Ketua METI: Krisis Energi Ingatkan Pentingnya Energi Terbarukan

TILIK.ID — Krisis energi yang melanda dunia, terutama Asia dan Eropa bukan kali pertama, namun sudah beberapa kali dalam 50 tahun terakhir. Penyebabnya kebanyakan oleh supply dan demand energi fosil, yaitu BBM dan gas.

Demikian antara lain dikatakan Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Dr Ir Surya Darma MBA dalam siran terulisnya yang diterima, Jumat (15/10/2021).

“Ketika demand tinggi dan supplynya rendah maka akan terjadi rush terhadap kebutuhan minyak bumi dan harganya akan meningkat. Bahkan dalam sejarah harga minyak bumi pernah mencapai hampir 150 USD per barel minyak,” kata Surya Darma.

Namun, lanjut Surya Darma, pernah juga tercatat bahwa harga minyak turun sangat drastis sampai 14 USD per barel yang menyebabkan perusahaan minyak pada collapse.

Krisis yant parah terjadi saat perang Arab tahun 1970-an yang kemudian menyebabkan Krisis BBM. Tetapi ada juga harga minyak bumi bisa negatif, seperti terjadi saat Pandemic Covid-19 mulai tahun 2020 yang lalu.

“Hal ini menunjukkan bahwa harga energi dari fosil itu memiliki volatilitas yang sangat tinggi. Bisa menyebabkan harga energi yang sangat tinggi bahkan bisa mencapai USD 147 per barel,” ungkap Surya Darma.

BACA JUGA :  Pertamina Serahkan 305 Ventilator Untuk RS BUMN Di Indonesia

Saat krisis itulah, barulah berbagai negara memikirkan perlunya diversifikasi energi dengan mengembangkan energi terbarukan. Beberapa negara, termasuk Indonesia, latah melakukan diversifikasi energi ke energi terbarukan.

“Tetapi sayangnya, diversifikasi ini tidak berkelanjutan dilakukan. Ketika harga energi fosil kembali ke harga normal, maka mereka mulai melupakan lagi energi terbarukan. Mereka kembali mengembangkan energi fosil,” kata Surya Darma.

Padahal, tambahnya, sudah bukan rahasia umum bahwa energi fosil pasti akan berkurabg dan berakhir. Tentu saja kondisi ini akan berdampak juga pada harga energi fosil yang melambung tinggi.

Dalam berbagai kajian sudah disepakati bahwa banyak kelemahan energi fosil, jika terjadi kondisi darurat akibat keterbatasan di berbagai kawasan, maka harga energi juga akan terdongkrak naik juga.

“Kondisi ini tentu tidak terjadi dalam kasus energi terbarukan karena harga yang stabil, apapun kondisinya. Oleh karena itulah, krisis masa lalu dan krisis saat ini harusnya dijadikan pelajaran dalam mengembangkan energi, khususnya komitmen untuk mengembangkan energi terbarukan,” pungkas Surya Darma. (lms)

Komentar