Anies Baswedan
(Gubernur DKI Jakarta)
PASIEN itu baru saja ditutup kain putih. Ikhtiar manusia berhenti di situ. Semua alat dilepas, Ia telah jadi jenazah. Kematian dalam kesendirian, tanpa ada keluarga di sampingnya.
Siang itu, menjelang pukul 14, di RSUD Cengkareng, berdiri di depan layar tv, di ruang kontrol yang memonitor setiap pasien ICU, kami menyaksikan dari dekat.
Peristiwa itu dekat. Apalagi kain putih itu menutup wajah dan badan orang yang kita kenal. Momen yang tak berjarak.
Tidak lama kemudian, Kami menemui keluarganya di depan pintu ruang jenazah. Duka mereka terasa teramat dalam. Sesuatu yang tak pernah mereka bayangkan akan terjadi secepat itu. Kebersamaan dan gelak tawa berpuluh tahun keluarga itu, kini tersimpan menjadi kenangan.
Dalam hitungan jam, menjelang maghrib, jasad itu telah tiba di pemakaman dan siap dimasukkan ke peristirahatan terakhirnya di liang kubur.
Teman-teman semua, ini bukan fiksi dan bukan sekadar angka statistik. Ini akhir dari sebuah perjalanan anak manusia yang diterpa wabah: bermula dari tertular COVID-19 dan berujung pada kematian.
Penularan terbanyak saat ini menimpa klaster keluarga. Satu orang terpapar, lalu menularkan pada anggota keluarga lain.
Fakta saat ini, paling banyak yang terpapar adalah usia muda, tapi paling banyak meninggal adalah usia tua. Janganlah jadi penular. Ikutlah mencegah penularan.
Kurangi kegiatan di luar rumah, kecuali kegiatan mendesak dan mendasar. Saat pulang, maka taati protokol kesehatan. Mencuci tangan, memakai masker dan hindari kontak fisik dengan keluarga.
Pakai masker itu tidak nyaman, tapi ingatlah, terkena COVID-19 itu jauh lebih tidak nyaman.
Berjarak, tak bersalaman dengan keluarga itu terasa aneh, tapi ingatlah terpisah untuk isolasi bahkan berpisah selamanya itu jauh amat tidak nyaman. Jadi jangan lelah, jangan lengah.
Sekali lagi, virus itu bukan fiksi. Ini semua adalah nyata. Lindungi diri, lindungi keluarga, lindungi semua.
Komentar