“Mazhab” RISKA

by Geisz Chalifah

DI ACARA Dua Sisi TV One selasa malam 7 Maret 2023, saya menggunakan hoodie bertuliskan RISKA.

Beberapa teman bertanya tentang apakah RISKA masih ada? Bagaimana aktifitasnya sekarang, dsb-nya.

RISKA adalah singkatan dari Remaja Islam Sunda Kelapa. Yang diinisiasikan oleh Bang Ical (Faisal Motik). Sekertariatnya menyatu dengan Masjid Sunda Kelapa yang berada di Menteng Jakarta Pusat.

Di masa akhir 70-an dan awal 80-an, banyak organisasi remaja masjid berdiri. Di antaranya YISC (Masjid Al Azhar) lalu Remaja Masjid Cut Mutiah dsb-nya,  dengan beragam kegiatan dari masing-masing komunitas.

Namun yang unik dari RISKA  adalah; RISKA di masa itu seperti kanalisasi yang mendinginkan keadaan.

Di masa Soeharto berkuasa, ketidakpuasan terhadap rezim terjadi  di mana-mana termasuk di Jakarta. Perlakuan penguasa terhadap ulama maupun umat Islam seringkali menciptakan ketegangan.

RISKA menjadi katub pendingin yang siapapun dari kubu manapun diundang untuk memberi materi di Masjid Sunda Kelapa. Tak ada pejabat sekaliber menteri yang tak hadir bila diundang oleh RISKA. Demikian pula para tokoh oposisi. RISKA menempatkan diri selalunya di tengah.

BACA JUGA :  Dari Yogja Menuju Indonesia

Dalam berbagai kegiatannya, RISKA sangat dekat dengan era anak muda saat itu, namun tidak dengan tampilan Islam formal, melainkan lebih kepada budaya pop.

Tak ada yang dipaksa untuk ikut pengajian, tak ada yang diminta untuk berjilbab. Walau berada di halaman masjid.

Yang mau main basket di halaman masjid silahkan, yang mau belajar ngaji di dalam masjid silahkan. RISKA menyediakan beberapa guru mengaji yang semuanya mahasiswa/i bagi yang ingin belajar membaca Alqur’an yang diikuti juga oleh mahasiswa atau yang masih SMA.

Semuanya berjalan dengan kesukaannya sendiri. Namun bagi yang tidak terbiasa sholat baik di rumah maupun dalam pergaulan, maka anak muda itu jadi ikut sholat. Karena bila adzan tiba semua aktifitas berhenti. yang awalnya hanya karena tidak nyaman bila tidak ikut sholat namun lama-lama menjadi kebiasaan dan rajin sholat.

“Mazhab” Islam ngepop ala RISKA, beriringan dengan teman-teman yang aktif di Radio Prambors. Yang saat itu menjadi seperti trendsetternya anak muda Jakarta.

BACA JUGA :  Pak Jokowi, Posko Pemenangan Gibran Bikin di Istana Saja

Kedekatan tempat antara Masjid Sunda Kelapa dan Radio Prambors berada, juga pergaulan di antara mereka yang aktif di dua tempat itu. Kemudian lahirlarlah program bernama Priska (RISKA).

Bila bulan puasa tiba teman-teman Riska mengisi materi siaran di Prambors dan sebaliknya teman-teman dari Prambors memberi materi di Sanlat (pesantren Kilat) yang diadakan oleh RISKA.

Sinergi di antara keduanya menjadi satu katub Islam yang saya istilahkan “mazhab” RISKA dengan tanda kutip.

RISKA rajin bikin kajian bernama SDTNI atau Studi Dasar Terpadu Nilai Islam, yang diadakan secara kontinu. Namun juga rajin ngikutin konser musik yang dibuat Prambors.

Kompetisi bola basket atau lomba sepatu roda menjadi ajang tahunan RISKA, juga banyak lagi program lainnya.

Para alumninya bertebaran di mana-mana menjadi sebuah jaringan yang luar biasa banyaknya.

Namun demikian tidak ada satupun yang mengkapitalisasi untuk sebuah kepentingan politik. Bukan saja tak akan mampu namun sudah pasti akan dibully dengan pernyataan: Emangnya Elu Siape?

Umumnya alumni RISKA adalah orang yang tertib dalam sekolah tapi tidak tertib dalam bicara. Sangat egaliter, berciri Betawi, pandai untuk mencela siapapun terlebih kepada mereka yang menamakan diri kaum liberal.

BACA JUGA :  Anies Mengusung Politik Ahlak Bukan Politik Identitas

Ketika ramai pembicaraan tentang toleransi, pluralisme, moderasi beragama dsb-nya. Dan yang bicara itu mayoritasnya orang yang baru masuk Jakarta tahun 2000-an.

Menjadi sorotan di group WA Alumni RISKA: Mereka-mereka itu udik dari mane ye?

Komentar