TILIK.ID — Tahun 2022 ini, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) tepat berusia 75 tahun. Sebuah usia yang tidak muda lagi, bahkan hanya berselisih 2 tahun dengan usia negara kita. Indonesia Merdeka pada 1945, sedangkan HMI didirikan pada tahun 1947.
Usia yang cukup panjang tersebut, HMI sudah mengalami tantangan, hambatan dan aneka rintangan dalam perjalanan kehidupan kebangsaan, kenegaraan dan keIslaman sampai saat ini.
Tantangan dan dinamka HMI itu membuat eksistensinya mampu mengiringi perjalanan panjang bangsa ini. Tujuan HMI dengan rumusan kualitas lima insan cita selalu dituntut berkontribusi untuk bangsa dan agama.
“Untuk tuntutan itu, HMI memiliki jangkar untuk mengembalikan marwah pengabdian untuk bangsa dan agama,” kata Ferry Mursyidan Baldan, mantan Ketua Umum PB HMI 1990-1992, dalam paparannya di forum Stadium Generale Latihan Kepemimpinan I HMI Komisariat Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (UGM), secara daring Jumat sore (11/2/2022).
Menteri Agraria Tata Ruang dan Kepala BPN RI 2014-2016 itu menjelaskan, potensi tersebut terdapat lima kualitas insan cita sebagaimana dalam rumusan tujuan HMI.
Lima kualitas insan cita HMI adalah insan akademis, insan pencipta, insan pengabdi dan insan yang berpaskan Islam, dan insan yang bertanggungjawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur.
“Di samping itu, ada nilai atau value yang menjadikan HMI kokoh dalam Koridor Perjuanganya, yakni Independensi,” ujar Ferry M Baldan.
Dikatakan, Indepedensi bukan semata dalam konteks relasi dengan kekuasaan semata, tapi merupakan value yang mempurifikasi gerak HMI sebagaimana cita-cita awal pendiriannya untuk mencapai tujuan ber-HMI.
Ferry mengakui dari lima kualitas insan cita HMI itu, insan pengabdi terasa agak surut dalam kiprah keorganisasian. Padahal marwah pengabdian inilah yang menjadi jangkar penghubung dalam membangun kualitas insan cita.
“Sebagai jangkar penghubung, maka kualitas insan pengabdi adalah mengasah dan menjaga kesadaran bahwa bagi kader HMI menjadi cerdas dan berprestasi secara akademik adalah untuk meningkatkan kualitas pengabdian bagi bangsa dan umat, bukan semata untuk dirinya,” ulas Ferry M Baldan.
Dengan kualitas insan pengabdi pula, maka insan pencipta akan mewujud menjadi manusia Indonesia yang solutif dan problem solver bangsa dan umat, bukan menjadi beban.
Dengan kualitas insan pengabdi, maka keharusan dan kesadaran untuk Ikut bertanggungjawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur adalah sesuatu kesadaran diri dan kesadaran kolektif dalam mewujudkan tujuan bernegara.
“Sikap ikut bertanggung jawab tidak akan bisa mewujud menjadi energi jika tidak adanya kesadaran dan komitmen pengabdian dalam diri kader dan keluarga besar HMI,” ungkapnya.
Dengan demikian, kata Ferry, maka pengembalian marwah pengabdian merupakan substansi terintegrasinya 4 kualitas insan cita lainnya.
Lebih detail, Ferry menjelaskan, ada beberapa hal yang perlu untuk dikaji sebagai tools HMI dalam mengembalikan dan mengembangkan sikap pengabdian HMI.
Pertama, perlu dikaji pengaktifan kembali struktur lembaga kekaryaan dengan mewajibkan setidaknya setiap cabang HMI memiliki dua lembaga kekaryaan yang jenisnya bisa disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat di cabang setempat.
“Kedua, perlu dipertimbangkan menghidupkan kembali Rayon di suatu cabang. Karena perangkat Rayon HMI adalah pengelompokkan anggota berdasarkan domisili atau tempat tinggal anggota,” ujarnya.
Kenudian ketiga, HMI cabang perlu mengintensifkan program kemasyarakatan yang dilakukan oleh komisariat di lingkungannya.
“Perlu dipersiapkan design pengisian Program KKN bagi anggota HMI yang melakukan program sebagai mahasiswa.
Juga perlu diadakan pelatihan untuk membangun semangat mengabdi kampung halaman dengan menyiapkan alumni-alumni muda untuk menjadi kepala desa di kampung halamannya,” kata Ferry lagi.
Dengan pengembalian marwah pengabdian HMI baik secara struktur maupun melalui design program, menurut Ferry, sejatinya HMI meneguhkan diri bahwa mahasiswa Islam adalah menjadi bagaian dari energi positif bangsa dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur. (lms)
Komentar