TILIK.ID — Wakil Ketua MPR Syarief Hasan berpendapat lebih penting mengubah ambang bata calon presiden atau president threshold ((preshold) yang 20 persen kursi itu dibanding menaikkan angka ambang batas parlemen atau parliament threshold.
Menurut politisi Partai Demokrat ini, ambang batas pencalonan presiden atau “presidential threshold” yang 25 persen suara atau 20 persen kursi DPR RI membatasi peluang putra/putri terbaik bangsa maju dalam pemilihan presiden.
“Syarat ‘presidential threshold’ 20 persen kursi atau 25 persen suara sah nasional yang sekarang berlaku membatasi pilihan rakyat memilih calon pemimpin,” ujarnya dalam keterangan di Jakarta, Ahad (7/11/2021).
Dikatakan, ketentuan “presidential threshold” sebaiknya dihapus saja atau setidaknya semua partai politik yang telah lolos ambang batas parlemen dapat mengajukan calon presiden.
Menurut dia, Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 mengatur bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum.
“Itu adalah ketentuan konstitusi yang jelas dan terang terkait hak dan peluang yang sama oleh setiap partai politik dalam mengajukan calon presiden,” katanya.
Karena itu, Syarief mengatakan jika konsisten dengan aturan konstitusi, seharusnya setiap partai politik dapat mengajukan calon presiden. Menurut dia, berbagai pembatasan dan syarat pengajuan minimal 20 persen kursi atau 25 persen suara sebagaimana yang diatur dalam regulasi kepemiluan sebaiknya dievaluasi.
“Aturan itu hanya akan membatasi pilihan politik rakyat, bahkan memunculkan oligarki politik. Padahal salah satu ciri mendasar demokrasi adalah partisipasi politik yang luas dan menyeluruh,” ujarnya.
Syarief mengatakan memang tidak ada alasan kuat dan mendasar untuk tetap memberlakukan aturan “presidential threshold” dan sudah seharusnya aturan itu dihapus.
Selain itu menurut dia, jika memang konsisten bahwa pengajuan capres hanya dilakukan partai politik seperti amanat Pasal 6A ayat (2) UUD 1945, maka setiap partai politik yang telah lolos ambang batas parlemen punya hak, peluang, dan posisi yang sama dalam mengajukan calon pemimpin bangsa.
Di sisi lain, mantan Menteri Koperasi dan UKM ini menilai, menaikkan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold menjadi sebesar 5 persen bukan pilihan yang tepat dalam kerangka menjaga momentum demokrasi.
Dia menilai usulan tersebut dikhawatirkan akan menghanguskan suara sah rakyat dalam memilih wakil rakyat dan partai yang mengusungnya.
“PT sebesar 4 persen yang sekarang berlaku masih menjadi opsi yang tepat untuk mengakomodir kehendak demokrasi. Ini adalah bentuk kebajikan politik dalam merawat keberagaman politik di Indonesia,” kata Syarief.
Dia menilai isu yang paling utama bukan mengutak-atik ambang batas parlemen karena jika kembali dinaikkan, maka sama saja memberangus suara rakyat padahal kehendak demokrasi yang perlu dirawat bersama.
Menurut dia, justru yang terpenting adalah mengevaluasi ambang batas pencalonan presiden atau “presidential threshold” yang membatasi peluang putra/putri terbaik bangsa maju dalam pemilihan presiden. (ald)
Komentar