Oleh: Isa Ansori
(Kolumnis dan Akademisi, Tinggal di Surabaya)
TUJUH puluh lima hari sudah perjalanan kampanye pasangan Mas Anies dan Cak Imin melakukan perjalanan ritual menyerap aspirasi dan harapan rakyat Indonesia.
Berbagai latar belakang masyarakat mereka temui, suku, agama, budaya, pendidikan, pekerjaan dan profesi serta ragam kedudukan. Disanalah Mas Anies dan Cak Imin menemukan berbagai harapan masyarakat yang disematkan.
Kini memasuki minggu tenang, 11 – 13 Februari 2024 dan tanggal 14 Februari 2024, rakyat menentukan pilihannya.
Wajah-wajah peluh, sedih, berat dan guratan perjuangan hidup mereka sambut dengan tangan terbuka, pelukan hangat dan kelembutan serta ketulusan, tak peduli mereka mau pilih atau tidak. Bagi Mas Anies dan Cak Imin, mereka adalah warga negara yang harus didengar harapannya dan harus diperjuangkan untuk mewujudkannya.
Wajah senyum dan tulus serta serius adalah bekal beliau dalam mendengarkan aspirasi dan harapan masyarakat. Belanja masalah adalah bekal beliau berdua untuk mewujudkan janji konstitusi yang belia akan emban, mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Suasana haru pelukan dan tangisan Mas Anies dan Cak Imin, saya rasakan sebagai sebuah tautan hati yang tidak lagi hanya sekedar pasangan, tapi sudah menjadi tautan rasa dan keluarga, senasib dan sepenaggungan, serta tanggung jawab bagaimana mewujudkan mimpi–mimpi dan harapan–harapan masyarakat yang telah beliau denganrkan selama masa masa keliling Indonesia menjumpai warga masyarakat.
Suatu saat Mas Anies pernah berjumpa dengan warga kampung Aquarium, Suasana haru menyelimuti Kampung Akuarium, Jakarta Utara, saat Anies Baswedan, calon presiden RI 2024, mengunjungi tempat tersebut pada tanggal 14 Juli 2023. Kunjungan Anies merupakan bagian dari kampanyenya untuk Pilpres 2024.
Warga Kampung Akuarium menyambut Anies dengan penuh antusias. Teriakan dan sorak sorai terdengar saat Anies memasuki gang-gang sempit di kampung tersebut. Banyak warga yang ingin bersalaman dan berfoto dengan Anies.
Salah satu momen haru terjadi saat Anies bertemu dengan seorang ibu tua bernama Ibu Ijah. Ibu Ijah adalah salah satu warga yang terkena dampak penggusuran Kampung Akuarium pada tahun 2016.
Ibu Ijah menceritakan kisahnya kepada Anies dengan berlinang air mata. Ia mengatakan bahwa sejak digusur, hidupnya menjadi sulit. Ia harus tinggal di tempat yang sempit dan tidak layak huni.
Anies mendengarkan cerita Ibu Ijah dengan penuh perhatian. Ia kemudian memeluk Ibu Ijah dan berjanji akan membantu warga Kampung Akuarium jika terpilih menjadi presiden.
“Saya berjanji akan menyelesaikan masalah Kampung Akuarium. Saya akan membangun kembali kampung ini menjadi lebih baik,” kata Anies.
Janji Anies disambut dengan tepuk tangan dan sorak sorai oleh warga. Banyak warga yang berharap Anies dapat menepati janjinya.
Kunjungan Anies ke Kampung Akuarium meninggalkan kesan yang mendalam bagi warga. Mereka merasa diperhatikan dan didengarkan oleh Anies.
Momen haru pertemuan Anies dengan warga Kampung Akuarium menjadi simbol harapan bagi warga bahwa mereka akan mendapatkan kehidupan yang lebih baik di masa depan.
Ketika acara Desak Anies di Papua, seorang mahasiswa, Aslan Wajo sebagai perwakilan mahasiswa dan pemuda. Sebuah puisi yang menusuk nusuk hati yang peka, dalam goresan puisinya Aslan menyampaikan kegelisahannya, tentang kampanye yang merongrong hati rakyat, membujuk dan memanipulasi, apakah ini hanya sekedar untuk meraih kekuasaan?
Tujuh kali mengalami masa masa ini, tapi beum juga datang pemimpin yang melayani dan memahmai kebutuhan rakyat? Di hadapan Anies, Aslan mengatakan, Tuan semoga engkau mampu mewujudkan dan memberi harapan masyarakat Papua, mewujudkan keadilan, kesejahteraan dan kemakmuran.
