Kepala Daerah Dipilih Rakyat, Tidak Dapat Diberhentikan oleh Instruksi Mendagri

TILIK.id, Jakarta — Pakar Hukum Tata Negara Prof Dr Yusril Ihza Mahendra menanggapi langkah Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian yang mengeluarkan Instruksi No 6 Tahun 2020 terkait penegakan protokol kesehatan. Dalam instruksi itu, kepala daerah bisa diberhentikan jika tidak menjalankan UU terkait protokol kesehatan.

Dalam instruksinya Mendagri mengacu pada UU 23 2014 tentang Pemerintahan Daerah pasal 67 b dan pasal 78. Instruksi itulah yang dipaksi untuk memberhentikan kepala daerah.

Instruksi itu seperti menyasar Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang diminta klarifikasinya oleh Polda Metro Jaya, Selasa lalu. Polisi ingin mencari pelanggaran pidana dalam peristiwa kerumunan massa di Markas FPI Petamburan.

Menanggapi instruksi itu, Yusril Ihza Mahendra menyatakan instruksi Mendagri tidak dapat memberhentikan
kepala daerah. Kepala daerah dipilih oleh rakyat melalui pilkada langsung, sehingga tidak serta merta bisa diberhentikan.

“Apa yang jelas bagi kita adalah Presiden maupun Mendagri tidaklah berwenang membertentikan atau “mencopot” Kepada Daerah karena Kepada Daerah dipilih langsung oleh rakyat. Sebagai konsekuensinya, pemberhentiannya pun harus dilakukan oleh rakyat melalui DPRD,” kata Yusril.

BACA JUGA :  PSBB DKI Diperpanjang, Bulan Juni Masa Transisi, Protokol Kesehatan Tatap Berlaku

Instruksi Presiden, Instruksi Menteri dan sejenisnya, menurut Yusril, pada hakikatnya adalah perintah tertulis dari atasan kepada jajaran yang berada di bawahnya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

Yusril mengaku telah mendraft sejumlah UU yang diterbitkan pemerintah. Dari semua itu, sudah tidak mencantumkan lagi Inpres sebagai salah satu bentuk peraturan perundang-undangan.

Menurut Yusril, bahwa di dalam Instruksi Mendagri No 6 Tahun 2020 itu ada ancaman kepada Kepala Daerah yang tidak mau melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait Penegakan Protokol Kesehatan, hal itu bisa saja terjadi. Namun proses pelaksanaan pemberhentian Kepala Daerah itu tetap harus berdasarkan pada UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Dikatakan, UU Pemerintahan Daerah sekarang menyerahkan pemilihan kepala daerah secara langsung kepada rakyat melalui Pilkada yang dilaksanakan oleh KPU dan KPU di daerah.

“Pasangan manapun yang ditetapkan KPU sebagai pemenang, tidak dapat dipersoalkan, apalagi ditolak oleh Pemerintah. Presiden atau Mendagri tinggal menerbitkan Keputusan tentang Pengesahan Pasangan Gubernur atau Bupati/Walikota terpilih dan melantiknya,” beber Yusril.

BACA JUGA :  Klarifikasi Hasnaeni Semakin Mempersulit Posisi Ketua KPU

Dengan demikian, tegas Yusril, Presiden tidaklah berwenang mengambil inisiatif memberhentian Gubernur dan/atau Wakil Gubernur. Mendagri juga tidak berwenang mengambil prakarsa memberhentikan Bupati dan Walikota beserta wakilnya.

“Kewenangan Presiden dan Mendagri hanyalah terbatas melakukan pemberhentian sementara tanpa proses
pengusulan oleh DPRD dalam hal Kepala Daerah didakwa ke pengadilan dengan ancaman pidana di atas lima tahun,” jelasnya. (lna)

Komentar