SIAPA yang tidak kenal dengan almarhum Ferry Mursyidan Baldan, tokoh politik senior yang sudah melalang buana di dalam dunia demokrasi di negara ini. Selain sebagai tokoh politik, almarhum Ferry M Baldan juga dikenal sebagai salah satu tokoh organisasi terbesar dan tertua di Indonesia yaitu Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Kiprahnya di rumah besar HMI sudah tidak diragukan lagi bagi kami yang pernah berproses di dalamnya. Di HMI almarhum pernah menjabat sebagai ketua pengurus besar (PB) HMI sekitar tahun 1990an. “Bang Ferry”, sebutan ini sah dan biasa disematkan bagi beliau oleh juniornya di HMI se Indonesia. Meskipun tidak semuanya bertemu langsung dengan almarhum, tapi setiap kader HMI se Nusantara pasti tahu siapa itu “Bang Ferry”.
Bang Ferry terkenal loyal dalam hal pemikiran, usaha bahkan dalam segi materipun terus berbuat demi terjaganya sumber mata air pengkaderan di tubuh HMI. Bang Ferry sering kali datang ke beberapa pengurus HMI di daerah baik tingkat badko ataupun cabang hanya untuk mengisi materi yang diminta oleh adik-adik pengurus.
Saya termasuk kader yang baru kenal dan bertemu langsung dengan almarhum Bang Ferry dikala galla dinner jalan sehat nasional KAHMI Majelis Daerah (MD) pada awal 2017 silam.
Sejak saat itu, saya semakin dekat dengan Almarhum Bang Ferry Mursyidan Baldan. Tepatnya, dikaala itu almarhum memanggil saya untuk merapat ke salah satu hotel di kawasan Nusa Dua Bali dan bertemu Bang JK yang kala itu menjabat sebagai Wapres Jokowi.
Pertemuan kami terbilang cukup singkat Namun bermakna. Kenapa? Karena almarhum langsung mengenalkan saya dengan Bang JK (meskipun dalam beberapa kesempatan sudah sering bertemu dengan wapres JK). Singkat cerita, pertemuan tersebut menugaskan saya untuk membuat sebuah acara KAHMI Nasional di Bali. Dan pada akhirnya 15 April 2018 kegiatan besar kami berhasil dibuat, tentunya dengan support penuh almarhum kala itu.
Pasca acara di Bali, Bang Ferry beberapa kali ke Bali. Dan saat tiba di Bali beliau langsung menghubungi saya. Permintaannya sederhana, hanya untuk menemani beliau untuk jalan sehat, atau sekedar sarapan pagi dan tentunya menemani (Ngudut) di hotel di kawasan Kartika Plaza Kuta Bali.
Bang Ferry ke Bali tidak sendiri, kadang datang bersama Kak Hanifah Husein (istri almarhum) untuk menikmati keindahan pulau Bali. Rutinitasnya pun sederhana, jalan sehat pagi di pantai Kuta, dan sarapan serta ngobrol soal politik nasional (wajar, karena almarhum adalah salah satu tokoh politik terkenal di negara ini).
Awal tahun 2020, almarhumah kembali datang, dan langsung menyuruh saya merapat ke hotel Anvaya di Jalan Kartika Plaza Kuta Bali. Pagi-pagi buta saya bergegas menuju tempat yang almarhum tunggu yaitu di halaman restoran dekat Pantai Kuta. Perintah beliau merupakan kewajiban bagi kami khususnya saya pribadi sebagai junior yang takdim terhadap senior.
Seusai sarapan, almarhum kala itu bertanya soal ibu saya yang sampai saat ini berada di Mekkah.
“Bagaimana kabar ibundahmu dek? Sudah lama disana? Kapan terakhir bertemu?” Tanya bang Ferry kala itu.
“Alhamdulillah sehat bang, setiap hari saling berkabar melalui sambungan telepon. Sudah lama bang, Insya Allah sudah belasan tahun tidak bertemu” sahutku sambil tersenyum.
“Kamu mau bertemu ibundahmu? Mau umroh?”. Tanya almarhum lagi.
Saya sontak kaget sembari menjawab pertanyaannya “Mau bang, tapi nanti kalau sudah diberi kelapangan rejeki dan kesempatan oleh Allah SWT”.
“Sudah berangkat saja, saya biayain,”Jawabnya dengan tegas.
“Izin bang. Nanti saja Insya Allah “. Jawabku kembali sembari mengalihkan pembicaraan dengan topik yang lain.
Namun, Bang Ferry kembali menanyakan hal serupa sebanyak tiga kali.
“Berangkatlah… temui ibundahmu. Saya yang tanggung jawab. Cari travel umronya dan segera diurus,” pintanya lagi.
Sayapun menjawabnya “Insha Allah adinda mau bang”. Sembari bergeming air mata tatkala menjawab permintaan almarhum.
Saat itu tentu saya berfikir, mungkin ini jalan Allah Azza Wa Jalla memanggil saya untuk menjadi tamu agungnya sekaligus momentum pertemuan saya pertama kali bersama ibunda tercinta setelah belasan tahun tidak pernah bertemu.
Keberangkatan saya ke tanah suci adalah salah satu momentum penting dalam hidup saya. Sesampainya di Tanah suci tentunya saya mendoakan almarhum beserta keluarganya. Berkat Bang Ferry saya melakukan dua ibadah sekaligus, yaitu ibadah religius karena bertemu dengan sang pemilik kehidupan dan ibadah psikologis karena berkesempatan bertemu dengan ibunda saya.
Saat pertemuan saya dengan bunda di Mekkah saya sempat memberi kabar ke beliau dan beliau senang dan terharu atas pertemuan kami.
Bang Ferry selain idola saya di dunia politik, sosial dan keluarga, Bang Ferry merupakan sosok Penuntun Jalan Kebaikan bagi semua orang wabil khusus pada diri saya sendiri.
Lama tak terdengar kabar dari Bang Ferry, namun saya masih bisa melihat aktivitas di linimasa maupun grup WA milik senior. Tapi tanggal 2 Desember kemarin saya mendengar kabar Bang Ferry sudah pergi mendahului kita. Jannah bang, segala kebaikan Abang akan menjadi penuntun Abang di keabadian.
Innalillahi Wa Innaillaihi Rojiun…
Allahumma firlahu warhamhu wa’afihi wa’fuanhu. Kesedihan tak berujung jika mengingat akan semua kebaikanmu bang, baik bagi keluarga, bangsa dan negara, HMI, KAHMI, dan wabil khusus saya bang. Amin.
Bali, 5 Desember, 2022.
Yang bersedih
Sultan Anshori
Komentar