Isyarat Siksakanda di Balik Kick Off Kampanye Anies


Oleh Bang Sèm

HARI pertama Kampanye Pemilihan Umum — khasnya Pemilihan Presiden / Wakil Presiden RI — 2024-2029, Selasa (28/11/23), lebih punya makna pada pasangan AMIN (Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar) dan Ganjar-Mahfud. Tidak bagi Prabowo Subianto dan pasangannya.

Sebagai anak-anak saleh, Anies dan Muhaimin mengawali kampanye dengan sungkem dan beroleh restu kepada ibu kandung masing-masing, lantas beroleh daya dari keluarga dan tetangga terdekat.

Anies melakukan kick off kampanye di kampung Tanah Merah – permukiman rakyat yang pernah terabaikan dan tersingkirkan, lantas menjadi titik awal Anies memperjuangkan keadilan dan persamaan hak anak negeri pada Pilkada DKI Jakarta 2016. Lalu ke Jembatan Merah, Bogor, titik penting Pakuan Pajajaran. Muhaimin memulainya di Mojokerto, titik penting Majapahit.

Ganjar melakukan kick off kampanye di Merauke – Papua, akan halnya Mahfud di Sabang – Nangroe Aceh Darussalam. Keduanya, terkesan hendak menjadikan awal masa kampanye untuk mengisyaratkan penting dan utamanya persatuan kebangsaan. Sesuatu yang disemai dan diwujudkan oleh Anies selama lima tahun memimpin Jakarta.
Akan halnya Prabowo dan pasangannya tak ambil peduli dengan kampanye. Ia dan sejumlah petinggi negeri lebih memilih mengunjungi Presiden Jokowi di Istana Bogor. Sedangkan pasangannya menghabiskan waktu di Balai Kota Surakarta.

Khas tentang Anies Baswedan, memanfaatkan hari pertama kampanye untuk membentang garis awal perjuangan melakukan perubahan, menegakkan keadilan dan persatuan untuk kemakmuran bagi semua rakyat.
Garuda Mupuk

Anies dan Muhaimin (AMIN) boleh jadi capres – cawapres yang tidak disukai oligark (pengusaha yang cenderung mengendalikan kekuasaan) dan kerap dihalang-halangi para penyuka ketidak-adilan dan para pemelihara ketimpangan, ini menentukan dua titik keberanian , yakni :
Pertama, Tanah Merah di pesisir Jakarta Utara, salah satu titik penting garis perjuangan Fatahillah untuk menghadang dan menaklukan penjajah Portugis, serta mewakili kemenangan dan mendirikan Jayakarta;
Kedua, Jembatan Merah (Bogor) – salah satu titik kawasan sentra Pajajaran era Sribaduga Maharaja Prabu Siliwangi sampai Surawisesa membentang kemakmuran dari Rancamaya sampai Kaduhejo dan Mandalawangi. Titik bentang ‘Garuda Mupuk’ kawasan Pakuan – Pajajaran di atas bagian hulu Cisadane. Memanifestasikan warisan nilai perjuangan Tri Tangtu (Rama – pemimpin rakyat, Resi – cerdik pandai alim ulama, dan Prabu – pemimpin formal) dalam mengelola semesta.

Di antara dua titik perjuangan yang ‘dibentang’ Anies pada hari pertama kampanye, ia juga mengunjungi pendukungnya di Ciracas dan Cibinong. Dua titik penting wilayah perdikan dan Dayeuh Kolot Sunda Sembawa – Jayagiri dalam wilayah otoritas Tarumanagara (kemudian Pajajaran) antara Cisadane, Ciliwung, Citarum, dan Cimanuk.

Pada garis bentang awal – kick off kampanye Anies tersebut, mengusik saya untuk mengingat ulang wasiat purba yang relevan sebagai nilai dalam melintasi zaman sungsang, perubahan Abad XXI, Shang Hyang Çiksakandang ng Karesian – seperti saya tulis dalam buku saya dan allahyarham Setia Hidayat, “Sangkakala Padjadjaran” (2001).

BACA JUGA :  Jakarta International Stadium dan Formula E Jakarta

Zaman Galau

Shang Hyang Çiksakandang ng Karesian terdiri dari Sanghyang Dasakerta, berupa pedoman hidup untuk memperoleh kesejahteraan di dunia; dan Sang Darma Pitutur, berupa pedoman menjalani kehidupan ideal.

Sesuatu yang perlu diingat ketika kita kini berada pada zaman yang sudah dibangun di masa lalu berupa ekologi, ekosistem, ekonomi, dan politik untuk mewujudkan kemakmuran bagi seluruh umat manusia di atas pilar keadilan dan kesejahteraan.

