TILIK.ID — Kasus Covid-19 di Indonesia telah mencapai tertinggi di dunia setelah Brasil. Angka penularan terus bertambah setiap hari. Pemerintag pun dibuat kembali mengetatkan aturan demi mencegah penularan lebih besar.
Melihat angka-angka kasus yang terus bertambah, pemerintah seperti kewalahan mengendalikan. Kepercayaan masyarakat atas cara penanganan oleh pemerintah juga menjadi masalah.
Akibatnya makin banyak yang menolak PPKM Darurat, terlebih jika diperpanjang. Masyarakat makin tidak percaya lantaran sulitnya mereka mendapatkan oksigen, obat-obatan yang harganya selangit karena ada yang menimbun.
Masalah-masalah inilah yang kembali diangkat lagi oleh Program Tillik Bang Sem pada Channel Salam Radio Rabu malam (21/7/2021).
Narasumber yang dihadirkan adalah HM Sofhian Mile, politisi yang juga intelektual
muslim. Sofhian adalah mantan anggota DPR RI dari Golkar selama 15 tahun. Setelah di DPR, Sofhian Mile menjadi Bupati Luwuk Banggai, dan sekarang lebih banyak menjadi pengamat.
Kasus Covid-19 juga menjadi amatan Sofhian Mile. Karena itu, Host program TILIK Bang Sem, Syamsuddin Ch Haesy, mengundang Sofhian Mile berbincang panjang secara live di Youtube dengan tema: Memetik Iktibar Pandemi Covid-19.
Sofhian Mile dalam perbincangan mengatakan, sepanjang sajarah, Indonesia baru mengalami pandemi Covid seperti ini. Di samping Indonesia belum memiliki pengalaman menangani bencana seperti ini, juga masalah pandemi Covid ini tidak hanya persoalan kesehatan semata.
“Masalah Covid ini sudah menjadi masalah multidimensi. Ekonomi, perdagangan, sosial, politik, bahkan hal di luar itu pun sudah sampai pada masalah hukum dan sebagainya,” kata Sofhian Mile.
Oleh karena itu, kata Sofhian Mile, penyelesaiannya memang tidak bisa berdasarkan satu pihak. Tidak bisa juga menyalahkan government, menyalahkan masyarakat, yang kadang-kadang mengandung politik. Jalani apa yang ada sambil instrospeksi diri.
Namun menurut Bang Sem, bukankah kebijakan dalam penanganan Covid-19 adalah keputusan politik juga. Jadi cara yang bagaimana yang harus dilakukan?
“Secara politik kita mengambil cara sebagai problem solving, penyelesaian masalah. Kita tidak bisa menangani dari satu sisi saja, karena selalu ada kepentingan-kepentingan politik yang membonceng di dalamnya, jadi unsur politik kita kesampingkan dulu,” kata Sofhiam Mile.
Dikatakan, masalah pandemi ini adalah problem besar yang harus diselesaikan bersama-sama. Dan penanganan covid selama satu tahun lebih ini memang bukan hanya dimensi kesehatan, tapi juga dimensi lain. Penanganan yang baik tentu yang lebih humanis dan merata.
Sofhian mencontohkan soal pembagian bantuan. Ada wilayah yang penerimaan bantuannya baik. Namun ada juga pihak yang belum tersentuh sama sekali.
Di sisi lain, Sofhian Mile mengakui penerapan aturan PPKM seperti beberapa kejadian membuat kita miris. Kasian masyarakat, dilarang berdagang, tapi saat mau mencari nafkah malah dibongkar, dihukum, bahkan ada tukang bubur didenda.
Menurut Bang Sem, kekacauan di tingkat bawah terjadi karena ada ketidakadilan dalam penanganan Covid-19 juga.
“Memang ini terasa betul bagi masyarakat dalam penanganan covid. Bagaimana kita mendisiplinkan masyarakat sementara ada kelompok lain yang kelihatan tidak tersentuh,” kata Sofhian Mile.
Dia mengatakan, dana yang dikeluarkan negara dalam menangani Covid-19 cukup besar, ada sekitar 1000 triliun. Kalau dana sebesar itu dikelola dengan baik, penanganan Covid-19 perlahan-lahan bisa menampakkan hasil.
“Jika penanganan yang kurang baik namun dana yang dikeluarkan sangat besar bisa menimbulkan question, pertanyaan besar, kenapa kasusnya meningkat. Karena itu diperlukan evaluasi,” katanya.
