TILIK.ID — Koordinator Presidium Majelis Nasional Forum Alumni HMI Wari (FORHATI) Hj Hanifah Husein tampil mengisi materi pada Latihan Kepemimpinan (LK II) yang digelar HMI Cabang Cirebon di Cirebon, Senin (14/2/2022).
Hanifah memaparkan tema optimalisasi peran kader perempuan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) di masa transisi. Masa transisi di sini adalah pra kondisi menuju tatanan baru atau new normal ymg kini tengah berlangsung.
Sedangkan peran kader perempuan HMI, diklasisikasi pada perannya sebagai mahasiswi dan sebagai muslimah insan cita sebagaimana rumusan tujuan HMI.
“Dengan starusnya ini, optomalisasi peran kder HMI Wati harus sejalan dengan program kerja yang akan dilaksanakan, kepedulian atau peka terhadap kondisi sosial, lingkungan, dll,” papar Hanifah Husein.
Dia pun membeberkan sejarah perempuan dalam menjalankan perannya di tengah masyarakat. Sebagai contoh dalam perjuangan Indonesia mencapai kemerdekaan bisa dilihat pada sosok pahlawan pejuang Indonesia.
“Perempuan pejuang kemerdekaan seperti Tjut Nyak Dien, Tjut Mutia, dan Kristina Marta Tiahahu. Melalui pendidikan bisa dilihat pada sosok Nyai Ahmad Dahlan, Rangkayo Rasuna Said, Dewi Sartika, Raden Ajeng Kartini (Literasi), Rohana Kudus (Jurnalis), Rahmah El Yunusiyah (Tokoh Pendiri Madrasah Diniyah Putri Padang Panjang),” kata Hanifah Husein.
Menurutnya, perempuan dalam menjalankan perannya tergantung pada budaya masyarakat dimana ia tinggal. Dari sudut pandang peran antara laki-laki dan perempuan, keduanya sama-sama melaksanakan peran dalam ranah domestik, publik, dan sosial. Namun dalam kenyataannya, peran domestik lebih banyak ditanggung oleh perempuan.
Selain itu, kata Hanifah, harus selalu kritis dalam menyikapi isu-isu yang sedang berkembang dalam masyarakat.
Perempuan memiliki peran strategis dalam aspek pembangunan.
“Hal ini karena perempuan bisa mengaktualisasikan dirinya dalam banyak hal sesuai dengan program prioritas, seperti bidang pendidikan, ekonomi, kesehatan, dll,” ujarnya lagi.
Untuk mengaktualisasikan peran itu, Hanifah mengatakan, perempuan harus mengevaluasi diri, bertransformasi, menumbuhkan sikap
melakukan perubahan dan meningkatkan kapasitas diri.
Sebab adanya budaya patriarki yang selama ini yang masih juga mengakar di pikiran masyarakat Indonesia menyebabkan adanya pemisahan antara ranah publik dan domestik yang erat kaitannya dengan ketidaksetaraan antara kaum laki-laki dan perempuan.
“Stereotip ini menganggap bahwa perempuan adalah makhluk yang emosional, lemah, dan tidak konsisten, juga menghambat keberlangsungan mereka di sektor publik,” ungkap Hanifah di hadapan peserta LK II HMI ini.
Seperti diketahui, menurutnya, peran langsung perempuan dalam masyarakat antara lain berupa pekerjaan sebagai pendidik, dokter, wakil rakyat, pakar ekonomi, dan mubalighat.
Jabatan dalam lembaga pemerintah (eksekutif, legislatif, yudikatif ), tenaga ahli dan profesional, IRT (pendidik anak), dll. Akan tetapi, kata Hanifah, Islam menganjurkan agar aktifitas perempuan di luar rumah tidak sampai mengorbankan tugas utamanya sebagai seorang istri dan ibu.
“Dalam Islam, perempuan adalah sosok yang menjadi tauladan bagi sebuah generasi, sehingga harus dipersiapkan secara matang untuk menuju suatu perubahan, mendapat kesempatan dan akses yang sama dengan laki-laki,” katanya.
Sesungguhnya Islam memberikan perhatian yang besar terhadap kaum perempuan dan menempatkan mereka pada posisi yang terhormat.
Posisi dan kedudukan perempuan dalam bermasyarakat dan bernegara, sebagai anggota masyarakat dan sebagai warga negara yang memiliki hak dan kewajiban (right and obligation), seperti firman Allah dalam Qur’an surah An-Nisa’ ayat 29-33.
“Dalam AlQuran itu menjelaskan bahwa Islam melindungi hak milik laki-laki dan perempuan. Tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan,” katanya.
Perintah Allah untuk berbuat adil dalam seluruh bidang kehidupan, baik ranah
domestik maupun publik sangat tegas, keadilan harus ditegakkan.
“Keadilan merupakan prinsip ajaran Islam yang harus ditegakkan dalam menata kehidupan manusia, prinsip harus selalu ada dalam setiap norma, tata nilai, dan perilaku umat manusia sampai akhir zaman,” pungkas istri Ferry Mursyidan Baldan ini. (lms)
Komentar