TILIK.ID — Megawati dikabarkan masuk ICU RS Pertamina, namun petinggi PDIP ramai-ramai mengatakan Ketua Umum PDIP itu sehat-sehat saja dan tetap beraktivitas. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto juga menegaskan Megawati sehat.
Namun pernyataan kader-kader PDIP yang menjelaskan kondisi kesehatan Megawati diragukan kebenarannya, lantaran adanya chatting dari dokter RS Pertamina yang menyebut Megawati dalam perawatan.
Klaim-klaim dari petinggi PDIP soal kondisi kesehatan Megawati mengingatkan kasus Habib Rizieq Shihab (HRS) yang divonis 4 tahun setelah menyatakan dirinya sehat. Jika menyatakan sehat namun faktanya sakit, layak kiranya di-HRS kan juga.
Pakar hukum Tata Negara Refly Harun dalam podcastnya menilai sebenarnya hal biasa saja kalau tidak ada peristiwa HRS. Hanya karena ada peristiwa HRS menjadi luar biasa.
“Konyolnya hukum di kita Ya. Kenapa Begitu? Karena orang selalu meminta azas equality before the law, azas kesamaan hukum dalam pemerintahan. Kalau Habib Rizieq dipermasalahkan, ya orang lain yang melakukan tindakan sama, harus dihukum 4 tahun,” ucap Refly pada video di channel YouTube-nya, Jumat (10/9/2021).
Soalnya, kata dia, materinya sama. Yakni memberitakan sesuatu kondisi seseorang atau dirinya sendiri, sakit dinyatakan tidak sakit.
Kalau misalkan kondisi Megawati ternyata sakit, lanjut dia, Hasto bisa dikenakan UU Nomor 1 Tahun 1946 sebagaimana yang dikenakan pada Habib Rizieq Shihab.
“Konyol kan? Itulah super konyolnya Indonesia menerapkan hukum untuk hal-hal yang enggak jelas seperti ini. Masa orang menceritakan kondisi kesehatan bagi dirinya maupun orang lain, lalu kemudian dihukum, apa kata dunia,” ucapnya lagi.
Dikatakan, kasus HRS ini adalah pelajaran yang sangat buruk bagi Republik Indonesia ini kalau tidak segera dikoreksi oleh Mahkamah Agung (MA).
“How come? Bagaimana seseorang yang menyatakan kesehatan bagi dirinya, itu sifatnya subjektif, lalu tiba-tiba dikenakan pasal mengenai penyebaran berita bohong atau hoaks,” ujar Refly.
“Apa untungnya Habi Rizieq mengatakan sakit misalnya. Lalu apa untungnya pula ia mengatakan sehat. Toh ia tak sedang dalam rangka mencari untung atau keberuntungan dari sebuah miss informasi,” lanjutnya.
Jadi kalau mau menerapkan hukum, lanjut Refly, yang rasional lah sedikit. Jangan sengaja yang mentarget agar orang-orang tertentu dikandangkan sampai Pemilu 2024 berakhir hanya dengan alasan mengada-ada. Alasan yang ga masuk akal,” kritiknya.
Atas itu, Refly mengatakan, dalam setiap kesempatan orang akan meminta perlakuan yang sama —equality before the law. “Kalau begitu kerumunan Jokowi dipermasalahan juga dong. Kalau begitu pernyataan Hasto kalau enggak benar dipermasalahkan juga dong,” katanya.
Ini adalah sebuah contoh penerapan hukum yang aneh bin ajabib. Ketika orang mengutak-atik soal kesehatan, lalu tiba-tiba menjadi tindak pidana dan pantas dikenakan pasal dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara.
“Dan kemudian dituntut 6 tahun penjara hingga akhirnya divonis 4 tahun penjara,” katanya.
Menurutnya, ni sebuah soal yang sebenarnya tak perlu dibesar-besarkan dalam konteks hoaks.
Terkait hal itu, ia mendoakan agar HRS bisa dibebaskan di Mahkamah Agung. Sehingga nanti mahasiswa hukum pun bisa belajar soal rasionalitas dan keadilan hukum.
“Saya takut mata pelajaran rasionalitas dan keadilan hukum itu jadi tumpul karena mereka senantiasa membawa kasus HRS sebagai contoh kasus tidak adilnya penerapan hukum di Indonesia. No law enforcement yang adil,” beber Refly. (gnm)
Komentar