SAAT memasuki masa kuliah tingkat 4 (masih belum menggunakan sistim SKS.),
ada tawaran dari teman-teman komisariat HMI untuk saya maju dalam pemilihan ketua Umum Senat Fakultas. Namun saat yang sama juga ada pemilihan ketua umum Masjid Kampus dengan lembaganya bernama (UKI) Unit Kerokhanian Islam.
Saya memilih mendukung seorang teman untuk maju sebagai ketua senat dan hanya bersedia menjadi ketua Masjid Kampus. Di saat itu tak ada Dewan Mahasiswa (dihapus oleh regim Orba).
Banyak program masjid yang kami jalani. Masjid bukan hanya semarak dengan berbagai kegiatan, namun juga menjadi tempat koordinasi antar ketua-ketua senat terutama bila ada masalah dengan pihak rektorat (Universitas). Maka masjid dan sekertariat UKI menjadi sarana mediator.
Seringkali saya dipanggil oleh Pak Purwoko (Purek 3) yang membidangi kemahasiswaan. Purek paling keren yang saya rasakan di masa itu. Pak Pur selalunya mengajak diskusi dan membuka wawasan agar kami (para mahasiswa) tidak terjebak dalam hal yang generalis tetapi harus memiliki kemampuan spesialis.
Banyak masalah dengan mahasiswa terselesaikan lewat dialog dengan tanpa tekanan, bahkan kami mengapresiasi Pak Purwoko. Bukan saja tak bermusuhan sebagaimana biasa bila berhadapan dengan pihak rektorat tetapi menjadi akrab. Tak jarang pula berkunjung ke rumah beliau.
Banyak program terlaksana dengan baik, namun ada satu program yang luar biasa besar.
Program itu peninggalan senior saya bernama Muhammad Irfandi (biasa di panggik Mola) yang kemudian menjadi acara tahunan.
Ramadhan In Campus namanya. Jauh sebelum Ramadhan (tiga bulan sebelumnya). persiapan untuk program tersebut telah dimulai
Mendatangi Masjid Salman (Bandung), meminta IR Hermawan untuk memberi cermah taraweh maupun Panel Diskusi di bulan Ramadhan.
Mendatangi kampus IPB Bogor. Bahkan Astronot perempuan Indonsia bernama Pratiwi Sudarmono kami mintakan kesediannya untuk mengisi ceramah taraweh. Juga psykolog Sarlito Wirawan dan banyak lagi tokoh- tokoh publik lainnya. 30 orang penceramah yang hebat dibidangnya kami susun sesuai jadwal.
Sepanjang Ramadhan berlangsung, tak ada hari tanpa kegiatan. Pasar Buku Murah, Panel Diskusi, Santunan Anak Yatim, Buka Puasa bersama, dan banyak lainnya.
Pihak Universitas tak memberi dana berlebih bahkan sangat jauh di bawah anggaran. Namun kepercayaan berbagai lembaga maupun perseorangan telah didapat. Masjid di tengah Kampus yang berada di jalan raya Achmad Yani itu selalunya penuh.
Bisa dikatakan bila ingin sholat taraweh dengan penceramah para tokoh-tokoh terkenal maka Masjid Kampus Universitas Jayabaya menjadi tempatnya.
Kami tak pernah mengundang menteri atau siapapun yang berkaitan dengan kekuasaan. Hanya akademisi dengan kapasitas yang telah diakui publik.
Tak jarang pihak universitas mencoba melakukan intervensi (terlebih setelah ketiadaan Pak Purwoko). Namun kami tak pernah peduli apalagi takut.
Masjid kampus menjadi sarana aktifitas dari soal bantuan kepada masyarakat di Marunda hingga diskusi soal Tragedi Tanjung Periuk.
Ramadhan In Campus menjadi sangat meriah, di setiap sudut masjid para mahasiswi melakukan tilawah dan di sudut lainnya masing-masing koordinator acara melakukan rapat kegiatan yang sedang atau akan berlangsung.
Kini Masjid Kampus sepi, para aktifisnya dicurigai sebagai radikal, Islam fanatik anti kebhinekaan dsbnya.
Labeling terhadap Islam oleh kaum liberal udik berkelindan dengan kekuasaan yang tak ramah bagi para aktifis Islam, menjauhkan mahasiswa dari nilai-nilai keislaman.
Ironisnya mereka mengatakan sebagai pejuang kebebasan berfikir (Liberal) pembela LGBT dsbnya, Namun sambil mengamati siapapun yang berbeda lalu kemudian melaporkan ke aparat untuk dipenjarakan.
Komentar