Tragedi Ramadhan di Palestina, Israel Penjahat Perang dan Kemanusiaan

Oleh: Chandra Purna Irawan SH MH
(Ketua LBH Pelita Umat dan President of the IMLC /International Muslim Lawyers Community)

BEREDAR informasi di media bahwa telah terjadi kekerasan terhadap muslim di Palestina yang dilakukan oleh Israel, sementara muslim Palestina sedang beribadah di dalam masjid Al-aqsa.

Menanggapi hal tersebut di atas, saya akan memberikan pendapat hukum (legal opini) sebagai berikut;

Pertama, bahwa apa yang terjadi di Palestina adalah penjajahan. Saya pernah melaporkan atau menggugat ke International Criminal Court (ICC) dan UN tentang keberadaan Israel di Palestina tetapi gugatan tersebut hingga kini tidak ada respons;

Kedua, bahwa untuk menguatkan dalil Israel adalah penjajah dapat dilihat dari peristiwa Perjanjian Sykes-Picot pada 1916 antara Inggris dan Prancis. Inggris dan Prancis membagi peninggalan Khilafah Utsmaniyah/Ottoman di wilayah Arab. Pada perjanjian tersebut ditegaskan bahwa Prancis mendapat wilayah jajahan Suriah dan Lebanon, sedangkan Inggris memperoleh wilayah jajahan Irak dan Yordania. Sementara itu, Palestina dijadikan status wilayahnya sebagai wilayah internasional. Dan peristiwa sejarah Deklarasi Balfour pada 1917. Perjanjian ini menjanjikan sebuah negara Yahudi di tanah Palestina;

BACA JUGA :  Azis Syamsuddin Non Aktif sebagai Kader Partai Golkar

Ketiga, bahwa berdasarkan Putusan (Resolusi) 1514 (XV) dalam sidang Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada tanggal 14 Desember, 1960, dengan nama: “Pernyataan Mengenai Kewajiban Pemberian Kemerdekaan Kepada Negeri-Negeri dan Bangsa-Bangsa terjajah”(Decleration surl’octroi de l’indépenden aux pays et peuple coloniaux).

Kedudukan hukum dari resolusi ini sudah ditetapkan oleh Mahkamah Internasional (International Court of Justice) dalam keputusannya tanggal 21 Juni 1971, yang mengatakan bahwa: “Dasar hak penentuan nasib diri-sendiri untuk segala bangsa yang terjajah dan cara-cara untuk mengakhiri dengan secepat-cepatnya segala macam bentuk penjajahan, sudah ditegaskan dalam Resolusi 1514 dari Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB”.

(“Le principle d’autodétermination en tant que droit des peuples et son application en vue de mettre fin rapidement les situation coloniales sont enonceés dans la résolution 1514” – Court Internartional de Justice. Recueil, 1975. P. 31).

Keempat, bahwa berdasarkan Pasal 5, dari Resolusi 1514 (XV) itu memerintahkan: “Untuk menyerahkan segala kekuasaan kepada bangsa penduduk asli dari wilayah-wilayah jajahan itu, dengan tidak bersyarat apa-apapun, menuruti kemauan dan kehendak mereka itu sendiri yang dinyatakan dengan bebas, dengan tiada memandang perbedaan bangsa, agama atau warna kulit mareka, supaya mareka dapat menikmati kemerdekaan dan kebebasan yang sempurna.”

BACA JUGA :  Tak Pernah Solid, Suara NU Gak Boleh Diremehkan

(“Pour transférer tous pouvoirs aux peuples de ces territoires, sans aucune condition, ni réserve, conformément à leur voeux librement exprimés, sans aucune distinction de race, de croyance, ou de couleur afin de leur permettre de jouir d’une indépendence et d’une liberté complètes.”)

Kelima, bahwa kemerdekaan hakiki Palestina adalah hengkangnya Israel dari wilayah Palestina. Kemerdekaan Palestina tidak dapat dimaknai berdirinya 2 (dua) negara yaitu Israel dan Palestina, apabila itu terjadi sesungguhnya Palestina belum merdeka;

Keenam, bahwa mengacu pada sejarah sesungguhnya Palestina dan negeri-negeri muslim lainnya tidak dapat “dibebaskan” dari penjajahan sementara kaum muslimin masih “terkungkung” dalam negara kebangsaan.

Wallahualam bishawab

Komentar