LIMA Lima bulan berlalu waktu yang pendek apa lagi untuk sebuah perubahan. Namun Anies tak membiarkan masyarakat menunggu, tak memberi harapan semu berbunga kepalsuan.
Anies langsung tancap gas pol. Tanah Abang dibenahi, PKL diberi ruang. Rumah DP 0 persen mulai dikerjakan. Kampung Aquarium ditata kembali. Mereka yang pernah bersimbah air mata ketika rumahnya di buldozer kini bisa bernafas lega, anak – anak bisa bermain kembali ditempat ayah atau ibunya dilahirkan.
Kampung-kampung kumuh dibenahi menjadi indah dengan berbagai warna memberi ceria kepada para penghuni.
Setiap keluarga diberikan bibit untuk menanam berbagai jenis tanaman dengan gratis agar Jakarta bisa hijau kembali.
Anak dan perempuan dilindungi, kekerasan pada mereka langsung ditangani.
Jauh sebelumnya ratu adil menjadi mitos, setiap ganti pemimpin rakyat berharap Ratu Adil menjelma menjadi nyata. Namun ratusan janji berlalu hanya menjadi gincu selama musim menebar harapan palsu.
Anies Baswedan hadir ditengah rakyat Jakarta tidak sekedar membawa slogan, tapi dengan kebijakan menghadirkan keadilan sosial bagi semua.
Sebagai pemimpin ia selalu hadir ditengah warga yang terkena musibah, aparat pemrov hadir, diberbagai masalah Ibu Kota. Pemerintah Provinsi hadir untuk maju kotanya bahagia warganya.
Berbagai kebijakan yang tak berpihak dikoreksi. Hingga tukang becakpun mendapat porsi.
Warga Jakarta yang renta, miskin dan terpinggirkan mulai tersenyum. Kota ini mendapat berkah, doa jutaan manusia yang merintih pedih lalu sang Khalik mengabulkannya. Menghadirkan pemimpin yang berpihak pada kaum mustadzafin.
Akan tetapi menghadirkan keadilan bukanlah perkara mudah, berjuang agar kaum miskin mendapat hak yang sama tak disukai oleh mereka para elite negeri yang berkepentingan pada kekuasaan.
DPRD mengecam. Bahkan Ombudsman perwakilan DKI memberi ancaman yang tak ada dalam wewenangnya. Entah dimana mereka sebelumnya ketika rakyat digusur dengan semena–mena.
Kehadiran Anies adalah kerikil bagi mereka yang selalu kongkalikong dengan para cukong.
Menjadi ancaman bagi kekuasaan yang tak bepihak. Bagi pemimpin yang tak otentik yang hanya mampu membuat puluhan daftar harapan tapi miskin realisasi.
Anies harus ditebas sebelum akarnya semakin mencengkram pada rakyat jelata. Sebelum pesonanya menebar kesaentero negeri.
Para demontrans bayaran bergerilya, menipu dengan menyaru sebagai pendukung ulamapun dilakoni.
Intelektual palsu yang bicaranya seperti telp koin (Tergantung siapa yang bayar.) Menulis dengan tendensi negatif, bicara seolah punya data namun memutar balik fakta.
Demi kepentingan para bandar yang telah menebar pundi. Para buzzer bayaran tak henti-henti berteriak mengongong, bagai anjing kampung yang kemudian lari terbirit–birit ketika diajak beradu data.
Anies ditekan dari semua sisi agar mau memberi toleransi kepada mereka para perampok negri.
Kebijakan demi kebijakan berlaku, yang kuat dan besar dirangkul yang kecil dan lemah dilindungi, mereka yang melanggar mendapat sangsi tanpa terkecuali.
Gurindam cinta Anies pada anak negeri menghiasi semua media, memaparkan keberfihakannya. Ada yang memuat dengan apa adanya banyak pula yang memelintirnya hingga jauh dari pernyataan sesungguhnya. Tentu saja media itu milik para cukong yang memuat berita bukan untuk menyampaikan kebenaran tapi untuk memelintir fakta. Rakyat faham dan memiliki nalar untuk tak mudah percaya pada kebohongan mereka.
Gurindam Cinta Anies Baswedan kadung berbunyi, dari gang kegang dari kampung kekampung lainnya. Memberi berita bahagia tentang cinta pada mereka pemilik negeri yang selayaknya memamg harus dilindungi.
Catatan: tulisan ini sudah diterbitkan pada 2018 silam, namun masih faktual dengan capaian-capaian Anies Baswedan saat ini. Jejak digitalnya dapat ditelusuri di berbagai media.
Komentar