“Pak Anies, perkenalakan saya Aslan Wajo, Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sorong, saya seorang anak petani yang ingin mewujudkan mimpinya di Bumi Cendrawasih ini. Saya makan kangkung yang ditanam mace-mace orang Papua, samakan ikan yang ditangkap oleh pace-pace orang Papua dan saya minum air dari tanah yang berkat yaitu tanah Papua. Maka di dalam aliran darah saya adalah bagian dari aliran darah orang Papua. Maka dari itu bapak, saya tidak minta banyak, kami semua hanya ingin titip masa depan Papua untuk Bapak.”
Sontak Anies berdiri dan bersalaman dan memeluknya. Sebuah pertautan hati yang penuh harapan dari warga Papua. Anies harus bisa menjaga dan mewujudkan harapan itu. Itulah perubahan yang diharapkan mereka.
Ketika Anies berjumpa dengan masyarakat penarik ojol, hal yang sama disampaikan harapan perubahan tentang nasib mereka yang tak dihargai, padahal mereka menjadi bagian yang memberikan keuntungan bagi para pengusaha transportasi online. Tak ada jaminan masa depan nasib mereka. Mereka berharap Mas Anies bisa member kepastian dengan member paying hukum. Dengan bijak dan sungguh Mas Anies mengatakan:
Tugas kami adalah membesarkan yang kecil dan melindungi yang besar, sehingga akan tercapai titik keseimbangan, semuanya harus diayomi dan semuanya harus bisa berbuat adil terhadap sesama.
Sebuah jawaban bijak yang menyejukkan bagi semua, bagi pekerja ojol, maupun para pengusaha transportasi online. Semua mendapat jaminan perlindungan
Di Surabaya, Mas Anies dan Cak Imin juga mendapatkan desakan dari salah satu perwakilan difabel, yang mengeluh minimnya fasilitas bagi kaum difabel. Aan begitu nama panggilannya maju ke panggung dengan menggunakan kaos bergambar paslon 3, Ganjar–Mahfud dan dibalut dengan baju kotak kotak.
Aan megatakan bahwa dirinya datang mewakili kaum difabel yang ingin adanya perubahan. Aan berharap bahwa pendidikan bagi anak anak disabilitas jangan hanya pendidikan formal, akan tetapi juga untuk pendidikan pesantren dan yang lainnya. Dan pekerjaan untuk disabilitas kalau bisa diberi peluang untuk bekerja. Pendidikan jangan hanya formal saja, kata Aan.
Anies Baswedan pun berdiri dan lantas memeluknya, lalu melanjutkan dengan mengatakan bahwa apa yang ditanyakan oleh Aan adalah komitmen kami, Anies dan Muhaimin.
“Saya dan Gus Imin punya komitmen untuk kita memulai perubahan dari mindset kita terhadap para penyandang disabilitas. Ketika kita membantu para disabilitas jangan ini dianggap sebagai charity, tapi sebagai pemenuhan atas hak-hak dasarnya. Ini haknya nomor 1, ini adalah penyandang disabilitas yang memerlukan fasilitas berbeda,” katanya
“Lapangan pekerjaan tiap rekrutmen pegawai minimal 1% disabilitas. Tinggal diteruskan ke nasional. Supaya tiap penyandang disabilitas punya kesempatan kerja,” lanjutnya.
Anies juga kemudian menegaskan bahwa pemerintah mesti mendengar kebutuhan para penyandang difabel. Jangan sampai hanya merasa paling tahu tetapi tidak bisa memenuhi kebutuhannya.
“Menyangkut kebutuhan disabilitas, pemerintah jangan merasa paling tahu. Pemerintah perlu bicara dengan penyandang disabilitas dari mulai teman tuli sampai semua penyandang disabilitas. Ajak bicara lalu siapkan kebutuhannya,” tandas Anies.
Sebagai relawan pasangan Amin yang tergabung didalam Aliansi Nasional Indonesia Sejahtera (Anies) Jatim, saya juga berusaha menyampaikan apa yang saya dengar di lapangan, di hadapan 100 perempuan melek politik, yang terdiri dari kaum perempuan dan ibu ibu pekerja sektor pabrik, ojol dan sektor lain, mereka mengeluhkan ketidak pastian nasib mereka sebagai pekerja kontrak, setiap tahun mereka was was apakah kontraknya akan diperpanjang atau tidak. Mereka butuh kepastian kontrak kerja mereka. Mereka berarap Omnibus Law bisa direvisi.
Hal lain adalah permohonan cuti hamil dan cuti ayah untuk mendampingi istrinya yang baru saja melahirkan. Mereka berharap kepada Mas Anies dan Cak Imin untuk meninjaunya agar lebih manusiawi dan berpihak pada kepentingan anak dan perempuan.
Berjuta harapan disematkan, berjuta asa perubahan dititipkan…. Kini tinggal bagaimana harapan itu bisa diwujudkan. Setidaknya pada tanggal 14 Februari 2024 harus ada ikhtiar yang dilakukan, agar harapan–harapan itu bisa diwujudkan.
Surabaya, 12 Februari 2024
Komentar