Oleh: Ludiro Prajoko
(Analis Politik dan Pemerhati Bangsa)
DEKLARASI Anies, NasDem partai manis. Tentu saja dalam pandangan Relawan Anies yang meruah di berbagai pelosok negeri. Juga dalam pandangan setiap warga yang memuaki rezim ini, lantaran berbagai soal yang tak perlu lagi dijelaskan.
Juga bagi setiap warga yang memandang Anies sebagai sosok paling dipercaya mengemban tugas berat membereskan Indonesia yang berantakan ini. Anies didamba sebagai harapan. Dan, dengan harapan itulah bangsa ini menghasrati masa depan.
Syukurlah, NasDem ditempeli kecerdikan: komposit berbagai fungsi intelektual, siasat kepentingan, dan selera berontak seperlunya. NasDem, dalam tenggang waktu yang cukup, serta timing yang “tepat”, meraih posisi “pengatur permainan” – trend setter (dinamika) politik. Selain Demokrat dan PKS, dimungkinkan Parpol lain, khususnya yang terancam degradasi, merapat, mengikuti jejak NasDem.
Lantaran kecerdikannya itu, NasDem diguyur aneka keuntungan. Mengalir puji sanjung dan terima kasih: elemen psikologis yang menerbangkan NasDem ke suatu tempat, sejengkal di bawah tempat para dewa. NasDem beroleh keuntungan moral. NasDem dipandang telah membukakan pintu menuju pewujudan Indonesia yang seharusnya.
Keuntungan politik nampak bukan basa-basi. Para Relawan Anies menjadi garansi bertambahnya perolehan suara NasDem pada Pemilu nanti, mengacu janji Relawan Anies yang akan memberikan suaranya kepada Parpol pengusung Anies.
Tentu, Anies belum menjadi Presiden. Perjuangan masih amat panjang. Dan, pasti sangat berliku. Maklum, kegiatan politik dewasa ini, layaknya tamasya yang diintai aneka bahaya.
Perjalanan Anies kedepan yang dekat, dinilai berhasil bila dapat mencapai, dengan selamat (Anies) dan aman (Bangsa), etape 10 November. Hari yang dijanjikan bakal digelar deklarasi gabungan NasDem, Demokrat dan PKS.
Lalu, sampai dengan selamat di etape berikutnya: ditetapkannya Anies sebagai Capres beserta Cawapres pasangannya.
Potensi bahaya bagi Anies, tampaknya tidak datang dari internal parpol dan/atau koalisasi parpol pengusung. Tetapi dari eksternalitas yang memonopoli kuasa atas hukum, juga alat-alat pemaksa.
Santer diberitakan kengototan KPK memerkarakan Anies dalam kasus Formula E. Sekalipun banyak pakar hukum pidana menyatakan tidak ada peristiwa pidana pada kasus itu. Selama memimpin DKI, jelas terdapat puluhan, bila bukan ratusan proyek besar dengan total anggaran ratusan trilyun yang telah dirampungkan Pemprov DKI. Bila Anies memang memiliki gelagat koruptif, tentu amat mudah bagi KPK, atau siapa saja yang berwenang memeriksa untuk menemukan, secara meyakinkan, data dan bukti “diduga kuat telah terjadi tindak pidana korupsi”.
Tapi, hal itu tidak dilakukan KPK dan/atau gabungan pihak yang bertekad menjegal Anies. KPK hanya berkutat pada Formula E yang oleh Prof. Romli, seorang pakar hukum yang dimintai pendapat hukum oleh KPK, dinyatakan sekadar kesalahan administratif belaka.
Bagaimana dengan keselamatan Anies dari ancaman kejahatan eksternalitas itu? NasDem pasang badan. Seorang petinggi NasDem menegaskan: NasDem bersama Anies, dan akan ada di sisi Anies dalam kondisi apapun. Tentu, NasDem telah menghitung resiko serta menyadari tanggungjawab moral dan politiknya atas pendeklarasian Anies sebagai Bakal Capresnya.
Relawan dan warga bangsa pendamba Anies, tentu akan mencermati bagaimana NasDem konsisten pada dan sepenuh hati memenuhi tanggungjawabnya. Bila KPK memaksakan diri sebagai agen-representasi formal kekuatan penjegal Anies, sejauh keterangan yang disampaikan Wakil Ketuanya, Alexander Marwata, kiranya akan menghadapi perlawanan dengan aneka operasi: perlawanan rakyat (dengan segenap ketakterdugaannya), perlawanan hukum, perlawanan politik, ……..
Dalam konteks itu, Alexander Marwata potensial menjadi faktor krusial. Kengototannya soal Formula E, rentan dibaca publik sebagai “perkara ideologis”. Selebihnya, publik menunggu bagaimana NasDem akan meladeni ulah KPK terkait Anies.
Sejauh ini, tak ditemukan alasan untuk menduga NasDem sekadar bersenda, memainkan sejenis permainan tipuan optic politis.
Komentar