TILIK.ID — Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA mengungkapkan berita bohong mulai menyerang Pilpres 2024. Prabowo Subianto menjadi korban pertama.
Probowo diberitakan menampar dan mencekik seorang wakil menteri pertanian di istana, menjelang rapat terbatas. Bahkan diberitakan juga Jokowi sangat marah atas kejadian itu.
Seketika, kata Denny JA, berita ini meluas cepat sekali. Ia bahkan diedarkan tidak hanya oleh orang awam tapi juga oleh kalangan terpelajar, dan oleh mereka yang juga dihormati.
“Tak lama kemudian datanglah bantahannya. Dari lembaga yang bersangkutan, dari Kementerian Pertanian itu sendiri. Lembaga ini mengatakan berita soal Prabowo menampar dan mencekik wakil menteri pertanian itu tidak benar,” kata Denny JA melalui pernyataan video singkatnya yang diterima TILIK.id, Rabu pagi (20/9/2023.
“Ternyata Itu berita bohong. Alias Hoax. Alias Palsu. Alias Fitnah,” tambah peneliti kawakan dan surveyor ternama ini.
Dari berita yang tersebar itu, kemudian Jokowi pun membantah. Jokowi menyatakan tidak ada peristiwa seperti itu. Memang ini tahun politik, akan banyak berita-berita seperti itu.
“Tolong dikroscek. Di cek lagi kebenarannya. Jangan diterima mentah-mentah setiap ada berita,” kata Jokowi dikutip Denny JA.
Pertanyaannya adalah mengapa berita bohong seperti ini cepat sekali diedarkan? Bahkan juga disebar oleh mereka kalangan terpelajar?
Menurut Denny, berdasarkan studi yang dibuat oleh MIT, Amerika Serikat, di tahun 2018, atas ribuan posting di Twitter, bahwa berita bohong menyebar lebih cepat dibandingkan berita yang benar.
“Bahkan dikatakan, menyebarnya berita bohong enam kali lipat lebih cepat,” katanya.
Berita bohong pun memiliki probaility (kemungkinan) disebarkan 70 persen lebih banyak ketimbang berita sebenarnya.
Mengapa publik mudah tertipu dan sepertinya lebih berita bohong? Pertama, berita bohong itu jauh lebih seksi, jauh lebih menyentuh emosi.
“Kita menyukai berbagai hal-hal yang sensasional, dan cepat sekali kita terdorong ikut menyebarkannya,” kata Denny JA.
Kedua, berita bohong pun mudah sekali dibuat. Kita tinggal menambahkan saja drama, bumbu, sensasi di sana. Jadilah ia berita yang asyik.
Sementara berita yang benar, menurut dia, memerlukan riset yang lebih mendalam. Memerlukan detail untuk dicek dan rechek. Berita yang benar memerlukan proses yang lebih lama. Ia selalu kalah cepat.
Ketiga, ini yang berbahaya, pada dasarnya sebagian publik sudah memiliki prasangka dan bias. Mereka sudah memiliki citra dan bias tertentu kepada tokoh tertentu dan isu tertentu.
Ketika mereka mendengar ada berita seperti itu, yang mendukung prasangkanya, mereka tak hanya cenderung percaya. Tapi mereka cenderung berita itu benar- benar terjadi. Bahkan dengan gembira, suka cita,rasa puas, mereka ikut pula menyebarkannya.
Bahkan kaum terpelajar dan mereka yang dihormati bisa hilang metode kritisnya karena hadirnya prasangka dan bias.
“Itu sebabnya mengapa berita bohong mudah sekali beredar.Apalagi di era media sosial,” ujar Denny JA.
Denny menyimpulkan, menjelang Pilpres 2024, makin ke sana kita akan melihat makin banyak berita bohong tersebar. Hanya satu senjata untuk menghadapinya. Yaitu Cek and Re-Check. (zal)
Komentar