Oleh: Moh. Bahri, SPd.I,SH
(Koordinator Presidium MW KAHMI Banten dan Anggota DPRD Banten F-Gerindra)
DARI sisi karakter pribadi, Bang Ferry Mursyidan Baldan layak jadi the exemplary person, alias sosok panutan.
Kehangatan Almarhum terkenang di benak banyak kalangan. Tak hanya meninggalkan kesan di lingkungan tertentu atau kolega terdekat. Melainkan terpatri dalam memori kader HMI di berbagai lini. Pun di luar lingkungan keluarga besar hijau hitam, Almarhum Ferry Mursyidan Baldan ini, memperoleh kesan sangat baik.
Wajar jika kemudian hadir ragam testimoni. Namun jika diurai detail, pengakuan publik tentang kebaikan almarhum, muncul dari beragam orang, tanpa pandang status, kedudukan dan profesi. Tak melulu di lapisan elite, politisi nasional, pengusaha, atau akademisi. Melainkan juga dari ujung daerah, dari adik-adik mahasiswa yang usianya jauh di bawah beliau.
Saya punya fakta terkait hal itu.
Di pojok Kabupaten Tangerang, ada adik junior eks Ketua Umum HMI Komisariat Tigaraksa. Dia bertutur saat bertemu Bang Ferry, di sebuah acara Jalan Sehat KAHMI di Bali. Kala itu almarhum memberi wejangan ringkas.
Menurutnya, kader-kader HMI itu terbukti dalam sisi intelektualitas, kapasitas, dan profesionalitas. Namun sayang agak kurang mengerti perasaan teman….
Terhadap junior jauh sekalipun, Bang Ferry sanggup meresapkan kesan yang bernas.
Peristiwa semodel ini, juga dialami kader-kader yang lain. Bagi adik-adik junior, mendapat sapaan, senyuman, dan apalagi ungkapan saran, tentu membahagiakan.
Hal ini juga terungkap dari pengakuan seorang aktivis HMI, yang dikenal sebagai intelektual di Tangerang.
Ia mengaku terkenang sebuah peristiwa, ketika membelikan beberapa butir durian untuk Bang Ferry.
Waktu itu, Bang Ferry tengah bersilaturahmi di Tangerang, bersama para kolega. Saat menyantap durian dan diselingi obrolan ringan, si Junior merasa cemas, karena rupanya ada beberapa butir durian yang kurang layak saji. Bang Ferry rupanya mahfum kondisi ini. Dengan santai beliau berujar:
“Tenang Dinda, memang ilmu memilih durian itu tak ada bukunya, jadi wajar jika dinda tidak tahu, mana durian yang bagus dan jelek.”
Sontak komentar ini disambut gelak tawa.
Paparan ini membuka senarai kisah. Tentang sosok almarhum yang humble, penyayang, perhatian, dan mengerti perasaan teman.
Sebagai Abang Sekaligus Keluarga
Saya sendiri merasakan kesan sangat mendalam. Kedekatan kami tak semata relasi senior junior. Melainkan hubungan emosional yang melekat kuat. Saya dan keluarga, menjadikan Bang Ferry sebagai Abang, juga sekaligus orang tua. Banyak peristiwa penting, keputusan utama, serta ragam rencana di keluarga saya, yang melibatkan nasehat dan petunjuk beliau.
Jadi bukan hanya akrab di pertemuan-pertemuan formal atau momen spesifik, yang mendekatkan kami. Melainkan keakraban sebagai sesama keluarga.
Semangat kekeluargaan ini merekat juga antara istri saya dengan istri Bang Ferry, yaitu Ka Hanifah. Kedekatan mereka berdua sama persis dengan saya dan Almarhum, seperti adik dan kakak.
Dengan demikian, lintasan kesan atas kepergian Almarhum, menyisakan duka mendalam bagi saya, istri dan anak-anak.
Betapa misalnya kesan mendalam bagi anak saya, yang telah lulus kuliah di Fakultas Hukum Universitas Dipenogoro. Anak saya, kerap mendapat petuah dan arahan penting. Dia senantiasa ingat pesan Bang Ferry, bahwa menjadi kader HMI itu harus berproses dengan utuh, tak boleh lompat-lompat.
Kepada putera pertama saya, Almarhum mengarahkan agar mengikuti tahapan berjenjang dalam berHMI. Mulai dari ikut LK I, lalu menjadi pengurus komisariat, ikut LK II, lalu menjadi pengurus Cabang, dan seterusnya. Jangan langsung ke PB.
Dalam banyak hal, keputusan-keputusan penting di keluarga saya juga ada peran Bang Ferry. Dan bukan hanya sekedar arahan, melainkan beliau turun langsung membantu.
Misalnya ketika keputusan saya terjun di arena politik. Beliau yang memberikan sejumlah gambaran dan opsi. Lalu begitu masuk era pertarungan murni, yakni kampanye dan pemenangan, beliau juga memantau, mengecek, dan sesekali ikut serta membantu langsung.
Pun dengan tapak perjalanan istri Saya, Hj. Jamilah Abdul Gani, SH., M.Kn., yang kini menjadi Presidium MN Forhati, perhatian Bang Ferry dan Kak Hanifah kepada kami tak akan terlupakan.
Mereka berdua banyak membantu, memberikan dukungan, serta bimbingan termasuk pada aktifitas istri saya sebagai Notaris.
Senior Teladan
Mengenang Almarhum tentu menjadi memori manis dan menarik. Tapi sisi penting lain, beliau meninggalkan warisan karakter yang penting bagi kita semua.
Sepanjang hidupnya, almarhum melewati proses matang, jatuh bangun, sanggup meniti karir di posisi terbaik, juga sanggup mendorong perjuangan kolektif di kalangan hijau hitam.
Sisi yang paling utama sebenarnya, adalah pembuktian dan konsistensi.
Almarhum tak semata mementingkan urusan pribadi. Melainkan juga menghadirkan solidaritas dan kebersamaan.
Beliau tak sungkan mengangkat rintisan karir kolega dan para juniornya. Seraya memperhatikan pula urusan kehidupan banyak kalangan.
Bukti bahwa Bang Ferry dan Ka Hanifah membantu kalangan yang tak mampu, atau yang sedang ada masalah, bisa disaksikan hingga saat ini.
Dari sisi ini, kita boleh menyatakan bahwa Bang Ferry adalah kader terbaik, sebagai insan cita, pencipta dan pengabdi yang bernafaskan nilai-nilai Islam.
Kesan Akhir
Sebagai catatan bagian akhir, sepeninggal Almarhum, kita layak merujuk sisi keteladanan Bang Ferry, terlebih untuk saat ini.
Bukan semata-mata dalam lingkup korps dan keluarga besar HMI. Melainkan dari sisi kemanusiaan.
Karakter penuh empati, bijaksana, matang dari sisi pemikiran, setia dalam pilihan, dan meniti proses dengan utuh, adalah norma emas (golden norms), yang wajib kita tularkan ke banyak kalangan.
Saat ini, mungkin banyak kader yang memiliki kelengkapan dari sisi intelektualitas, profesionalitas, dan kapasitas. Tetapi agak kurang matang dari aspek soft skil.
Begitu juga di lingkungan sosial kita. Tak sedikit contoh-contoh atraksi kekuasaan politik yang nyrempati, vulgar, dan lepas dari adab.
Maka ada tugas kita bersama, menjadikan dan meneladani Bang Ferry Mursyidan Baldan sebagai the exemplary person (sosok panutan).
Komentar