TILIK.id, Jakarta — Ormas Front Pembela Islam (FPI) akhirnya diputuskan sebagai organisasi terlarang oleh pemerintah. Seperti apa salah organisasi yang didirikan Habib Rizieq Shihab. Pakar hukum tata negara Dr Refly Harun SH MH memberikan tanggapannya.
Menurut Refly Harun, pengumuman resmi pemerintah yang disampaikan Menkopolhukam Mahfud MD seperti show of force, karena dihadiri semua memteri terkait dan kepala lembaga negara yang berhubungan.
Refly menyebut yang menghadiri pengumuman itu seperti seolah ini masalah serius dan penerintah berdiri di jajaran yang paling hebat dengan jajaran semua menteri-menterinya.
“Ini berita yang luar biasa. FPI dinyatakan sebagai organisasi terlarang,” kata Refly dalam Channel Youtube nya, Breaking News, Rabu sore (30/12/2020).
Refly mengatakan, menurut yang dirinya dengar FPI ditetapkan menjadi organisasi terlarang pada 21 Juni 2020. Meski sudah menjadi organisasi yang dilarang, maka seluruh kegiatannya resmi dihentikan per hari ini.
“Tentu larangan sebuah organisasi ada alasannya. Kita tidak tau apa alasannya. Kita Tidak tahu apa alasan melarang Front Pembela Islam, karena sajak kedatangan Habib Rizieq sampai sekarang justru FPI banyak dirugikan,” kata Refly.
Misalnya kehilangan enam laskarnya, Habib Rizieq dijadikan tersangka, lemudian kasus chat mesum HRS dibuka kembali, dan dan lain sabagainya. Semua itu , bertubi-tubi serangan kepada FPI.
“Di tengah hiruk pikuk kasus-kasus itu, dan hampir bersamaan justru FPI dibubarkan. Pemburannya kan tentu ada alasan. Apa alasannya, karena kalau alasannya itu dinilai sejak Habib Rizieq pulang hingga sekarang, maka sesungguhnya yang banyak dirugikan adalah FPI sendiri. Itu satu,” kata Refly.
Beikutnya adalah, bagaimana FPI mau memperjuangkan anggotanya yang tewas kalau dia kemudian diamputasi kakinya sebagai organisasi. Bagaimana pula mereka mau memperjuangkan katakanlah dukungan kepada Habib Rizieq yang ada nuansa seperti dikriminalisasi.
“Kalaupun dia dijadikan tersangka dengan dasar hukum yang kuat itu bukanlah perkara yang luar biasa yang sesungguhnya,” kata Refly.
“Yang saya katakan di tempat lain banyak dilakukan seperti itu dan tidak juga dijadikan tersangka, karena yang namanya hukum pidana itu adalah kesempatan terakhir atau jalan terakhir,” beber Refly.
Pembubaran sebuah organisasi seperti FPI yang sudah eksis sejak tahun 1998, kata Refly, tentu tidak boleh sembarangan. Dia mengaku pernah membantah terhadap UU Keormasan pada 2017 yang memungkinkan pemerintah bisa membubarkan ormas tanpa proses hukum sama sekali, dan prosesnya dibalik. Yaitu organisasinya dibubarkan lebih dahulu baru kemudian organisasi itu melakukan challenges kepada pengadilan.
“Persoalannya adalah pembubaran itu tertuang dalam keputusan seperti apa. Apakah ada objek keputusannya, katakanlah tidak ada, tetap boleh dibawa ke pengadilan tata usaha negara,” ujar Refly.
Tapi, kata Refly melanjutkan, pengadilan tata usaha negara tidak membuktikan kesalahan FPI, apakah sudah melanggar hukum atau memenuhi butir-butir pembubaran sebagai sebuah organisasi.
“Pengadilan tata usaha negara tersebut, itu hanyalah membuktikan apakah tindakan pemerintah membubarkan FPI adalah tindakan yang sesuai dengan prosedur yang sudah diatur. Jadi bukan esensi dari pembubaran itu sendiri, tapi prosedur pembubaran itu sesuai atau tidak,” beber Refly Harun.
Dia pun mengaku waktu itu telah menyanggah Perppu pembubaran ormas di mana ormas dibubarkan dulu baru kemudian esensi belakangan. Dan ketika dichallenges, bukan esensi dari pembubarannya, tapi prosedur dari pembubarannya itu.
“Karena kalau soal pembuktian kesalahan bukan di pengadilan PTUM nya. tetapi di pengadilan negerinya. Ini yang menurut saya tidak kompatibel ya Perpu yang sudah menjadi undang undang,” katanya.
Tapi menurut Refly biarlah nanti sejarah yang menilai, apakah yang dilakukan pemerintah adil atau tidak. Apakah apakah yang diumumkan Proff Mahfud MD adil atau tidak. Karena Prof Mahfud dan Edward Hearid (Wakil Menkopolhukam) adalah orang UGM yang tahu pasti betul tentang hukum.
“Kalau Prof Mahfud kita tahu sangat mendukung adanya Perppu ketika ada gejala untuk membubarkan HTI tempo hari dan FPI mungkin dianggap satu nafas dengan dengan HTI sehingga saya kira secara ideologis tidak keberatan pembubaran itu,” kata Refly.
Sedangkan Prof Edward Hearidj adalah kelompok merah dalam politik Indonesia atau disebur kelompok moderat kiri. Dia bukan kelompok yang prefer dengan kelompok seperti FPI.
“Tetapi ini bukan soal ideologisasinya, tapi apakah tindakan pembubaran ini atau menyatakan sebagai organisasi terlarang ini adalah tindakan yang bisa dibenarkan menurut hukum dan konstitusi. Ini yang akan dibuktikan lebih lanjut dalam proses kedepan,” beber Refly Harun. (als)
Komentar