TILIK.ID — Pembangunan berkelanjutan, yang mengintegrasikan aspek ekologi, ekonomi, dan sosial, menuntut sinergi yang kuat di antara semua pemangku kepentingan. Peran utama pemerintah dalam mengakomodasi seluruh elemen stakeholders untuk melanjutkan pembangunan.
Dekan FISIP UHO, Prof Dr. H. Eka Suaib mengatakan hal tersebut dalam Seminar Nasional yang digelar FISIP Universitas Halu Oleo kerjasama dengan Ombudsman RI di Kendari, Rabu (27/9/2023).
Seminar Nasional mengambil tema “Perspektif Pelayanan Publik dan Pembangunan Berkelanjutan Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA).
Para ahli dan pemangku kebijakan berbicara tentang peran penting sinergi ini dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan.
Eka Suaib menggarisbawahi pentingnya mengintegrasikan potensi sumber daya alam dengan peningkatan pelayanan publik. Sektor-sektor seperti pertambangan, kehutanan, dan kelistrikan menjadi fokus perhatian dalam upaya mencapai tujuan tersebut.
Anggota Ombudsman RI, Hery Susanto,
yang menjadi pembicara kunci menekankan peran utama pemerintah dalam mengakomodasi seluruh elemen stakeholders terkait dalam upaya mewujudkan pembangunan berkelanjutan.
Dalam konteks ini, Hery Susanto telah melakukan kunjungan ke kawasan pertambangan di Sulawesi Tenggara, yang mengungkapkan dampak serius dari aktivitas pertambangan terhadap lingkungan.
“Kami melihat kawasan pertambangan yang mengakibatkan lahan gundul. Ini membutuhkan perhatian serius terkait tata kelola pertambangan,”
katanya.
Pengelolaan pertambangan harus mematuhi jaminan reklamasi dan pasca tambang. Hery merujuk pada data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang menunjukkan tingkat kepatuhan terhadap jaminan tersebut di lapangan masih rendah, kurang dari 60% dari total pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Hery Susanto menjelaskan empat prinsip utama dalam pembangunan berkelanjutan:
Pemerataan dan Keadilan Sosial: Prinsip ini menekankan pentingnya menyebarkan manfaat pembangunan kepada semua lapisan masyarakat.
Menghargai Keanekaragaman: Keanekaragaman hayati dan budaya harus dilestarikan, karena ini adalah dasar bagi keseimbangan ekosistem dan keadilan sosial.
Pendekatan Integratif: Pembangunan berkelanjutan memerlukan pendekatan yang inklusif, mempertimbangkan aspek-aspek seperti ekologi, ekonomi, dan sosial budaya.
Perspektif Jangka Panjang: Fokus harus ditempatkan pada tujuan jangka panjang untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan manusia saat ini dan generasi mendatang.
Hery Susanto menekankan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah upaya multiaspek yang mencakup politik, pertahanan keamanan, ekologi, ekonomi, ekonomi sektoral/daerah, dan aspek sosial budaya. Untuk mencapainya, sinergi yang kuat antara stakeholders dari tingkat pusat hingga daerah sangat penting.
Dalam konteks Sulawesi Tenggara, Sarlan Adijaya, seorang dosen di FIB UHO, mencatat bahwa manfaat dari kegiatan penambangan nikel belum merata, dengan sebagian besar manfaat diperoleh oleh perusahaan besar, sedikit oleh negara, dan bahkan lebih sedikit lagi oleh daerah penghasil.
Hal ini tercermin dalam tingginya tingkat kemiskinan, infrastruktur yang rusak, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang rendah di Sulawesi Tenggara.
Seminar nasional ini adalah hasil kerja sama antara Ombudsman Republik Indonesia dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Halu Oleo (FISIP UHO) dan dihadiri oleh berbagai pemangku kebijakan, akademisi, profesional, perwakilan lembaga pemerintahan, anggota DPRD, pelaku usaha, LSM, serta masyarakat umum.
Para peserta seminar mendengarkan presentasi inspiratif dari Hery Susanto tentang pentingnya menjaga keseimbangan antara lingkungan, ekonomi, dan sosial budaya serta kolaborasi antara masyarakat dan pemerintah dalam pengelolaan lingkungan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. (zak)
Komentar