Khasnya kini, ketika perubahan zaman mengubah cepat sistem tatanan kehidupan manusia dengan segala sub sistemnya, terutama yang terkait dengan politik dan kekuasaan. Perubahan yang tak terkendali, yang mengubah reformasi menjadi deformasi, dan menciptakan kondisi: Sok rajeun kamemelangan, mikiran diri pribadi, ti mana jeung rek ka mana. Cenah hirup kudu hurip. Waluya lahir jeung batin. Nyaho nu bener nu palsu. Ngan hese neanganana. Sok inggis salah pamilih. Palangsiang bener teh ngan ceuk sorangan. (Kondisi yang menciptakan kegamangan – ketidakpastian – keribetan – kemenduaan mewujud kekuatiran, karena berkembangnya egoisma -memikirkan kepentingan diri sendiri. Sehhingga tak lagi paham mengelola negara bangsa dari mana mau ke mana? Konon, hidup harus sehat lahir batin. Tahu memisahkan kebenaran dengan kepalsuan, meski susah mencarinya. Kuatir salah pilih. Jangan-jangan, yang benar pun, hanya benar kata diri sendiri).

Zaman galau yang memandang joget sesuka hati a la bajidor lebih penting daripada gagasa. Sesuatu yang dipandang menghina akal budi dan kualitas insaniah generasi baru. Lantas abai, muaranya kelak nagara kari ngaran (Indonesia hanya tinggal nama), dan kita leungiteun obor (kehilangan arah untuk menemukan kembali azimuth kebangsaan sebagaimana tersimpan baik dalam Pancasila (18/8/1945).

Garis bentang awal kick off kampanye yang dilakukan Anies dari Tanah Merah ke Jembatan Merah, saya pahami sebagai gerakan yang dibimbing pencipta pemilik kuasa dan semesta, Allah SWT untuk meraih kemenangan. Dimulai dengan kesadaran memberi isyarat perjuangan untuk menciptakan negara bangsa yang makmur untuk semua dan berwibawa di jagad dunia (global), seperti yang tesimpan dalam Dasakerta. Antara lain:
Ceuli ulah barang denge mo sieup didenge kenana dora bancana, sangkan urang nemu mala na lunas papa noraka; hengan lamun kapahayu ma sinenggu utama di pangreungeu. (Telinga jangan mendengarkan segala yang tidak layak didengar karena menjadi pintu bencana, penyebab celaka di dasar kenistaan petaka; Pelihara telinga untuk mendapat keutamaan dalam pendengaran). Maksudnya, mendengar dan menyimak aspirasi rakyat dan mengubahnya menjadi inspirasi dalam mengelola negara).

Waspada dan Jangan Gegabah

Mata ulah barang deuleu mo ma sieup dideuleu kenana dora bancana, sangkan urang nemu mala na lunas papa noraka; hengan lamun kapahayu ma sinenguh utama ning deuleu. (Mata jangan sembarang melihat yang tidak layak dipandang karena menjadi pintu bencana, penyebab bencana di dasar nista petaka; Pelihara mata guna mendapat keutamaan penglihatan). Kejernihan dalam melihat realitas, fakta yang teruji kebenarannya, sehingga penyelenggaraan negara mampu melihat setiap persoalan dengan jernih, obyektif, tepat, dan fokus. Dan, tidak memutar-balik fakta yang biasa dilakukan para petinggi penderhaka.

BACA JUGA :  Moral Demokrasi

Kulit ulah dipake gulang-gasehan, ku panas ku tiris, kenana dora bancana, sangkan nemu mala na lunas papa noraka; hengan lamunna kapahayu ma sinengguh utama bijilna ti kulit. (Kulit jangan digelisahkan karena panas ataupun dingin sebab menjadi pintu bencana, penyebab celaka di dasar nista petaka; Pelihara kulit untuk mendapat keutamaannya). Panduan untuk memandang dan menyelesaikan sesuatu perkara tidak pada permukaannya, sekaligus menyelesaikan persoalan asasi, sehingga apa yang berada di permukaan sungguh merupakan manifestasi keadaan sebenarnya.

Letah ulah salah nu dirasakeun kenana dora bancana, sangkan urang nemu mala na lunas papa noraka; hengan lamunna kapahayu ma sinengguh utama bijilna ti letah. (Pelihara lidah jangan asal kecap agar kita tidak mendapat celaka didasar nista petaka. Pelihara lidah untuk mendapat keutamaan). Pesan kesadaran untuk berkeadilan dan berpemerataan, bahwa apa yang terasa di lidah kita, adalah rasa yang sama di lidah rakyat semuanya.

Irung ulah salah ambeu kenana dora bancana, sangkan urang nemu mala na lunas papa noraka; hengan lamun kapahayu ma sinengguh utama bijilna ti irung. (Hidung jangan salah mencium karena dapat menjadi pintu bencana, penyebab nista di dasar petaka. Pelihara hidung untuk mengendus keutamaan). Pesan untuk meneliti dengan seksama sesuatu yang ‘harum’ dan ‘bau,’ sehingga dapat selalu waspada dalam menyelenggarakan negara.

