by Ogie Ozi
HAJI batal? Opo iyo? Jawabnya bukan batal, tapi ditunda. Karena situasi dunia yang masih pandemi, sehingga pemerintah Arab Saudi memutuskan untuk hanya memberikan kuota haji kepada 60.000 warga yang sudah divaksinasi Covid-19 dan tinggal di negara tersebut.
Lalu bagaimana dengan Jemaah haji Indonesia? Sabar, dan yakin akan berangkat. Kenapa perlu yakin? Sebab sabar saja tidak cukup, harus yakin! Yakin yang bagaimana?
Yakin dalam agama itu ada tiga, ilmul yakin, ainul yakin, dan haqqul yakin. Tiga-tiganya harus ada.
Lalu bagaimana dengan dana haji yang sudah disetor? Yakinlah bahwa dana itu aman. Kaitan dengan masalah ini, tidak perlu khawatir.
Coba deh kita bedah. Dana yang dikelola Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) per April 2021 mencapai 150,35 triliun. Dana kelolaan BPKH berdasarkan pada PP 5/2018, dilakukan dalam bentuk penempatan di perbankan syariah, dan investasi dalam bentuk surat berharga syariah, emas (maksimal 5%), investasi langsung (maksimal 20%), investasi lainnya (maksimal 10%).
Dari sini sudah mulai paham belum? Kalau belum, dijelaskan lagi nih. Pengelolaan dana haji itu diatur dalam undang undang 34/2014 artinya sudah ada aturan hukum yang memayunginya. Selain terdapat aturan perundangan yang memayunginya, pengelolaan dana haji juga dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Jemaah. Artinya, dana haji yang dikelola oleh BPKH itu aman. Sudah tambah yakinkan?
Dana 150,35 triliun itu jumlahnya besar sekali. Dana 150,35 triliun inilah yang dikelola oleh BPKH sampai April 2021. Dana sebesar ini tidak mengendap, tapi dikelola dalam investasi, agar hasilnya bisa mensubsidi biaya pemberangkatan haji yang terus naik setiap tahunnya.
Gini ya penjelasannya…Contohnya, BPIH adalah rata-rata besaran biaya per embarkasih yang dibayar oleh jema’ah haji yang masuk porsi tahun berjalan. Besarannya mencapai sekitar 35 juta rupiah. Totalnya mencapai 50,23% dari presentasi sumber pembiayaan operasional haji per jema’ah tahun 2019. Di dalamnya mencakup biaya penerbangan perjema’ah sekitar 29 juta rupiah, serta living cost sebesar 5,6 juta rupiah. Sementara biaya haji riil itu sekitar 70 juta rupiah. Artinya, optimalisasi dana haji mencapai sekitar 34 juta rupiah. Artinya, subsidi yang diberikan oleh jama’ah mencapai sekitar 34 juta rupiah, atau 49,77%. Data ini seringkali jama’ah gak tahu.
Loh kok bisa? Begitulah faktanya. Haji memang bersubsidi. BPKH melalui kelola dana haji mampu mensubsidi sekitar 34 juta per calon jama’ah haji. Ini semua diaudit oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan).
Baiklah, sekarang kita pakai pendekatan ainul yakin.
Pernahkan lihat orang-orang yang baru pulang ibadah haji? Lihat orang berangkat dan pulang ibadah haji itu pasti sering. Mungkin sudah belasan hingga puluhan tahun pernah melihat orang wara-wiri ibadah haji. Pulang bergelar haji dan hajjah.
Jangan tanya mabrur atau gak, itu urusan pribadi dengan gusti Allah. Bukan urusan Kemenag atau BPKH. Bukan pula urusan travel haji. Tapi yang jelas, mereka berangkat dengan skema yang sama. Yaitu setoran awal, setoran akhir, dan seterusnya. Mereka bisa berangkat ke tanah suci dan kembali ke rumah masing masing dengan dana itu. Dari sini ketahuan juga kan, kalau dana yang dikelola itu aman.
Makanya, jangan mengkhawatirkan soal keamanan dana haji. Walaupun kemarin pemerintah sempat bilang dananya bisa diambil. Ini menunjukkan dananya ada dan ready. Tapi risikonya kalau diambil, bisa ngantri panjang lagi dari awal. Rata-rata 20 tahun. Sementara usia kita terbatas. Sayang kan?
Dari penjelasan yang menggunakan ilmul yakin dan ainul yakin ini, pasti jadi bertambah keyakinan. Nah kalau sudah bertambah, pasti sudah masuk haqqul yakin. Yakin yang sebenarnya setelah melalui proses ilmul yakin dan ainul yakin.
Jadi, jangan mudah termakan hoax akibat “keyakinan” yang goyah. Cari informasi dari pihak yang memang memiliki otoritas dan data akurat. Dan tetap obyektif agar kita tidak keliru memahami dan ambil tindakan.
Kudus, 15/6/2021
Komentar