Sem Haesy mengatakan, salah satu yang membuat rumitnya bangsa ini adalah tingkat kepercayaan kepada goverment, hilangnya kepercayaan pada parlemen, sehingga terjadi jarak antara rakyat dengan government, kemudian rakyat sama wakinya. Bagaimana membangkitkan kembali kepercayaan masyarakat?
Menurut Sofhian, masyarakat sebetulnya belum begitu parah untuk tidak percaya pada government, pada parlemen. Namun bagaimana membangkitkan kepercayaan itu, tentu dengan mengakomodir kepentingan mereka.
“Banyak keluhan yang mestinya diakomodir oleh anggota DPR, yang mungkin sudah banyak diakomodir kelompok-kelompok masyarakat yang punya akses untuk melahirkan aturan baru. Sudah jarang juga yang demo ke DPR,” ujanya.
Kalau di masa lalu itu anggota DPR masih berperan sebagai wakil rakyat, maka sekarang sudah menjadi wali rakyat. Benarkah kesan ini?
Sofhian Mile mengatakan, ada masa di mana DPR berperan kuat. Beda masa beda cerita. Kalau dulu independensi DPR lebih terjaga atau masih bisa terjaga karena independensi partai juga terjaga.
“DPR itu kan perpanjangan, kepanjangan tangan dari partai. Kalau independensi partai itu tidak terjaga atau dia sudah mesra dukungannya dengan penguasa maka sesungguhnya independensi dia untuk bersikap dan melahirkan pikiran-pikiran yang cemerlang, konsep yang cemerlang, bisa kritis, dan sebagainya, presentasinya makin berkurang,” kata Sofhian Mile.
Oleh karena itu, partai ini harus dijaga juga, supaya DPR itu bisa lebih independen. Anggota DPR itu berada di sisi lain pemerintah, fungsi kontrol mereka harus betul-betul berjalan, karena mereka manifestasi dari rakyat Indonesia.
“Jangan karena ada hubungan mesra dengan kekuasaan kepentingan rakyat jadi terabaikan,” ujarnya.
Sebagai orang lama di partai politik sehingga menjadi pimpinan di sebuah partai besar, apa yang harus dibenahi di partai sekarang?
“Independensi. Saya memakai istilah itu supaya terhindar dari semacam intrik politik. Bahwa hubungan dengan penguasa itu bisa saja. Tapi jangan hubungan itu berlanjut pada situasi yang lebih mesra, sehingga menutup pintu-pintu kritis. Kalau sampai seperti itu, maka yang rugi adalah masyarakat,” ujarnya.
Dia melanjutkan, konsep negara itu selain wilayah, ada pemerintah, ada DPR sebagai alat kontrol. Kalau posisi DPR diabaikan bagaimana perjalanan bangsa ke depan.
“Ini semua kan amanah, tidak bisa merasa ini adalah kekuasaan kita, yang dikelola semau kita, karena hal seperti itu adalah otoritarianisme,” katanya.
Makanya, Sofhian melanjutkan, bahwa soal Covid-19 ini mari kita introspeksi diri. Banyak hal kalau mau dikaitkan dengan politik. Multidimensi, menyangkut semua aspek. Yang penting mari kita sama-sama evaluasi diri, koreksi diri supaya penanganan Covid bisa berjalan dengan baik.
“Katakanlah kalau soal pandemi ini tidak selesai, mungkin yang akan datang punya konsep yang komprehensif, bisa menyelesaikan masalah,” katanya.
Memang kebijakan dalam penanganan pandemi, misalnya pembatasan kegiatan masyarakat, pelarangan penerbangan, soal vaksin, dll, itu adalah keputusan politik.
“Mau suka politik atau tidak suka, namun keputusan politik akan berdampak. Oleh karena itu keputusan politik melalui menteri dan lainnya, kontrol DPR harus kuat, mengontrol pemerintah. Dari situ kewibawaan kita bernegara, dan DPR masih dihormati oleh masyarakat ketika keputusan-keputusannya berpihak pada apa yang diaspirasikan oleh rakyat,” beber Sofhian Mile.
Jadi, menurutnya, politisi jangan lari dari keberpihakan pada rakyat. Konstituen di bawah itu mengharapkan peran DPR mewakili suara dan hati nurani mereka. Jangan kita lari dari masalah itu.
