TILIK.ID — Delapan partai politik minus PDI Perjuangan sepakat menolak pemilu dengan sistem proporsional tertutup. Penolakan itu disampaikan kepada media usai pertemuan tujuh ketua umum parpol di Hotel Darmawansah, Ahad (8/1/2023).
Ke delapan parpol itu adalah Partai Golkar, Partai Nasdem, Partai Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Pertai Gerindra.
Pimpinan parpol yang hadir dalam kesepakatan itu adalah Airlangga Hartarto (Golkar), Muhaimin Iskandar (PKS), Agus Harimurti Yudhoyono (Demokrat), Ahmad Ali (Waketum NasDem), Achmad Saikhu (PKS), Amir Uskara (Waketum PPP), Zulkifli Hasan (PAN), dan Muhaimin Iskandar (PKB).
Satu parpol, yakni Partai Gerindra, berhalangan hadir. Namun Gerindra ikut dalam kesepakatan menolak sistem pemilu dengan proporsional tertutup tersebut.
Penolakan delapan partai politik ini bertemu untuk membahas sistem proporsional tertutup dalam pelaksanaan Pemilu 2024 yang diwacanakan oleh Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari.
Sebelum pertemuan, Waketum Partai NasDem Ahmad Ali menyebutkan, pertemuan ini membahas pernyataan Ketua KPU tentang proporsional tertutup.
Partai NasDem, kata Ali, menolak tentang sistem proporsional tertutup.
Sebelumnya, Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari menyebutkan ada kemungkinan pemungutan suara Pemilu 2024 dengan sistem proporsional tertutup atau memilih partai, bukan caleg.
Penolakan oleh delapan parpol parlemen itu sesuai dengan harapan masyarakat untuk menjadikan pemilu makin dempkratis. Apalagi sistem proporsional tertutup sudah dipraktekkan selama tiga kali pemilu.
Jika kembali ke sistem proporsional tertutup, maka hal itu kemunduran demokrasi. Sistem terbuka menjadi instrumen demokrasi yang memungkinkan rakyat memilih wakil dan pemimpinnya secara terbuka.
Dalam sistem tertutup calon legislatif ditentukan oleh partai dengan menggunakan nomor urut dan hanya mencoblos tanda gambar parpol. Ini berbeda dengan sistem proporsional terbuka di mana caleg dimungkinkan berkompetisi secara bebas.
Pada sistem ini pemilih akan mencoblos nama caleg yang ada di surat suara. Sehingga nonor urut tidak menjadi penentu lagi. Dengan sistem terbuka ini, maka demokratisasi melalui pemilu dapat dipertahankan. (lms)
Komentar