Geisz Chalifah
PERSAHABATAN saya dengan Ferry Mursyidan Baldan berlangsung sejak tahun 80an, saat sama2 menjadi Aktifis mahasiswa.
Walau saya dan Ferry tak pernah berada dalam satu dataran yang sama setelah tamat kuliah. Ferry aktif menjadi politisi dan saya menjauh dari dunia aktifis, cuma fokus pada bisnis sebagai suplier keramik lantai lalu beralih kebisnis properti.
Namun berbagai undangan acara dan perbincangan politik tetap saya hadiri paling tidak untuk mendapat informasi tentang situasi yang terjadi.
Terutama dipertemuan alumni HMI.
Di tahun 2012 saya memulai gerakan membangkitkan musik Melayu bernama Jakarta Melayu Festival yang kemudian Ferry ikut terlibat aktif.
Namun di balik persahabatan puluhan tahun itu saya berkompetisi dengan Ferry di setiap forum yang dihadiri Umi Cia (seorang Ibu) aktifis HMI yang luar biasa semangatnya, umurnya jauh diatas kami sekitar 90 tahubn sekarang ini.
Persaingan yang tak pernah selesai itu adalah kami berdua bersaing mengklaim sebagai kader HMI yang paling disayang oleh Umi Cia. Tak ada kata mengalah apa lagi menyerah apapun dan dimanapun bila ada Umi Cia dan ada kami (saya dan Ferry) maka Umi Cia akan tertawa-tawa, bahkan anak dan menantunya harus rela menyingkir di saat itu.
Persaingan merasa paling disayang akhirnya berakhir. Saya harus mengaku kalah.
Jumat 2 Desember 2022, pemakaman dipenuhi manusia, suara lantunan salawat dan doa mengiringi jenasah Ferry Mursyidan Baldan.
Ketika jenasah dibaringkan ke liang lahat, saya berkata: Ferry, elu menang bukan hanya Umi Cia yang lebih sayang sama Elu, tapi ribuan sahabat yang hadir di pemakaman ini adalah hati2 manusia yang digerakan rasa persahabatan yang mendalam.
Selamat jalan Ferry, kita akan bertemu kembali di masa datang dialam yang kita semua pasti kembali. Insya Allah.
Komentar