Oleh: Komaruddin Rachmat
(Ketua Umum Badko HMI Jawa Barat 1981-1983)
TIDAK bisa dipungkiri Lafran Pane adalah figur yang sangat dominan di awal-awal berdirinya HMI pada bulan Februari 1947. Hal ini dimungkinkan karena Lafran Pane ketika itu umurnya (23), lebih tua dari rata2 pendiri HMI lainnya yang keseluruhannya merupakan mahasiswa Sekolah Tinggi Islam (STI) Yogyakarta tingkat pertama.
Seperti diketahui Lafran Pane lahir pada tahun 1922 dan meninggal pada tahun 1991 dalam usia 69 tahun. Mulai menetap di Yogya tahun 1945.
Usaha-usaha yang dilakukan kemudian setelah resmi berdiri adalah mensosialisasikan HMI di tengah masyarakat, dengan cara menyelenggarakan ceramah-ceramah tokoh-tokoh publik ketika itu, kemudian isi ceramah-ceramah tersebut dicetak dan diterbitkan sebagai brosur disebar ke nasyarakat. Dan hasilnya HMI dikenal luas dengan sangat cepat.
Saat ada kongres Perhimpunan Mahasiswa Indonesia (PMI) yang diselenggarakan di Malang pada 8 Maret 1947, moment itu dimanfaatkan untuk bergerilya.. Maka terbentuklah cabang-cabang HMI dengan cepat diseluruh kota yang dimotori oleh para peserta yang pulang kongres PMI yang telah terpengaruh oleh Lafran Pane dkk tersebut.
Antara lain dalam hitungan tidak terlalu lama setelah kongres PMI, terbentuklah HMI Cabang Klaten, Solo, dan Malang.
Dengan terbentuknya cabang-cabang di beberapa kota/perguruan tinggi, maka pengurus HMI yang dibentuk pada tgl 5 Februari 1947 ditetapkan sebagai Pengurus Besar (PB) HMI merangkap HMI Cabang Yogyakarta.
Kecepatan proses ini sangat luar biasa dan telah menjadi catatan sejarah HMI yang mengesankan sepanjang masa.
Perhatikanlah..
Kelahiran HMI 5 Februari 1947 bukanlah tanggal kebetulan kalau tidak ingin dibilang hal itu karena dipaksakan oleh Lafran Pane. Yaitu dengan alasan persiapan yang sudah matang. Dalam rapat pendirian tersebut, Lafran Pane dengan tegas mengatakan, “ bahwa bilapun ada yang tidak setuju dengan berdirinya Organisasi Mahasiswa Islam , maka Organisasi ini akan tetap didirikan pada 5 Februari karena dengan alasan yang sudah matang!”
Seperti diketahui pula bahwa bertepatan tanggal 5 Februari 1947 di Yogyakarta ada dua kegiatan besar yg mengiringi kelahiran HMI, di mana sepertinya Lafran Pane ingin menselaraskannya kelahiran HMI dengan situasi waktu itu.
Pertama adalah kegiatan Maulid Nabi pada 3 Februari 1947 ditandai peringatan tradisional Sekaten. Di sini nampaknya Lafran ingin mengesankan bahwa HMI adalah bagian dari sejarah dan budaya Yogya (nasional/kebangsaan). Yang kedua adalah pada b5 Februari 1947 itu juga, Kabinet RI melangsungkan sidang di Gedung Agung Yogyakarta.
Sidang kabinet tersebut membicarakan:
1. Penanda tanganan Linggarjati
2. Menghadapi sidang KNIP di Malang
3. Pembahasan Anggaran Belanja Negara dan Kemakmuran.
Nampaknya Lafran Pane ingin menghubungkan peristiwa sidang kabinet di Gedung Agung Jalan Malioboro dengan berdirinya HMI pada tanggal yang sama, sehingga dapat mencitrakan keduanya memiliki tujuan yang sama, yaitu “Mempertahankan Negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat bangsa Indonesia”.
Dengan begitu antara pemerintah dan HMI sama-sama memiliki kesamaan, yaitu sama-sama ingin mempertahankan Negara Republik Indonesia. Di sini terlihat kecerdasan langkah taktis Lafran dalam membumikan HMI di tengah situasi kritis.
Kemudian seperti yang telah menjadi sejarah, perjanjian Linggarjati yang disepakati di Kuningan Jawa Barat pada 25 Maret 1947 ternyata dilanggar oleh Belanda yang berujung krisis politik yang lebih parah. Menyusul pada 27 Juli 1947 berikutnya Belanda melakukan agresi militer pertama.
Bersama-sama pemerintah, tentara dan rakyat, HMI memanggul senjata melawan agresi tersebut melalui perang gerilya.
Karena Belanda terus menerus mengalami kerugian akibat menghadapi perang gerilya yang terus menerus itu, maka agresi militer pertama diakhiri dengan ditandatanganinya perjanjian Renville di atas geladak kapal Amerika Serikat yang bernama Renville.
HMI dan Masyumi menolak perjanjian Renville tersebut karena menganggap daerah kekuasaan RI semakin sempit, sementara PKI mendukungnya.
Bahkan HMI menuntut agar kabinet Amir Syarifudin dibubarkan karena bertanggung jawab atas menandatangani perjanjian Renville.
Dan setelah melalui pertarungan di lapangan maka FDR (Front Demokrasi Rakyat) yang Komunis sebagai mendukung Kabinet Amir Syarifudin berhasil dilumpuhkan oleh komponen yang anti perjanjian Renville termasuk HMI, maka pada 23 Januari 1948 Kabinet Amir Syarifudin jatuh.
Atas desakan HMI bersama kekuatan-kekuatan lainnya, maka pada 29 Januari terbentuklah kabinet koalisi Masyumi-PNI dengan Perdana Menterinya Muhammad Hatta merangkap Wakil Presiden.
Ketika peringatan Dies Natalis pertama HMI pada 6 Februari 1948, ternyata hampir seluruh biaya peringatan dibiayayai oleh Menteri Pertahanan, dan seluruh para petinggi sipil dan militer hadir termasuk Panglima Angkatan Perang RI, Jenderal Soedirman.
Tentu saja sejarah ini merupakan catatan bagi kader-kader HMI dari masa ke masa, karena ternyata seumur bayi HMI sudah terlibat dalam peristiwa besar sejarah, yang menentukan jalannya bangsa Indonesia kemudian.
Jenderal Sudirman pada Dies Natalis pertama itu mengeluarkan pernyataan bahwa HMI bukan saja Himpunan Mahasiswa Islam, tapi juga adalah Harapan Masyarakat Indonesia.
Komentar