TILIK.ID — Bentrok antar pekerja WNI dengan TKA China di PT GNI Morowali Utara Sulawesi Tengah mendapat reaksi keras Ketua Umum Partai Daulat Kerajaan Nusantara (PDKN) Dr. Rahman Sabon Nama.
Dia mengatakan betapa kekayaan Indonesia dijarah dengan legal oleh China. Seluruh rakyat Indonesia harus sadar bahwa negara kita sedang dijajah secara senyap.
Dia menegaskan bahwa pasca kerusuhan mencekam, terkuak fakta dari lapangan ihwal jumlah tenaga kerja di korporasi pertambangan itu.
“TKI lokal-pribumi untuk job sekuriti 1.100 orang, beragam skill pekerjaan 75.000 orang, sementara TKA aseng-China kisaran 20 000 orang,” katanya dikutip dari FNN, Rabu (17/1/2022).
Menurutnya, dari laporan investigasi PDKN, permasalahan yang muncul adalah akibat perlakuan ketidakadilan sebagai pemicu bentrok, sehingga terjadi tawuran TKI lokal dengan TKA China.
Menurut Sabon, ada nuansa sentimen rasial kebangsaan, kental diskriminasi, misalnya TKA China diperlakukan istimewa. Besaran upahnya gendut, melambung tinggi: antara Rp 35 – 45 juta saban bulan. Fasilitas keselamatan kerja, kesehatan medis, terpenuhi bagus, layak.
Hal itu menurut Sabon berbanding terbalik dengan tenaga kerja WNI. Besaran upahnya yang selevel TKA China hanya antara Rp 3 juta hingga 7 juta sebulan. Fasilitas keselamatan kerja, kesehatan medis terabaikan.
“Tuntutan akan ketidakadilan dan persamaan hak ini tidak pernah direspon secara patut oleh perusahaan, pun pemerintah pusat dan daerah,” ujar Sabron.
Hal lain yang ditemukan PDKN bahwa apabila ada yang protes, direspons manajemen PT GNI dengan ganjaran hukuman: dipecat, bahkan bisa dipenjara.
“Inilah nasib pekerja pribumi di buminya sendiri. Sungguh anak-anak bumi putra ini dibuat tidak berkutik. Dikatup mulutnya, diaborsi tajinya di tengah kucuran peluh, bekerja untuk hidup di negerinya sendiri,” katanya geram.
Sabon menegaskan bahwa potret perlakuan terhadap pekerja anak bangsa oleh perusahaan investasi China, yang mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya alam di perut bumi ibu pertiwi itu mempertontonkan betapa konfrontasinya terhadap amanat konstitusi UUD 1945 Pasal 33 tentang tugas dan kewajiban negara menyejahterakan seluruh rakyat Indonesia dari sumber daya alam (SDA).
Sabon mempertanyakan, siapakah yang bertanggungjawab untuk mengentaskan perlakuan diskriminatif oleh PT GNI kepada TKI pribumi itu?
Alumnus Lemhanas RI itu menjawab sendiri, bahwa UUD 1945, UU No.37/2008, dan UU No 11/2009 eksplisit melimpahkan tanggungjawab itu kepada negara.
Maka, ujar Sabon, sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, Presiden Joko Widodo lah yang memanggul tanggungjawab mengentaskan ketidakadilan terhadap pekerja anak bangsa itu.
Sabon berharap pengentasan masalah ketidakadilan antara TKI dan TKA China yang berujung tragedi berdarah di pertambangan nikel milik China di Morowali, diharapkan pula menjangkau pertambangan lain berbasis investasi China yang ada di daerah lain Indonesia seperti di Maluku Utara, Sulawesi Tenggara, Kalimantan, Banyuwangi dan wilayah Papua.
Dengan begitu, lanjut Sabon, tanggungjawab konstitusional oleh negara atas pekerja anak bangsa terwujud baik, tanpa meninggalkan noktah hitam dalam rentang sejarah pemerintahan Joko Widodo.
Permasalahan lain kata Sabon adalah ihwal TKA China yang layak pula menjadi perhatian Presiden Jokowi adalah soal keimigrasian. Isu beredar luas maupun laporan yang terakurasi menyebut bahwa TKA China di Sulawesi 90 persen tidak memiliki paspor.
Permasalahan itu perlu penyelidikan intens aparat penegak hukum khususnya BIN dan BAIS TNI yang nota bene menjadi tanggungjawab Kemenkumham karena menyangkut pertahanan dan keamanan nasional.yang menyangkut kewaspadaan nasional tentang kedaulatan negara.
Isu itu pun berkelindan dengan isu lain bahwa TKA China adalah Tentara Merah China yang bekerja di Morowali (IMIP dan PT GNI) juga dibekali dengan senjata api.
Senjata itu disembunyikan di tengah hutan. Di hutan itu didirikan kamp. Ada juga super market, sarana olahraga, bar, dan tempat karaoke sebagai tempat entertaining. Wilayah ini dikabarkan bahwa cukup aman dari jangkauan penduduk lokal.
“Tugas kita kekinian adalah menyetop, menghentikan pihak asing dan aseng menjamah, mengeruk, mengeksploitasi sumber daya alam kita yang melimpah,” paparnya.
Manakala kita terus diam, tambahnya, maka negeri kita yang dianugerahi Allah, Tuhan Yang Maha Esa, dengan kekayaan alam ini akan makin parah dan hancur di tangan bangsa lain. Sementara rakyat dan bangsa kita tetap miskin papa di tengah pergaulan dan kemajuan masyarakat dunia,” tegasnya.
“Kita tidak anti asing dan aseng (China). Kita cinta damai dan ketenteraman antarbangsa. Tetapi kita perlu kewaspadaan tinggi menyelamatkan rakyat, bangsa, negara, dan nusa,” tuturnya. (lis)
Komentar