Chandra Purna Irawan SH MH
(Ketua LBH Pelita Umat)
BERDASARKAN informasi yang beredar bahwa Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menegaskan, dalam rangka penguatan moderasi beragama, para Dai dan penceramah agama akan disertifikasi wawasan kebangsaan.
Berkaitan dengan hal tersebut, saya akan memberikan pendapat hukum (legal opini) sebagai berikut:
Bahwa sertifikasi penceramah dikhawatirkan menimbulkan perpecahan dan gesekan di akar rumput dan potensi persekusi dari pihak tertentu kepada penceramah yang tidak memiliki sertifikasi tersebut. Sebelum ada sertifikasi saja kerap marak persekusi serta terkadang agenda kegiatannya dibatalkan dan penceramahnya diusir atas tuduhan radikal;
Bahwa semestinya Pemerintah tidak melakukan indelingsbelust yaitu mendefinisikan, pengkotak-kotakan yang semuanya dilakukan oleh dan menurut persepsi pemegang kekuasaan negara. Sebelumnya terkait defenisi radikal apakah memiliki dasar hukum (legal standing)? Di dalam perundangan-undangan yang mana? Pasal berapa? Kemudian ditambah lagi dengan tes wawasan kebangsaan. Wawasan kebangsaan yang seperti apa? Semestinya setiap tindakan pemerintahan itu harus ada dasar hukumnya dalam suatu peraturan perundang-undangan (wetmatigheid van het berstuur).
Bahwa Pemerintah agar tidak menjadikan tes wawasan kebangsaan sebagai alat untuk menyingkirkan orang-orang atau penceramah yang kerap dituduh radikal, intoleran, dan anti kebangsaan atau berpotensi menjadi alat gebuk pemerintah untuk membungkam lawan-lawan politiknya. Selama ini masyarakat menilai dan beranggapan mereka yang senantiasa dekat dan “membenarkan” pemerintah dianggap sebagai Pancasilais atau memiliki wawasan kebangsaan, sedangkan mereka yang mengkritik pemerintah diposisikan sebagai anti Pancasila, tidak Pancasilais dan tidak memiliki wawasan kebangsaan. Lantas apa tujuan proyek sertifikasi penceramah? Apa standarnya?
Wallahualam bishawab
Komentar