafsu serta memberi maaf kepada orang banyak.

BACA JUGA :  Darurat Korupsi dan Komunis

Semua itu menunjukan tindakan kesalehan sosial, karena shaum bukan sekadar menahan lapar dan haus di siang hari tapi menahan diri dari berbagai perbuatan yang tercela. Riwayat hadis Imam Jabir mengemukakan bahwa Rasullulah bersabda, nilai ibadah akan rusak oleh lima perilaku, yaitu berkata dusta, menceritakan kebusukan orang lain, mengadu domba, bersumpah palsu, memandang lawan jenis dengan syahwat. Jadi shaum dapat dikatakan sebagai alat kontrol diri atas prilaku menyimpang dari ketentuan Allah SWT.

​Selain ibadah puasa, pada bulan Ramadhan malam hari melakukan salat tarawih bersama, biasanya kesempatan bersedekah dan berzakat di buka seluas-luasnya di saat baik melalui kotak amal maupun langsung diberikan kepada panitia. Pada saat ini suatu peluang memberikan pendidikan bersedekah bagi anak-anak kita.

Salah satu kesalehan sosial adalah sifat empati. Empati adalah suatu kemampuan untuk memahami bagaimana orang lain merasakan suatu keadaan. Kemampuan ini ada melalui proses, di antaranya dengan mengenalkan dan mendiskusikan perasaan anak-anak, yang nantinya akan membantu anak untuk mengenali kapan kita merasa sedih, bahagia, kecewa, bosan, marah dan perasaan lainnya.

Bicarakanlah perasaan kita ketika dipukul oleh anak, katakan bahwa Anda marah dan dipukul itu menyakitkan. Bila kita terjepit, ungkapkan bahwa terjepit itu sakit sehingga kita meringis agar si anak mengetahui bahwa setiap manusia itu mempunyai perasaan. Ketika menonton televisi, tunjukan juga perasaan kita, baik berupa berita nyata maupun drama atau sinetron.

BACA JUGA :  Bubarkan Saja Kementerian Agama Kalau Bikin Gaduh

​Dalam menumbuhkan kesalehan sosial berupa empati sosial anak, tak kalah pentingnya adalah suri tauladan orang tua. Bila orang tua menunjukan sikap berbagi dan mau membantu orang lain, anak akan dengan sendiri belajar berbagi dan sudi membantu orang lain. Dalam mengembangkan empati sosial anak melalui latihan bersedekah, merujuk kita pada Al Quran.

”Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir, seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dikehendakiNya. Dan Allah Maha luas (Kurnianya) lagi Maha Mengetahui” (QS.2.261).

​Bersedekah, selain sarana beribadah dapat juga digunakan untuk melatih empati sosial anak. Adapun strategi yang bisa dilakukan untuk melakukan latihan anak suka bersedekah, di antaranya:

• Ceritakanlah tentang anjuran bersedekah melalui ayat Al Quran dan hadist Nabi lalu lakukan pengkajian makna daripada ayat dan hadist dengan bahasa yang dimengerti oleh anak serta memberikan contoh aktualnya dalam kehidupan sehari-hari. Karena bagaimanapun seorang anak dalam menyerap nilai-nilai yang disampaikan akan optimal apabila diberikan makna dari apa yang kita sampaikan dan mengkaitkan dengan contoh yang konkrit dan aktual.

• Membacakan kisah sahabat Rasullullah dan orang-orang yang suka bersedekah, seperti kisah Abubakar Shidiq yang menyerahkan sebagian hartanya untuk dakwah. Cukup banyak buku dan ada juga VCD di pasaran yang bertemakan tentang hikmahnya bersedekah. Maka kearifan orang tualah untuk dapat memilih bacaan yang edukatif terhadap anak. Apalagi orang tua dan keluarga lain suka membacakan cerita tersebut yang akan berpengaruh positif terhadap hubungan orang tua dan anak serta memperkaya perbendaharaan bahasa dalam rangka pengembangan lebih lanjut akan potensi bahasa dan sosialisasinya.

BACA JUGA :  Lip Service Dapat Dipidana?

• Keluarga, terutama orang tua dan guru serta lingkungan sekitar menjadi suri tauladan utama bagi anak.

• Melakukan pola pembiasaan terhadap perilaku bersedekah. Sebagai contoh, kita mengajak untuk menabung, setelah tabungannya banyak, tabungan itu dipergunakan untuk membeli sedikit kebutuhan dan kemudian di sumbangkan kepada fakir miskin dan ank yatim. Selain itu mengingatkan anak selalu berbagi dengan teman-teman akan makanan dan alat permainan yang ia miliki sehingga memjadi kebiasaan tersendiri bagi anak. ”Alangkah tidak enaknya kalau sesuatu berkah tidak berbagi dengan saudara-saudaranya.”

• Memberikan hadiah, baik hadiah berbentuk apresiasi atau penghargaaan kepada dirinya, maupun yang bersifat materi. Hadiah adalah salah satu bentuk pengetahuan yang membuat anak memahami bahwa apa yang ia lakukan itu suatu yang baik dan ini akan memotivasi anak untuk mengulang kembali dari tingkah laku yang dianggap baik tersebut.

• Mengajak anak melihat dan merasakan bagaimana kehidupan yang berbeda dengan kehidupan dirinya. Misalnya, melihat sisi kehidupan orang gelandangan yang mengais-gais sampah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, mengajak anak ke panti asuhan, tempat bencana alam dan tempat lainnya yang memerlukan uluran kasih sayang dan bantuan materi.

• Mengajak menonton film tentang perjuangan hidup orang miskin, orang terbelakang dan terabaikan.

Komentar