Mengapa Iran dan Italia Ambruk, China Pulih

Oleh: Fathorrahman Fadli
(Direktur Eksekutif Indonesia Development Research/IDR dan Dosen pada Fakultas Ekonomi Universitas Pamulang)

MENGAPA negeri-negeri yang merupakan jantung spiritualitas dunia sekaliber Iran dan Italia itu justru lumpuh di tengah wabah Covid- 19? Pikiran itu yang rasanya membangunkan saya pada pagi buta, tepat pukul 02.50 WIB. Roma lumpuh, Iran demikian pula adanya. Menyedihkan sekali!

Adakah kota-kota suci di dua negara yang penuh estetika dan kaya etika itu sedang mendapatkan serangan kekuatan anti Tuhan? WallahuA’lam. Yang pasti fakta-fakta menunjukkan, dua negeri itu kini menderita lahir dan bathin. Mereka belum mampu menemukan cara keluar yang dapat menyelamatkan kembali rakyatnya.

Tapi mengapa pula Tuhan tega membiarkan serangan itu datang pada negeri-negeri yang justru paling rajin bertaqarrub kepada-Nya? Bukankah Allah sendiri yang bilang. “Mendekatlah atau bertaqwalah padaku dengan taqwa yang sebenar-benarnya. Nanti pasti akan diberi jalan keluar.”

Ya…sudahlah. Bukan tempatnya kita berprasangka buruk pada Allah, karena prasangka seorang hamba itulah yang sejatinya apa yang manusia harapkan.

Mari kita lihat apa yang sedang terjadi di Iran beberapa waktu sebelum artikel ini saya tulis. Beberapa media internasional melaporkan, jumlah korban meninggal akibat Covid-19 di Iran mencapai 5.031 pada Sabtu 18 April 2020. Diberitakan juga, terdapat 73 korban meninggal baru dalam 24 jam terakhir. Kini Iran mencatat kematian di bawah 100 orang per hari, sejak lima hari terakhir.

BACA JUGA :  Negara Melenyap

Pemerintahnya mencatat, turunnya jumlah pasien yang meninggal sejak 14 April 2020. Jumlah kasus infeksi covid-19 sendiri mencapai 80.868, dengan 1.374 kasus baru selama 24 jam terakhir. Sebanyak 3.515 pasien di antaranya dalam kondisi ktitis.

Jumlah 3.515 orang itu bukan jumlah yang kecil untuk ukuran manusia. Anda bisa bayangkan, bila manusia tak berdaya itu kita jejer, pastilah akan lebih buruk pemandangannya daripada ikan pindang yang tak laku, lalu dipaksa dijemur jadi ikan asin. Belum aroma bau obat dan bau tak sedap tubuhnya yang berhari hari tidak mandi. Itu baru angka derita versi pemerintah.

Namun laporan dari parlemen di Iran menyebutkan jika jumlah kasus kematian di lapangan itu bisa membengkak dua kali lipat dari data yang dimiliki pemerintah. Sedangkan jumlah kasus infeksi bisa mencapai 10 kali lipat. Adumak, Ngeri sekali!!!

Memang, sejak awal Covid-19 ini menyerang dunia, Iran sering dikabarkan menjadi salah satu negara yang terinfeksi Covid-19, dengan jumlah pasien meninggal yang tinggi. Korban juga jatuh dari kelompok tenaga medis dan kesehatan, karena langkanya alat pelindung diri (APD). Seperti juga yang terjadi dinegeri ini, bahkan ada perawat yang mayatnya pun ditolak untuk dikubur.

BACA JUGA :  Amandemen, Alat Elite Bertransaksi

Untuk memenuhi kebutuhan pelayanan medis, Iran juga menyulap berbagai gedung non medis untuk rumah sakit Covid-19, di antaranya sebuah pusat perbelanjaan terbesar di Iran.

Bagaimana dengan Italia hari ini? Menurut update data 40 menit sebelum tulisan ini saya ketik, Italia masih tetap menjadi rekor tertinggi dunia. Italia mengkonfirmasi pada angka 175.972 penderita, 44.927 sembuh dan 23.227 meninggal dunia.

Negeri yang sangat dicintai oleh Umat Katolik sedunia itu kini tak lagi bercahaya. Wajah kota-kotanya pun suram, tak bertenaga. Begitu juga gedung-gedung dengan cita rasa arsitektural yang mewah nan artistik itu, semua berdiri kaku. Tak lagi ada kehidupan yang eksotik, disana. Semua istirahat, seperti sedang menghadapi kehidupan yang dijanjikan dalam alkitab, kelak akan datang suatu masa dimana malaikat meniupkan sangkakalanya. Lalu seisi bumi pun tertidur membawa kekhawatirannya masing-masing. Menimbang dosa atau pahala.

Sementara itu orang pintar sekelas profesor, mereka tak lagi sombong atas ilmunya, para ulama juga menggigil karena mulutnya tak sesuai dengan kelakuannya. Begitu pula para penguasa mulai mengkerut pantatnya. Mereka ketakutan atas kekuasaan yang digenggamnya telah mengubur amanah rakyatnya.

BACA JUGA :  Ulangi Pilpres Tanpa Jokowi

Di sudut lain para selebriti semuanya berwajah pucat pasi, penuh kegetiran; juga kedinginan yang menggigil tubuhnya yang molek. Mereka tak lagi dipuja-puja oleh karena setiap manusia berfikir dosanya sendiri-sendiri.

Dari pada ngeri melihat masa terompet itu berbunyi, lebih baik kita kembali kebumi. Lalu kita tengok negeri kafir bernama Republik Rakyat China.

Wahai Xi Jinping, apa kabar dengan rakyatmu. Baik-baik saja bukan? Sudilah kiranya engkau berbagi sukses mengatasi keganasan Covid-19 penduduk bumi ini. Engkau tak boleh egois, Jinping.

Aku tertarik pada kehebatan para pejabatmu. Tak satu pun pejabat dalam Istanamu yang terpapar Covid-19. Apa kira-kira rahasianya, Ping? Sementara mitra strategismu di Indonesia banyak juga yang jadi korban.

Apa juga rahasianya kota-kota penting di negerimu seperti Shanghai dan Beijing yang jaraknya tak jauh dari Wuhan kok tenang-tenang saja, Jinping?
Padahal New York, Teheran, Roma, Jakarta, Ekuador, yang jaraknya beratus bahkan beribu kilometer dari Wuhan itu semuanya terkapar lemas.

Pertanyaan penting Untukmu, wahai pemimpin komunis; mengapa negerimu cepat pulih, sedang bangsa-bangsa lain masih terkapar lemas. Adakah jawaban yang bisa engkau berikan sehingga kami semua warga dunia bisa menerima dengan nalar rasional yang benar.

Komentar