Mencari Keadilan

Perbandingan antara vonis terhadap pelaku tindak pidana korupsi dan vonis terhadap ulama

Oleh Chandra Purna Irawan SH MH      (Ketua LBH Pelita Umat)

BEBERAPA hari masyarakat kembali dikejutkan berita adanya pengurangan masa tahanan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang semula 4.5 tahun menjadi 3.5 tahun. Ini bukanlah kali pertama masyarakat dikejutkan berita tersebut.

Sabelumnya juga terdapat potongan masa tahanan semula 10 tahun dipotong 6 tahun sehingga menjadi 4 tahun. Vonis tersebut tampak seperti diskon besar-besaran terhadap vonis yang diterima sebelumnya di pengadilan tingkat pertama.

Berkaitan dengan hal tersebut diatas saya akan memberikan pendapat hukum (legal opini) sebagai berikut:

Pertama, bahwa pelaku tindak pidana korupsi merupakan kejahatan luar biasa, merugi keuangan negara dan merugikan masyarakat. Semestinya perlakuan terhadap pelakunya ditindak dengan berat seperti tindak terhadap pelaku terorisme. Keduanya sama-sama extra ordenary crime;

Kedua, bahwa memberikan vonis ringan atau merubah hukuman seorang terdakwa, termasuk mengurangi hukuman, merupakan kewenangan hakim. Namun, perlu diperhatikan bahwa perubahan itu juga harus mempertimbangkan rasa keadilan di masyarakat. mengubur rasa keadilan masyarakat sebagai pihak paling terdampak praktik korupsi, menyunat hukuman koruptor memiliki implikasi besar terhadap upaya pemberantasan korupsi. Berkurangnya hukuman koruptor semakin menjauhkan pemberian efek jera yang diharapkan timbul dari proses pemidanaan;

BACA JUGA :  Kudeta Demokrat, Harga Diri SBY dan Keluarga Dipertaruhkan

Ketiga, bahwa terdapat opini masyarakat yang membandingkan keadilan terhadap ulama kharismatik yang divonis 4 tahun penjara, lebih besar dari masa tahanan pelaku korupsi 3.5 tahun. Ulama tersebut divonis dituduh turut menyebarkan berita bohong terkait pernyataan yang menyatakan dalam keadaan sudah pulih/sehat. Ucapan tersebut adalah termasuk bagian dalam pikiran, sebab dirinya merasakan sudah sehat. Penilaian atas kesehatan diri sendiri adalah penilaian yang wajar sebagaimana penilaian pada umumnya seseorang yang merasakan sudah pulih dari rasa sakitnya. Dengan mengacu pada asas “cogitationis poenam nemo patitur” (tidak seorang pun dipidana atas yang ada dalam pikirannya).

Wallahualam bishawab

Komentar