Sungut ulah barang carek kenana dora bancana na luna papa noraka; hengan lamun kapahayu ma sinengguh utama bijilnya ti leungeun. (Mulut jangan sembarang bicara karena dusta menjadi pintu bencana di dasar nista petaka. Pelihara mulut untuk mendapatkan kemuliaannya). Pesan mendalam untuk berkemampuan melakukan komunikasi dengan khalayak, menyampaikan gagasan kebenaran dan keadilan. Membuang jauh dusta dan sikap ‘asal omong’ atau mempertikaikan ‘pepesan kosong’ yang membuang waktu dan energi. Pergunakan mulut dan keindahan retorika untuk menyampaikan gagasan kemaslahatan yang menebar kemanfaatan luas bagi seluruh rakyat. Bukan sekadar bicara. Jangan gegabah.

Suku ulah barang tincak keuna dora bancana na lunas papa noraka; hengan lamunna kapahayu ma sinengguh utama bijilna ti suku. Leungeun ulah barang nyabak keuna dora bancana na lunas papa noraka; hengan lamunna kapahayu ma sinengguh utama bijilna ti leungeun. (Kaki jangan sembarang melangkah karena akan menjadi pintu bencana, penyebab kita mendapat celaka di dasar nista petaka. Pelihara kaki untuk mendapatkan keutamaan. Demikian juga dengan tangan, jangan sembarang ambil karena menyebabkan petaka; pelihara tangan terpelihara, sehingga mendapat keutamaannya). Nasihat utama dalam mengelola dan memimpin seluruh aparatus negara (birokrat, tentara, polisi, dan lainnya) agar konsisten menjalankan fungsi utama yang diembannya untuk menggerakkan perubahan dalam mengayomi, melayani, dan melindungi rakyat.

BACA JUGA :  Trilogi Kesesatan Politik

Kendalikan Nafsu

Baga purusa ulah di pake kancoleh kenana dora bancana na lunas papa noraka; hengan lamunna kapahayu ma sinengguh utama bijilna ti baga lawan purusa. (Kelola nafsu dan jangan dipakai untuk sesuatu yang menyimpang dari tata nilai kehidupan, sehingga tidak menjadi bencana di dasar petaka). Pedoman penting dalam mengelola dan memimpin diri, khususnya pengendalian nafsu berkuasa, sehingga mampu menjadikan otoritas untuk kebaikan dan kebahagiaan seluruh rakyat. Termasuk juga nafsu yang paling berbahaya, syahwat kepongahan. Kalau sudah terpelihara seluruh nafsu, sempurnalah langkah membawa rakyat mencapai kebahagiaan. Demikian pula perbuatan sang raja.

Perjumpaan Anies dengan rakyat di daerah Jembatan Merah, sekaligus mengingatkan, bahwa perjuangan tak ringan harus dilakukan melawan siapa saja yang mendahulukan muslihat untuk mencapai hasrat dan nafsu mereka menguasai negeri.

Di sisi lain, pergerakan Anies di hari pertama kampanye dari Tanah Merah ke Jembatan Merah, juga saya pahami sebagai isyarat bagi seluruh relawan dan pendukungnya untuk berjuang menggerakkan perubahan dengan sebersih-bersih tauhid, ilmu pengetahuan, dan strategi (formula). Melalui kerja profesional sebagai jalan pengabdian hidup manusia, baik bagi lingkungan sosial terkecilnya (keluarga), masyarakat, negara, bangsa, agama dan Tuhan Mahaesa.

Etika atau moralitas dengan sendirinya menjadi utama, seperti tercermin dalam komitmen hulu Cisadane : Inya karma ning hulun, saka jalan urang hulun, karma ma ngaranya pibudieun, ti(ng)kah paripolah saka jalan ngaranya. Dalam menjalankan tugas dan fungsi sebagai pengabdian, serta keseluruhan konteks yang terkait, semestinya sangat berhati-hati untuk tidak melakukan kesalahan atau pelanggaran. Termasuk memelihara adab dalam bertingkah laku, aksi, komunikasi (komunikasi antar personal, komunikasi sosial, dan komunikasi politik) : Maka takut maka jarot, maka atong maka teuang di tingkah di pitwaheun, di ulah di pisabdaan.
Dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat, kelak, yang terkait langsung dengan teknik berkomunikasi dan protokoler, juga mesti selalu mengingat prinsip:. Maka nguni lamun hareupeun sang dewa ratu pun. Maka satya di kahulunan, maka lokat dasa kalesa, boa ruat mala mali papa, kapanggih ning kasorgaan. Tetaplah setia dalam pengabdian, menjaga diri untuk tidak melanggar aturan, sehingga mampu mencegah terjadinya penderitaan bagi rakyat, yang menjauhkan kita dalam kebahagiaan bersama.

Anies selalu melakukan sesuatu yang mengundang siapa saja yang mau mendalaminya menjadi cerdas dan bijak dalam melakukan perubahan, sehingga selalu terpelihara simpati, empati, apresiasi, respek, dan cinta. Amin ! |

Komentar