Sofhian Mile mengatakan, masalah utama dari pandemi ini adalah kesehatan rakyat. Keselamatan rakyat. Jangan justru hal itu yang diabaikan. Prioritaskan agar konsentrasi bangsa ini kesana.
Jangan kemudian membuat aturan keimigrasian yang justru kontraproduktif.
“Warga asing yang masuk ke Indonesia, diizinkan setelah vaksin dan test covid, namun kan kita harusnya punya alat kontrol sendiri terhadap mereka. Tapi miris kita, rakyat kita tidak bisa lagi ke negara-negara lain, ke Inggris, Singapura, Malaysia, ke Arab Saudi,” bebernya.
Sofhian Mile juga menyinggung soal pertanyaan makin terpuruknya perusahaan-perusahaan BUMN, misalnya Maskapai Garuda Indonesia yang hampir kolaps akibat kurugian akibat pandemi.
Menurutnya, masalah Garuda adalah masalah klasik. Dia tahu persis ketika duduk sebagai Ketua Komisi VI DPR di mana Garuda sering dibantu, dicarikan solusi, namun karena masalah efesiensi akhirnya terus menjadi masalah.
Selain efisiensi, masalah-masalah lain juga ikut membonceng sehingga menumpuk. Padahal, jika efisiensi dilakukan, Garuda tidak terpuruk seperti sekarang ini.
Isu lain yang dijawab Sofhian Mile, yaitu hebohnya pengangkatan komisaris perushaan BUMN yang asal angkat. Sofhian mengakui pengangkatan itu lebih ke appointmen politik. Ini termasuk masalah.
Namun mantan anggota DPR selama tiga periode itu enggan mengomentari banyak soal pengangkatan komisaris tersebut, nanti disindir mau diangkat jadi komisaris juga.
“Dalam banyak hal sesungguhnya kita introspeksilah. Pemerintah harus membuka diri untuk membuka ruang dialog selebar-lebarnya untuk orang berpendapat berbeda. Pendapat yang berbeda tidak dibully, orang berbeda pendapat silakan, tidak apa-apa orang berbeda pendapat,” ujarnya.
Pandangan kritis itu, tambah Sofhian Mile, harus diterima. Menciptakan iklim demokrasi harus dimulai dengan menerima perbedaan pendapat. Kelompok terpelajar, intelektual, diberi ruang untuk berbeda.
“Saya kemarin itu mengelus dada waktu salah seorang dokter, yang mungkin dia berbeda pendapat, mungkin kita dan saya tidak sependapat dengan dia. Tapi yang kemudian yang dibully bukan pendapatnya, tapi orangnya, personalnya. Ini kan tidak benar,” bebernya.
Dikatakan, kita berbeda harusnya pada tataran substansi dan materi, bukan pada personal. Jadi, tambah Sofhian, Covid ini memang sudah menjadi multidimensi. Banyak aspek yang harus diselesaikan. Namun yang utama adalah mari semua kita introspeksi diri.
“Protes masyarakat pada penanganan Covid-19 ini begitu besar. Misalnya kemarin pelarangan sholat di mana-mana yang menjadi problem besar. Soal pasar, pedagang-pedagang protes keras, sehingga masalah pandemi ini sudah teakumulasi begitu banyak aspek,” katanya.
Terkait dengan larangan ibadah di masjid, di tempat-tempat peribadatan, mantan Bupati Luwuk Banggai Sulawesi Tengah ini mengajak untuk mengambil sisi positifnya. Beribadah di rumah tentu baik dalam hal memberi ghirah keagamaan di dalam rumah.
Sofhian mengatakan, Allah mengajak kita membersihkan rumah dari kotoran. Mungkin di rumah salama ini tidak ada suara adzan, tidak suara-suara ayat suci Al Quran, maka dengan beribadah jamaah di rumah sekaligus menyinarkan rumah dari cahaya-cahaya Islam.
“Kalau tadinya kita harus ke masjid berjamaah, mungkin di rumah suasana rumah tidak pernah terdengar kalimat kalimat Ilahi, tidak pernah ada adzan tidak pernah ada orang mengaji, nah dengan kondisi ini bisa lebih tenteram di dalamnya. Ini sisi-sisi positifnya. Percaya Allah pasti berbuat baik kepada kita,” katanya.
“Karena itu, mari kita dekat dengan Allah, mari kita berbuat baik, karana Allah akan menolong kepada siapa yang dekat denganNYA. Saya meyakini itu.” (ams)
Video lengkap Tilik Bang Sem di Channel Salam Radio:
Komentar