TILIK.id, Jakarta — Wabah Covid-19 yang masih terus menebar ancaman tak diketahui kapan berakhir. Sudah lima bulan sejak kasus pertama ditemukan, belum ada tanda-tanda berakhir. Akibatnya, dampak ekonomi dan sosial makin terasa berat
Sektor pertambangan adalah salah satu yang ikut terdampak. Perusahaan-perusahaan mineral dan batu bara terpaksa harus mendayung di tengah ancaman Covid-19 ini.
Seperti apa kondisi industri pertambangan kita di tengah pandemi ini? Perusahaan tambang PT Agincourt Resources atau Tambang Emas Martabe menggalar Journalist Zoom Webinar pada Kamis sore (16/7/2020) membahas kondisi tambang Indonesia.
Peserta Webinar terdiri jurnalis dari semua media nasional dan daerah, khususnya Medan Sumatera Utara. Sedangkan keynote speachnya adalah Staf Ahli Manteri ESDM Prof Dr Iwandy Arief.
Pengantar seminar online disampaikan
Katarina Siburian Handono, Cooporate Communication PT Agincourt Resources yang menjelaskan langkah-langkah Agincourt di tengah pandemi Covid-19.
Pembicara utama Webinar Prof Dr Irwandy Arief dalam paparannya yang dipandu Pemimpin Redaksi Dunia Energi Dudi Ruhmana itu mengatakan, pandemi Covid-19 memukul semua sektor, termasuk pertambangan.
Dua keadaan yang menghantam sektor industri. Yaitu menurunnnya harga komoditas mineral. Dan kedua, Investasi atau proyek-proyek baru dalam upaya peningkatan efisiensi operasi terhenti.
Misalnya pada Januari 2020, pembangunan smelter terhenti yang berakibat pada terhentinya pengiriman peralatan, tenaga kerja dan pencairan dana pembangunan.
“Pada 27 Maret sampai dengan 5 April 2020, operasi pemurnian logam mulia PT Antam di Pulogadung terhenti,” kata Irwandy Arief.
Pada Awal April 2020, belum ada dampak signifikan. Hampir seluruh kegiatan pertambangan dan pengolahan dan pemurnian masih berjalan normal.
Penjualan mineral sampai awal April masih berjalan normal.
Namun realisasi produksi batubara sampai dengan Mei 2020 turun 10 persen dibanding capaian produksi pada periode yang sama tahun 2019 sebesar 250,3 juta ton akibat dampak pandemi Covid-19.
“Realisasi produksi emas tahun 2018 mencapai 135,25 ton, namun pada tahun 2019 terjadi penurunan produksi emas menjadi 109,02 ton,” ungkap Irwandy.
Akibat itu, penerimaan pajak dan kontribusi dari sektor ini mengalami penurunan. Yaitu Rp 66,12 triliun atau 5,3 persen pada 2018 dan minus 19,0 persen pada tahun 2019 ini.
Dampak juga terjadi pada pembangunan fasilitas pemurnian mineral. Terjadi delay pada 2020 sampai 2023. Apabila Pandemi Covid-19 berakhir pada pertengahan tahun 2020, maka pembangunan fasilitas pemurnian akan tertunda sampai akhir tahun 2022.
“Apabila Pandemi Covid-19 berlangsung sampai dengan akhir tahun 2020, maka pembangunan fasilitas pemurnian akan tertunda sampai tahun 2023,“ kata Irwandy lagi.
Produksi emas, realisasi produksi emas nasional tahun 2018 mencapai 135 ton. Kemudian tahun 2019 menurun menjadi hanya 109 ton. “Sampai bulan Mei tahun ini baru 10 ton. Kita tidak tahu apa yang terjadi sampai pada Desember 2020,” katanya.
Yang menarik dari emas ini, menurut Irwandy, adalah harganya yang tidak turun. Jadi kalau punya investasi, lebih baik bikin perusahaan tambang emas.
Hanya saja masalah yang dialami masih soal penurunan produksi akibat Covid. Karena itu, Irwandy berbarap perusahan tambang emas bisa kembali berproduksi secara noemal, khususnya PT Freeport yang lagi transisi ke tambang bawah tanah, dan lain-lain. (lns)
Komentar