Iuran BPJS dalam Pusaran Pandemi

Oleh: DR H. Abustan, SH.MH

MUNGKIN, sudut pandang paling “tepat” menilai kebijakan pemerintah menaikkan kembali iuran BPJS adalah dengan melihat sejauh mana negara mampu meyakinkan bahwa mengeluarkan kebijakan ini semata-mata untuk kebutuhan/kepentingan rakyat, dan menunjukkan kehadiran negara untuk menyelamatkan rakyat itu sendiri.

Tanpa alasan dan basis argumentasi yang kuat, tentu menjadi sulit bagi pemerintah menghindar dari berbagai tudingan yang ada. Keputusan Perpres yang dikeluarkan ini dianggap sangat tidak tepat, absurd, bahkan kita bisa menilai betapa rapuhnya keputusan-keputusan yang diambil oleh pemerintah sekarang.

Yang pertama, Keputusan dalam Perpres 64/2020 tentang perubahan kedua atas Perpres 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan. Sebelumnya Mahkamah Agung (MA) telah membatalkan Perpres 75 Tahun 2019 yang mengatur kenaikan iuran BPJS kesehatan. Ternyata Presiden kembali menerbitkan Perpres untuk menaikkan premi asuransi dari negara. Padahal materi yang sama sudah dibatalkan oleh lembaga MA sebagai putusan tertinggi di lingkup lembaga Yudikatif.

Kedua, kenaikan iuran BPJS ini di tengah pandemi Covid-19 dimana kondisi rakyat lagi terpuruk dan sengsara. Karena itu, keberadaan Perpres ini sangat mengejutkan dan terkesan dibuat serba tergesa-gesa serta tidak relevan dengan kondisi krisis ekonomi yang dialami masyarakat sekarang.

BACA JUGA :  Good Looking Dubieus

Padahal, pemerintah di sejumlah negara mencoba mengeluarkan kebijakan untuk menangulangi penderitaan rakyatnya, Indonesia tak terkecuali. Sehingga seharusnya semua kebijakan pemerintah fokus untuk membuat rakyat keluar dari kondisi terjepit, yakni yang membuat kehidupan rakyat makin miskin. Tentu langkah pemerintah demikian, patut diapresiasi.

Karena itu, di tengah tingkat kesulitan ekonomi masyarakat yang semakin parah akibat krisis kesehatan yang terjadi, maka seyogyanya pemimpin bangsa juga ikut merasakan penderitaan rakyat yang ada (sense of belonging) akibat wabah virus corona.

Dengan kondisi memprihatinkan yang ada sekarang, maka sejujurnya yang diharapkan dari pemerintah adalah memperluas perlindungan sosial. Terutama peruntukannya kepada level masyarakat menengah bawah. Jadi program bantuan sosial yang ada perlu skalanya diperluas dan jangkauannya lebih menyentuh kelompok miskin.

Artinya, bukan beleid yang memberatkan masyarakat atau kebijakan yang rata -rata menjadi korban adalah rakyat kecil. Perlu digaris bawahi Perpres 64/2020 yang menjadi korban adalah kelompok rentan (miskin) dengan mengatur besaran Iuran BPJS kesehatsn untuk priode Januari, Februari dan Maret 2020.

BACA JUGA :  Anies Baswedan Perpaduan Lima Presiden Indonesia

Perincian tarifnya kelas 1 Rp.160 ribu per orang per bulan, kelas 2 Rp 110 ribu per orang perbulan, dan kelas 3?Rp 42 ribu per orang per bulan.

Akhirnya, wabah Covid-19 memang punya banyak cerita tentang kematian, kehilangan penghasilan, pengangguran (PHK) dan banyaknya aturan yang di keluarkan oleh pemerintah (Perppu, Perpres, Kepres dll).

Padahal yang kita butuhkan adalah adanya tata kelola pemerintahan yang baik. Dan yang terpenting pula, jangan sampai pengorbanan terbesar justru dibebankan pada mereka yang paling rentan.

Sekian

Komentar