Salah Kaprah Memahami Gelar Profesor

Oleh: TGH. Dr. Miftah el-Banjary, MA

SEBENARNYA dari beberapa tahun lalu, saya sudah pernah menulis terkait meluruskan salah kaprah memahami pengertian gelar Profesor.

Sebab, sampai hari ini ada banyak orang salah kaprah terkait gelar Profesor. Dikiranya gelar Profesor atau Guru Besar itu merupakan gelar tertinggi dalam dunia akedemisi. Padahal sebenarnya tidak begitu.

Gelar tertinggi akademisi itu cukup sampai pada level strata 3 atau doktoral.
Sebab, sampai saat ini belum terlalu dikenal strata 4, meskipun ada dikembangkan di Jerman.

Gelar Profesor atau Guru Besar bukanlah gelar tertinggi dalam dunia akademisi.
Sederhananya, gelar profesor itu merupakan jabatan fungsional dosen yang telah mencapai kum di atas 1.000 angka kredit atau paling tidak 10 tahun pengabdian secara akademisi.

Lantas professor itu tingkatannya seperti apa?

Baik. Kita bahas pengertiannya dulu ya guys.

Profesor (bahasa Latin) bermakna “seseorang yang dikenal oleh publik berprofesi sebagai pakar” bahasa Inggris: Professor), disingkat dengan Prof. (bukan merk air mineral ya)

Profesor merupakan seorang guru senior, dosen dan atau peneliti yang biasanya dipekerjakan oleh lembaga-lembaga/institusi pendidikan perguruan tinggi atau universitas.

Di Indonesia, gelar Profesor merupakan jabatan fungsional, bukan gelar akademis. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 1 Butir 3, menyebutkan bahwa guru besar atau profesor adalah jabatan fungsional tertinggi bagi dosen yang masih mengajar di lingkungan satuan pendidikan tinggi.

BACA JUGA :  Kedunguan di Sekitar Kita

Jika sebelumnya dosen dengan gelar akademis magister (S2), bahkan sarjana (S1) bisa menjadi guru besar/profesor, maka sejak tahun 2007 hanya mereka yang memiliki gelar akademik doktor saja yang bisa menjadi profesor. Hal ini disebabkan karena hanya profesor inilah yang memiliki kewenangan untuk membimbing calon doktor.

Apa saja tugas seorang professor?

Sebagai pakar, profesor umumnya memiliki 4 kewajiban tambahan:

1. Memberi kuliah dan memimpin seminar dalam bidang ilmu yang mereka kuasai baik dalam bidang ilmu murni, sastra, ataupun bidang-bidang yang diterapkan langsung seperti seni rancang (desain), musik, pengobatan, hukum, ataupun bisnis;

2. Melakukan penelitian dalam bidang ilmunya;

3. Pengabdian pada masyarakat, termasuk konsultatif (baik dalam bidang pemerintahan ataupun bidang-bidang lainnya secara non-profit);

4. Melatih para akademisi muda/mahasiswa agar mampu membantu menjadi asisten atau bahkan menggantikan nya kelak.

Keseimbangan dari 4 fungsi ini sangat bergantung pada institusi, tempat (negara), dan waktu.

Contoh, profesor yang mendedikasikan dirinya secara penuh pada penelitian dan ilmu pengetahuan di universitas-universitas di Amerika Serikat (dan universitas-universitas di negara Eropa) dipromosikan untuk mendapat penghargaan utamanya pada bidang ilmu dari subyek penelitiannya.

BACA JUGA :  Menantu Wapres Dijagokan Pimpin Karang Taruna Nasional

“Profesor” dapat digunakan (utamanya oleh para pelajar di Amerika) sebagai istilah yang lebih sopan untuk seseorang yang memegang gelar kesarjanaan Ph.D (S3) dari perguruan tinggi, tanpa memperhatikan tingkatan/rating dari perguruan tinggi tersebut.

Bagaimana mungkin seorang politisi yang tidak menempuh Tri Dharma Perguruan Tinggi dapat menyandang gelar professor?!!

Honoris Causa?!!

Melalui peraturan Kemenristik Dikti sampai hari ini, gelar Honoris Causa hanya diberikan pada gelar kehormatan Doktor bukan pada gelar kehormatan Profesor.

Lantaa apa persyaratan untuk mencapai gelar Profesor?

Jabatan profesor dicapai setelah dosen melalui tahap pencapaian angka kredit yang sudah ditentukan sesuai nilai kum yang diperoleh secara berjenjang dari jabatan fungsional akadamik:
Asisten Ahli,
Lektor,
Lektor Kepala dan Profesor/guru besar (nilai kum minimal 850). Dosen yang bersangkutan wajib melaksanakan Tridarma Perguruan Tinggi, dimana salah satunya adalah bidang penelitian dan membuat publikasi, terutama publikasi internasional bereputasi dan berdampak dari hasil-hasil penelitiannya.

Menurut (Permenpan 46 th 2013 (pasal 26 ayat 3) syarat untuk mencapai jenjang Profesor/Guru Besar adalah sebagai berikut:

BACA JUGA :  Anies Sebut Predikat DKI Layak Anak Diraih Berkat Kolaborasi Semua Pihak

1) Ijazah Doktor (S3) atau yang sederajat;

2) Paling singkat 3 (tiga) tahun setelah memperoleh ijazah Doktor (S3);

3) Karya ilmiah yang dipublikasikan pada jurnal internasional bereputasi; dan

4) Memiliki pengalaman kerja sebagai dosen paling singkat 10 (sepuluh) tahun.

Ditambah:

5) Dosen yang berprestasi luar biasa dan memenuhi persyaratan lainnya dapat diangkat ke jenjang jabatan akademis dua tingkat lebih tinggi atau loncat jabatan.

6) Dikecualikan paling singkat 3 (tiga) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c angka 2), apabila Dosen yang bersangkutan memiliki tambahan karya ilmiah yang dipublikasikan pada jurnal internasional bereputasi setelah memperoleh gelar Doktor (S3) dan memenuhi persyaratan lainnya.

Apakah Gelar Profesor Bisa Dicabut atau Hilang?

Ya, bisa!!

Jabatan profesor hanya berlaku ketika yang bersangkutan berada di lingkungan akademik. Apabila yang bersangkutan mengundurkan diri (atau diberhentikan) dari kampus, maka tidak berhak lagi menyandang jabatan profesor.

Jika seorang profesor sudah memasuki usia pensiun, maka jabatan profesornya otomatis hilang.

Jadi, masih yakin ada Profesor Honoris Causa?

Komentar