TILIK.ID — Wabah Covid-19 terus melonjak. Kematian akibat virus menular cepat ini terus mrnambah korban meninggal. Per hari ini, kematian bertambah 1.070 orang.
Kematian akibat pandemi ini pun cukup mengkhawatirkan. Tak hanya pemerintah Indonesia, Badan Keaehatan Dunia atau WHO pun khawatir. Karena itu, WHO merekomendasikan dua obat untuk mengurangi risiko kematian.
Dua obat yang direkomendasikan WHO itu adalah obat radang sendi Actemra dan Kevzara. Seperti apa penjelasan medisnya? Berikut paparan beberapa dokter yang TILIK kutip dari laman KlikDokter.
Berdasarkan penelitian WHO, kedua obat tersebut diklaim dapat mengurangi risiko kematian dan kebutuhan ventilasi mekanis pada 11.000 pasien virus corona dengan gejala berat dan kritis.
Benarkah Actemra dan Kevzara efektif turunkan risiko kematian Covid-19? Mari simak penjelasan medis soal kedua obat radang sendi berikut ini.
Sebelum WHO merilis rekomendasi obat ini, Food Drug Administration (FDA) Amerika Serikat telah menyetujui penggunaan darurat obat Actemra untuk pasien Covid-19 pada pekan lalu.
Penggunaan Actemra disetujui untuk anak berusia 2 tahun ke atas dengan kortikosteroid, membutuhkan oksigen tambahan, ventilasi mekanis non-invasif atau invasif, serta oksigenasi membran ekstrakorporeal (ECMO), menilik catatan dari Drugs.
Padahal, diwartakan dari Reuters, sebelumnya obat ini termasuk ke dalam kategori off-label atau belum dapat persetujuan oleh lembaga berwenang FDA untuk mengatasi COVID-19.
Actemra sendiri merupakan merek dagang obat berjenis tocilizumab. Dilansir dari RXlist, obat tocilizumab selama ini digunakan untuk mengobati penyakit rheumatoid arthritis (RA) bergejala sedang hingga berat pada anak-anak dan orang dewasa.
Untuk mengobati RA atau penyakit radang sendi, Actemra bekerja dengan menghambat reseptor interleukin-6 (IL-6).
Berdasarkan News Medical Net, IL-6 merupakan bahan kimia endogen yang diproduksi tubuh dan aktif dalam proses peradangan dan pematangan sel B.
Selain bertugas sebagai protein kekebalan, IL-6 juga bertanggung jawab menyebabkan Anda demam ketika mengidap penyakit autoimun, infeksi, atau noninfeksi.
IL-6 juga dapat menyebabkan peradangan pada sejumlah penyakit kronis.
Peningkatan IL-6 pada pasien RA sendiri dapat menyebabkan peradangan hebat di seluruh tubuh. Actemra disebut dapat menekan kadar IL-6 dan mengurangi risiko peradangan tersebut.
Selain pada pasien RA, peningkatan IL-6 juga terjadi pada pasien Covid-19 dengan gejala berat dan kritis. Lonjakan IL-6 pada pasien Covid-19 dapat menyebabkan badai sitokin atau respons imun tubuh yang berlebihan akibat infeksi.
Ketika hal ini terjadi, dr. Sara Elise Wijono mengatakan, “Sistem imun bereaksi dan menyebabkan peradangan yang sangat hebat jadinya malah merugikan, misalnya malah menyebabkan penggumpalan darah.
Badai sitokin merupakan salah satu penyebab kematian akibat Covid-19 pada pasien bergejala berat dan kritis.
Peneliti WHO menggunakan Acterma untuk melemahkan sistem imun, sehingga risiko kematian akibat peradangan badai sitokin dapat diminimalisir.
Kendati begitu, sebuah penelitian yang dirilis oleh NCBI pada 16 September 2020 menyatakan masih dibutuhkan uji klinis lebih lanjut mengenai khasiat Acterma dalam mengobati Covid-19.
Sebab, obat Actemra dapat menyebabkan sejumlah efek samping. Menurut dr. Sara Elise, efek samping tersebut, antara lain sakit kepala, hipertensi, reaksi lokal pada area suntikan (nyeri dan pegal), hingga infeksi saluran pernapasan.
Pada kasus yang lebih ekstrem, Actemra dapat menyebabkan urin berwarna gelap, penyakit kuning, batuk dan feses berdarah, ruam, hingga kulit melepuh dan terbakar.
Obat Covid-19 lain yang direkomendasikan oleh WHO adalah Kevzara. Ini merupakan merek dagang obat berjenis sarilumab.
Berdasarkan Medical News Today, obat ini digunakan untuk mengobati radang sendi RA bergejala sedang dan berat pada orang dewasa yang mengalami intoleransi obat antirematik pemodifikasi penyakit (DMARDs).
Seperti Actemra, obat ini diklaim dapat melemahkan sistem imun, sehingga risiko kematian akibat peradangan badai sitokin pada pasien Covid-19 bergejala berat dan kritis dapat diminimalisir.
Meski begitu, sebuah penelitian yang dirilis Pubmed NCBI mengatakan butuh penelitian lebih lanjut untuk memperoleh bukti kuat soal khasiat Kevzara dalam mengobati pasien Covid-19. Hal ini dilakukan guna meminimalisir efek samping penggunaan obat off-label ini.
Dokter Sara Elise mengatakan, konsumsi Kevzara dapat menyebabkan sejumlah efek samping, seperti meler, hidung tersumbat, dan nyeri tenggorokan.
Lalu, reaksi lokal pada bekas suntikan berupa pegal dan kemerahan, infeksi saluran kemih, hingga infeksi saluran pernapasan juga dapat muncul setelah konsumsi obat ini.
Dalam kasus ekstrem, obat ini bahkan dapat sebabkan efek samping serius berupa gangguan darah, perforasi gastrointestinal (lapisan usus atau perut robek) hingga kanker kulit. (als)
Komentar