Mayliza Salwa & Perempuan Muda lainnya yang Tak Ada Kapoknya di Dekat Saya


Oleh: Geisz Chalifah

SAYA suka bila bertemu anak perempuan muda cerdas dan energik. Saya mendengarkan apapun cerita mereka baik itu menarik perhatian saya maupun tidak. Namun tetap selalu memilih menjadi pendengar yang baik.

Namun demikian tak jarang saya membuat mereka mangkel dan tak bisa berkata-kata.

Mereka marah dan ujung matanya berkaca-kaca. Entah soal baju yang digunakan dan sebagianya.

Bila busana yang digunakan agak terbuka, saya dengan enteng mengatakan: Taruh saja sekalian bandrol harga di jidad.

Mereka beralasan itu modis tapi buat saya, modis itu gak harus pamer bentuk bagian tubuh.

Walhasil bahasa saya seringkali agak tajam dengan argumen rasional yang sulit mereka bantah. Kecuali ngedumel dalam hati.

Lain waktu ada saja yang datang dengan menangis bercerita tentang masalah yang dihadapi. Dan saya menjawab: Dunia ga runtuh dengan airmata kamu. Melawan dunia bukan dengan airmata tapi dengan keteguhan.

Di sisi lain, saya suka memberi tugas mendadak. Seperti berpidato di hadapan Gubernur dsb.nya. Lalu rasa takut gagal, malu dan ga siap dijadikan alasan.

Saya tak pernah mau menerima alasan semacam itu. Harus siap, harus bisa. Bagus atau tak bagus urusan nanti. Anggap saja sebagai proses belajar.

Dan Meyliza Salwa pun menjawab dengan agak memohon: Iya bang saya mau belajar, tapi jangan tiba-tiba pidato di depan pak gubernur.

Saya tetap memberi waktu satu dua hari untuk dia membuat persiapan. Lalu Ibunya degdeg-an menjelang acara. Saat itu Meyliza masih menjadi ketua Osis SMA N 7. Saya membuat lomba konten kreasi destinasi wisata DKI Jakarta. Untuk siswa/i SMP dan SMA Sejabodetabek yang diikuti ribuah peserta. Dan 24 pemenangnya selain mendapat hadiah juga makan malam bersama Gubernur DKI Jakarta saat itu Anies Baswedan.

Saya meminta Meyliza duduk satu meja dengan Gubernur dan para kepala dinas terkait. Juga memberi sambutan di acara itu.

Alhamdulillah Meyliza berhasil dengan sukses. Selesai acara
Ibunya memeluknya dengan rasa bahagia, haru dan juga bangga.

Tak hanya Meyliza yang saya perlakukan seperti itu, jauh sebelumnya Niken Astri, Retno Purwaningsih sudah berkali-kali mengalaminya dalam situasi yang berbeda-beda.

Disebuah forum resmi bukan sekali dua kali saya meminta Niken menjadi pembicara dsb-nya.

Niken protes dengan segala alasan, saya menjawab: saya percaya dengan kapasitas kamu tapi jagan ngasih alasan cengeng. Bersikap cengeng (merasa ragu, grogi, dsb-nya) itu ga laku di depan saya.

Dalam hal seperti itu seringkali saya bersikap tiran. Tak mau dibantah tak mau diberi alasan.

Saya cuma punya satu kalimat: Otak kamu yang cerdas itu apa gunanya kalau tak dimanfaatkan buat orang banyak.

Hari berlalu bulan dan tahun berganti. Meyliza Salwa hampir dua tahun tak mau menghubungi saya.

Egonya terluka. Dia gagal masuk saringan Univ Negeri. Gengsinya terkoyak. Dia malu untuk menemui saya.

Beberapa hari lalu dia datang ke kantor, bercerita bahwa dia akhirnya berhasil lolos ke Universitas Brawijaya Jurusan Ilmu Politik. BDan Mey juga cerita dia sudah mengikuti LK 1 HMI di komisariat fakultasnya.

Esoknya saya telepon Mayliza dan memberi kabar. Selasa malam kamu datang ke iNews TV. Saya akan kenalkan kamu kepada tokoh-tokoh nasional. Seperti Fery Amsari, Pak Ugroseno, Aiman Wicaksono, Yudi Purnomo, dan lainnya.

Mayliza hadir di situ dan saya membawanya ke ruang khusus para nara sumber.

Mengenalkan kepada semua para pembicara. Ini adalah yunior saya
di SMA 7 Jakarta. Sekarang sedang menempuh kuliah di Universitas Brawijaya.

Meyliza di sambut dgn hangat dan para pembicara itu menyatakan bersedia hadir bila ada seminar yang diadakan oleh mahasiswa di kampusnya.

Saya tidak tahu apakah cara saya mendidik para yunior saya itu positif atau negatif dengan segala kelugasan yang saya miliki.

Cuma anehnya sepertnya baik Niken maupun Mayliza dan banyak lagi lainnya, seperti tidak kapok berada di dekat saya. Walau kadang saya tak memberi ruang untuk yang namanya alasan, bila itu menyangkut keyakinan saya kepada kapasitas yang mereka miliki.

Cerdas itu mahal dan tak semua orang memilikinya. |••