TILIK.ID — Peniadaan Pilkada pada 2022 dan 2023 untuk dilaksanakan pada 2024 akan terjadi penunjukan pelaksana tugas (Plt) kepala daerah. Sedikitnya akan ada 272 pejabat akan ditunjuk menjadi gubernur, bupati dan walikota.
Penunjukan Plt itu terus menjadi polemik. Pertanyaan pertama adalah bagaimana bisa seorang ASN ditunjuk menjadi Plt kepala daerah dalam waktu yang lama, dan bukan hasil pemilihan rakyat.
Anggota DPD RI Fahira Idris juga ikut menyoroti aturan itu. Menurut senator dari dapil DKI Jakarta ini, penunjukan Plt gubernur, bupati dan walikota itu akan menjadi persoalan krusial.
“Bagi saya ini persoalan krusial,” kata anggota DPD RI Fahira Idris melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.
Dikatakan, hampir setengah wilayah di Indonesia akan dipimpin oleh kepala daerah yang bukan dipilih langsung oleh rakyat, sampai terpilihnya kepala daerah baru hasil Pilkada 2024.
Aturan itu merupakan salah satu konsekuensi dicabutnya revisi Undang-Undang Pemilu dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2021 pada Mei 2021 oleh pemerintah dan DPR.
Akibatnya, pesta demokrasi lima tahunan yang seharusnya dilakukan pada 2022 dan 2023 ditiadakan karena tetap dilakukan serentak pada tahun 2024 atau sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Menurut dia, selain jumlah daerahnya cukup banyak, hal itu tentu saja membutuhkan sumber daya manusia yang banyak pula serta harus profesional untuk mengisi jabatan tersebut.
“Durasi memimpinnya cukup panjang dan yang harus diingat pada 14 Februari 2024 kita akan menggelar Pemilihan Legislatif Pemilihan Presiden secara bersamaan,” ujarnya.
Sejak awal, ditiadakan nya Pilkada 2022 dan 2023 dan akan digabung pada Pilkada 2024, ia termasuk dari banyak pihak yang menolak opsi tersebut. Sebab, terlalu besar konsekuensi yang harus ditanggung jika setengah dari wilayah di Indonesia dipimpin oleh kepala daerah yang bukan hasil Pilkada atau pilihan rakyat.
“Efektivitas kebijakan dan pembangunan tidak akan optimal,” jelas dia.
Secara pribadi, ia mengaku tidak tahu persis apa alasan utama Pilkada 2022 dan 2023 ditiadakan sehingga setengah wilayah Indonesia harus dipimpin Plt dalam durasi waktu yang cukup panjang.
Karena Pilkada 2022 dan 2023 resmi ditiadakan, ia meminta pemerintah segera menyusun regulasi pengangkatan Plt yang komprehensif, transparan, akuntabel dan memastikan ruang partisipasi serta pengawasan publik terhadap pengangkatan Plt.
Hal paling penting yang juga harus dipastikan dalam pengangkatan 272 Plt tersebut adalah siapa pun yang ditunjuk tidak boleh bersinggungan dengan kepentingan tertentu. (lmf)