Rumpang Trail sampai Rengasdengklok
Oleh: Geisz Chalifah
MINGGU pagi saya dapat telepon dari Lina Sari. Meminta saya datang ke Gedoeng Joeang 45. Ada acara sederhana di sebuah kedai kopi di dalam situ, merayakan Ulang tahunnya Chozin Amirullah.
Semua yang hadir adalah para relawan Pendopo sekitar 20 orang. Relawan pendopo adalah para relawan di Pilkada DKI Jakarta, yang “miskin” secara kemampuan finansial tapi kaya akan ide dan luar biasa militan. Namun saya tak mau cerita soal itu. Yang mau saya ceritakan adalah Gedoeng Joeang 45 dan kegiatan anak SMA di Jakarta di masa lalu.
Datang ke Gedoeng Joeang seperti mengembalikan ingatan kemasa lalu di masa saya SMA. Ada organisasi bernama IMADA, tiap tahun mengadakan lomba naik Gunung Gede, nama kegiatannya Rumpang Trail. Yaitu lomba naik gunung melalui jalur rumpang, jalur yang sulit karena kecuramannya mencapai 45 derajat sampat 70 derajat di medan pendakian.
Gedoeng Joeang 45 adalah tempat untuk mendaftar sekaligus tes kebugaran. Kami diwajibkan berlari 50 kali putaran di area lapangan di dalam situ untuk bisa lolos seleksi.
Selain Rumpang Trail ada pula gerak jalan Rengasdengklok—Jakarta. Dari Gedoeng Joeang kita diangkut dengan truk Tronton sampai ke Rengasdengklok dan esoknya perjalanan dengan jalan kaki sampai Jakarta dimulai.
Di malam hari sebelum lomba gerak jalan itu dilangsungkan kami dikumpulkan di tengah lapangan mendengar orasi dari seorang senior Mapala UI, Rudi Badil namanya. Saya tak mengenal secara pribadi, hanya tau saja dari berbagai perbincangan bahwa; Rudi Badil adalah pemilik nama besar dikancah para pendaki gunung.
Mengikuti Rumpang Trail maupun lomba gerak Jalan Rengasdengklok—Jakarta, adalah acara rutin tahunan yang saya ikuti bersama teman-teman COY (Camp of Youth) yaitu lembaga pecinta alam di SMA 7 Gambir Jakarta.
Tak hanya dengan IMADA beberapa kali juga kami diikut sertakan oleh Wanadri dalam beragam kegiatan, salah satunya berthema: Nyusur-nyusur Jalur, Mapai – Mapai Tapak.
Jangan tanyakan saya apa artinya karena sampai hari ini saya tak faham artinya, namun yang pasti di acara itu saya bersama Lody dan para senior saya di SMA 7 menjadi group terakhir yang mencapai finish di Cikutra di hari kedua di tengah malam yang dinginnya menggigit tulang.
Lody sendiri dimasa itu adalah anak muda ganteng pembalap Motor Cross yang banyak digemari fansnya yang umumnya perempuan.
Kembali ke Gedoeng Joeang 45, bagi banyak orang gedung itu punya sejarah panjang tentang perjuangan Republik Ini.
Tapi bagi saya dan mungkin teman-teman lainnya para pendaki gunung yang juga merasakan bahwa; Bila datang ke gedung tersebut untuk sebuah acara di masa itu, maka bisa dipastikan beberapa hari kemudian betis menjadi bengkak, tapak kaki menjadi berair karena gesekan kaki dengan sepatu yang dipakai untuk menaiki gunung yang kadang sambil berlari, atau jalan kaki beratus kilometer jauhnya.
#ItuCeritaGueManaCeritaElu
#SMALuDimana
Komentar